Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Rahasia Istri yang Terlantar
Gairah Liar Pembantu Lugu
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
"Ini sudah masuk kategori penganiayaan berat. Jika kasus ini diteruskan, maka suami ibu bisa kena pasal ..."
"Saya tidak berniat meneruskan. Saya hanya ingin pulang."
"Apaa ...?"
"Bapak tidak dengar? Saya hanya ingin pulang."
"Tapi, Bu ..."
"Mohon dipahami, Pak. Apapun itu, saya akan tetap pada pendirian saya untuk tidak mengumbar aib rumah tangga saya, dan atas nama para tetangga, saya juga minta maaf karena telah menyusahkan pihak polisi. Bapak tidak perlu repot-repot mengurusi urusan rumah tangga saya, dan saya juga memohon agar suami saya dilepaskan saja, tidak perlu diperpanjang persoalannya, apalagi sampai ditahan seperti ini ..."
Mendengar kalimat yang begitu panjang lebar tersebut, Tria yang awalnya hanya berjalan melewati ruang SPK alias Sentra Pelayanan Kepolisian yang harus dilewati terlebih dahulu karena letak ruangannya yang memang paling depan sontak mengurungkan langkah.
Pembicaraan yang sedang terjadi didalam ruangan tersebut mau tak mau sukses mencuri perhatian Tria, sehingga tanpa sadar ia telah berdiri tegak di depan pintu ruang SPK sambil diam-diam menyimak dan mengawasi pembicaraan yang sedang berlangsung alot antara seorang anggotanya, dengan seorang wanita yang terlihat mengenakan outfit gamis biru tua, lengkap dengan hijab berwarna nyaris senada, sementara wajah wanita itu memang tidak begitu jelas terlihat karena posisi duduknya yang agak menyamping jika dilihat dari pintu, tempat Tria berdiri saat ini.
Namun meskipun demikian alis Tria sontak berkerut nyata, begitu sadar bahwa sekalipun melihatnya dari samping, Tria bahkan bisa menyadari kondisi wajah wanita itu yang penuh lebam.
Dugaan kasus kekerasan dalam rumah tangga refleks menyeruak di otak Tria, karena kondisi seperti itu sudah begitu sering ia lihat terjadi pada kaum wanita pada umumnya, yang entah kenapa begitu bodohnya sehingga bisa salah memilih teman hidup mereka, tanpa mempelajari terlebih dahulu latar belakang sifat calon pasangan hidupnya kelak.
'Apakah cinta se-dungu itu ...?'
Aneh ...!
Bagaimana mungkin ada begitu banyak wanita yang harus terjebak dalam hubungan toxic yang mengerikan.
Lagipula Tria juga tak habis pikir, bagaimana bisa seorang laki-laki mampu melakukan hal setega itu kepada wanita yang notabene merupakan istrinya sendiri?
Istri yang telah ia pilih untuk menemani hidupnya, dan seharusnya menjadi ratu dihatinya.
Laki-laki seperti itu pastilah bukan laki-laki sejati, karena hanya laki-laki pengecut yang mampu memukul seorang wanita yang sudah jelas-jelas bukanlah lawan tandingnya yang sepadan.
"Maaf jika saya lancang, Bu, tapi yang ibu alami saat ini sangat ..."
"Sedari awal sudah saya tegaskan bahwa saya tidak ingin mempermasalahkan apapun, apalagi jika harus repot-repot berurusan dengan polisi."
"Iya, Bu, saya mengerti. Tapi masalahnya ..."
"Pak Polisi, harus berapa kali saya katakan bahwa ini masalah intern rumah tangga, sudah seharusnya tidak boleh dicampuri oleh pihak manapun. Dosa besar jika saya membiarkan aib rumah tangga saya di konsumsi dan menjadi urusan orang luar ..."
Wanita berhijab dengan wajah lebam itu terlihat menatap polisi muda dihadapannya dengan tatapan lurus, tanpa sedikitpun senyuman.
Sementara itu, menerima sikap dingin disertai kalimat acuh wanita dihadapannya, Beno, si polisi muda seolah nge-lag untuk beberapa saat lamanya.
Sudah pasti pemikiran Beno tak jauh berbeda dengan Tria, yakni menyayangkan sikap lembek yang diambil si wanita, yang menolak mentah-mentah untuk memberikan efek jera kepada sang suami bejat yang ringan tangan!
"Ada apa, Ben?" tanya Tria seolah sengaja mengurai ketegangan sambil melangkahkan kakinya kedalam ruangan.
Pada akhirnya Tria memutuskan untuk membuka suara guna memecah keheningan yang terasa kaku, begitu mendapati wajah Beno yang masih betah bengong di kursinya sendiri.