Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Sebuah rumah mewah, tampak sepasang suami istri baru saja selesai sarapan pagi.
“Sayang, Abang pulang telat ya? karena hari ini ada audit di sekolah. Langsung dari pusat.”ujar Fadhil.
“Ya Bang, nggak apa–apa. Yang penting jangan terlalu fokus dengan kerjaan, tapi perut Kamu lapar.”balas Naiya.
Fadhil tersenyum membalas ucapan sang istri yang Dia cintai.
Sebuah kecupan mendarat di kening Naiya.
“Bulan depan Abang ambil cuti ya?Kita bulan madu lagi. Mana tau kali ini Kita berhasil.” ajak Fadhil. Seraya mengedipkan mata nakalnya, membuat sang isteri tersipu malu.
“Ya Bang, terserah Abang gimana baiknya. Aku manut aja. Yang penting Abang bahagia, maafkan Aku ya? belum bisa memberikan buah hati untuk Abang.” lirih Naiya.
Wanita itu menatap sendu ke arah sang suami. Hati Fadhil ikut sedih dengan apa yang diucapkan Naiya. Dengan cepat memeluk Naiya, untuk menenangkan wanita cantik itu.
“Kita sama-sama sehat Sayang, jadi Kamu jangan menyalahkan diri Kamu. Insya Allah bulan madu kali ini pasti berhasil. Kamu mau kemana? Abang pasti bawa Kamu,”
“Kita ke sabang aja. Jangan jauh-jauh, sekalian ke rumah Kak Erly. Bagaimana?”
“Ide bagus, Abang setuju. Nanti Kamu telpon aja Kak Erly ya? minta tolong carikan hotel yang paling bagus di sana,”
“Siap Bos,”
Keduanya tersenyum bahagia, seolah dunia milik Mereka berdua. Hingga Mama Fadhil datang, Dia mendengar semua pembicaraan anak dan menantunya.
“Kalian mau bulan madu lagi? buang duit aja. Dil, Kamu nikah aja lagi. Tinggalin itu perempuan mandul. Mama sudah pingin banget punya cucu,” ujar Aini.
“Mama. tolong jangan ikut campur dengan urusanku. Urus aja anak manja Mama itu, yang kerjanya hanya habisin duit aja.”balas Fadhil.
Pria tampan itu tidak menyukai sikap Aini yang selalu ikut campur dengan urusannya dengan Naiya.
“Dil. Keluarga Kita membutuhkan penerus, Kamu nanti waktu tua siapa yang urus? jika bukan anak Kamu. Mama sudah punya kriteria perempuan yang cocok dengan Kamu. Anak orang kaya lagi, Mama ini sudah tua Dil. Jangan sampai Mama mati, belum melihat keturunan Kamu.”
“Cukup Ma. Aku tidak ingin membahas lagi masalah ini. Mama jangan berdoa agar cepat mati, itu dosa Mama masih sangat banyak. Sayang, Ayo ke kamar.”
Fadhil menarik pelan tangan Naiya dan Mereka berlalu dari hadapan Aini.
“Entah pelet apa yang dipakai perempuan miskin itu, sampai Fadhil tidak pernah melirik perempuan manapun. Ini tidak bisa Aku biarkan. Sudah cukup lima tahun Dia menumpang hidup di keluargaku. Aku mesti memisahkan Mereka dengan caraku sendiri,”
Aini tidak pernah menyukai Naiya, karena menantunya itu berasal dari keluarga sederhana yang berbeda dengan Mereka yang orang kaya.
“Bang. Kamu tidak boleh bersuara keras dengan Mama. Beliau sudah membesarkan Abang. Nanti malahan Abang berdosa lho. Entar Aku sendirian di surga, ”ujar Naiya. Wanita berhidung mancung itu mengerucutkan bibirnya.
Membuat Fadhil langsung mencium bibir merah delima itu.
Naiya memukul pelan dada Fadhil, yang tersenyum nakal pada Naiya.
“Iss. Mesum pagi-pagi, Pokoknya Abang jangan membantah perkataan Mama. Dosa,” ujar Naiya.
“Tidak sayang, malahan Abang yang akan berdosa jika membela mama. Kamu yang akan terzalimi. Abang tidak ingin malaikat murka pada Abang. entar Abang di neraka, Kamu di surga. emang mau pisah dengan Abang? ” goda Fadhil.
Naiya menggelengkan kepalanya, lantas
Keduanya pun saling berpelukan dengan erat. Rasa cinta yang begitu besar pada Naiya membuat Fadhil menutup mata dan telinga dengan segala kekurangan sang istri. Tidak ada wanita yang bisa menggantikan posisi Naiya dalam hati pria rupawan itu.