Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Sebuah berkas dengan map coklat dilemparkan kepadanya.
"Segera tandatangani surat cerai ini dan tinggalkan Pandu. Minggu depan ibu akan kembali dan membantu Ryeya berkemas."
Sikap angkuh itu sama sekali tidak membuat dia gusar. Kaki kanannya tetap setia tertutup dengan senyum elegan, matanya yang polos menyoroti ibu mertuanya, "Kenapa ibu yang mengajukan gugatan ini? Seharusnya Mas Pandu sendiri yang memberikannya kepadaku. Secara, kami masih sah dihadapan hukum maupun agama."
Ibu mertuanya mendelik tidak terima. Dia menukikkan alisnya melihat perilaku tidak sopan dari menantunya ini. "Bukankah itu terserah Ibu? Jangan coba-coba kamu menggurui ibu, dasar wanita mandul!"
Senyumnya sama sekali tidak luntur, bahkan setelah mendengar makian dari ibu mertuanya. Wanita cantik malah sedikit terkekeh dan mengambil map coklat yang dilemparkan ke atas meja. "Aku akan bilang ke Mas Pandu akan hal ini, atau ibu yang bilang?"
"Dengar Pravara, jangan sesekali kamu menghasut Pandu untuk menarik gugatan ini. Biarkan dia bahagia! Dia tidak perlu hidup dengan wanita tidak berguna seperti kamu!" Ibu mertua beranjak dari duduk angkuhnya, yang langsung diikuti oleh seorang wanita muda di sampingnya.
"Ibu menyesal mengambil kamu menjadi menantu di keluarga kami. Kamu itu hanya bisa mengandalkan pembantu untuk urusan rumah tangga. Sudah tidak bisa bersih-bersih, tidak bisa masak, tidak becus merawat suami. Ditambah mandul, perempuan seperti kamu itu tidak pantas masuk keluarga besar kami!" teriaknya dengan emosi yang tiba-tiba saja meluap.
Pravara tidak tahu bagaimana dia harus bereaksi dengan amarah ibu mertuanya. "Ibu, tenang dulu, jangan seperti ini."
"Jangan seperti apanya? Kamu yang membuat ibu kehabisan kesabaran. Kamu yang tidak kunjung hamil, tapi semua orang yang akan dirugikan. Kamu harus tahu itu!" Ibu mertua dari Pravara menyibak rambutnya dengan gaya congkak. Sangat terlihat di wajahnya yang keriput akan kekesalan dan penghinaan.
"Baiklah, aku hanya akan memberikan dokumen cerai ini, setelah aku menandatanganinya dan menyerahkan pada Mas Pandu. Begitu, ibu?" Pravara menunduk melihat jam tangannya. "Atau ibu mau bertemu dengan Mas Pandu langsung? 10 menit lagi jam pulang kantornya, mungkin 20 menit lagi akan sampai di rumah, bagaimana?"
"Tidak. Ayo Ryera, kita pergi."
Rumah besarnya kembali sunyi. Pintu depan tertutup dengan kasar oleh ibu mertuanya, juga bersama dengan wanita yang akan menjadi istri baru suaminya kelak.
Pravara mendengus, "Cerai saja belum, sudah ada penggantinya. Hebat sekali Mas Pandu, langsung memiliki pengganti." Wanita itu menurunkan kakinya yang sejak tadi kaku, juga senyum palsunya.
Wajah cantik dengan mata coklat bening itu menatap lama pigura besar dihadapannya. Sebuah foto berukuran besar yang berisi dia dan suaminya, saat pernikahan mereka 5 tahun yang lalu.
Huh, Pravara tidak menyangka hubungan yang dia jalani dengan kosong ini bisa berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Tidak ada pertengkaran, karena mereka berdua jarang bertemu. Serta tidak ada kecemburuan, karena mereka tidak saling mencintai.
Pernikahan ini adalah pernikahan bisnis yang kedua orang tuanya lakukan. Umurnya waktu itu masih 23, baru lulus dari universitas besar di Jerman. Dia ditarik pulang dan langsung dinikahkan.
Pravara yang saat itu masih belia tidak mengerti apa yang dimaksud dengan sebuah pernikahan. Yang ada dalam otaknya hanyalah, banyaknya rencana karir dan bersenang-senang teman-temannya.
Di saat dia sedang bingung memikirkan apa yang akan dilakukan dia setelah menikah nanti, tiba-tiba Pandu, laki-laki yang dijodohkan dengannya mengaku mencintai orang lain dan tidak tertarik dengan pernikahan ini.
Laki-laki itu hanya mencintai bisnis dan sesuatu yang teratur dengan baik. Pandu tidak menyukai sesuatu yang berantakan sekalipun hanya tentang ketidak kesengajaan. Dia seseorang yang cermat dan sangat berdedikasi dengan yang namanya asosiasi. Namun, dia bukanlah orang yang mudah tersenyum dan bersenang-senang dengan orang lain.
Pravara ingat sewaktu dia dan Pandu diberikan jatah bulan madu selama dua Minggu di Jerman. Laki-laki itu sama sekali tertarik untuk berkenalan dengan teman-temannya, sepanjang hari dia hanya sibuk dengan pekerjaan dan laptopnya.
Membiarkan wanita yang yang masih berstatus pengantin baru itu sendirian, berteman dengan hingar-bingar suasana malam dan kembali ke hotel saat pagi hari. Dan ajaibnya, Pandu tidak melarang ataupun memarahinya. Laki-laki yang lebih tua 5 tahun darinya itu hanya melewatinya dan membiarkan dia tertidur sepanjang hari dan mengalami siklus yang sama, selama dua Minggu.
Dari situ, Pravara percaya jika pernikahan bisnis di atas bisnis itu benar adanya. Persetanan dengan temannya yang juga mengalami pernikahan bisnis, tetapi bisa berbahagia hingga mempunyai 3 anak. Apalah dia, yang selama 5 tahun dianggurkan begitu saja dan tidak tersentuh sama sekali.
Sekarang mertuanya yang dulunya selalu memuji dan membanggakan dirinya di hadapan semua orang, adalah yang menyodorkan surat perceraian bagi rumah tangganya. Hanya karena dia belum mempunyai seorang anak diusia pernikahan yang sudah lama. Bahkan melabeli dirinya dengan perkataan wanita mandul. Ingin sekali Pravara tertawa mendengarnya.
Sudah pukul 5 lebih 10 menit. Wanita itu berdiri dan melangkahkan kakinya menuju dapur. Malam ini kebetulan dia sudah ada dirumah dan kebetulan nya lagi, ibu mertuanya datang. Mungkin, dia bisa memasak dengan cepat, sebelum suaminya datang dari kantor.
Semuanya telah selesai dan tersaji di atas meja. Bau harumnya sangat menggoda selera, siapapun pasti tergiur dan secara tidak sadar menelan ludah dengan lapar. Pravara sedang mencuci tangannya, kala suara berat dari belakang hampir mengagetkannya.
"Pravara?"