Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
“Alexa Wiratama ... apa kau pikir aku akan menyentuhmu sampai kau harus menumpahkan parfum sebanyak itu?”
Bahu Alexa berjengit saat mendengar suara tegas seseorang yang membuka pintu kamar. Gerakan tangannya terhenti, urung menurunkan zipper gaun pengantin di punggung. Tubuhnya menegang dengan mata terbelalak menatap pria yang memakai setelan jas warna hitam beberapa meter di depan sana. Damian menatapnya dengan ekspresi yang tidak terbaca. Semerbak pengharum ruangan menyapa hidung Alexa. Aroma yang dianggap sebagai parfum tumpah ataupun semacamnya.
“Kamu—”
“Menjijikkan.” Damian tersenyum miring, memotong kalimat Alexa, menatapnya dengan pandangan meremehkan. Dia benci wanita, menganggap mereka semua hanya makhluk materialistis yang merusak mata dan menyusahkan saja.
“Berapa yang kau inginkan, heh?!”
Alexa menarik napas dalam, menggertakkan gigi sambil mencengkeram gaun yang sejak tiga jam lalu membuatnya kesulitan berjalan. Pesta pernikahan yang digadang-gadang menjadi perhelatan paling mewah tahun ini, ternyata ajang mempermalukannya di depan ribuan tamu undangan. Damian tidak pernah datang, membiarkannya seorang diri di atas pelaminan.
“Kenapa diam?” Damian mengamati tampilan Alexa dari ujung kaki sampai kepala. Semua orang akan mengatakan kalau gadis di hadapannya itu sempurna, cantik tidak terkira. Tapi baginya, Alexa tidak jauh berbeda dengan kupu-kupu malam di luar sana yang menjual tubuhnya demi uang. Bahkan, Alexa lebih rendah dari itu.
“Kamu puas membuatku malu? Ini memang rencanamu sejak awal, bukan?!” Alexa menghentakkan kakinya di lantai.
Mahkota pengantin di kepala Alexa terlempar ke arah jendela kaca, menyuarakan denting sebelum teronggok di atas sofa tak jauh dari sana. Dada gadis 25 tahun itu bergemuruh oleh rasa marah yang tak bisa dibendung lagi gejolaknya. Dia ingin melempar apa saja yang ada dalam jangkauan tangan, tapi itu tidak pernah terjadi.
Bukannya menenangkan Alexa, Damian justru tersenyum licik mengingat drama yang telah dirancangnya bisa berjalan sebagaimana bayangan di dalam kepala.
“Kenapa? Marah?” Damian duduk di atas sofa, membungkus tangannya dengan sarung tangan steril sebelum melempar mahkota yang semula dipakai Alexa ke dalam tempat sampah di sebelah meja. Dia merasa jemarinya tidak pantas bersentuhan dengan barang-barang wanita. Siapa pun mereka.
“Kau menikah denganku hanya karena uang, kan? Jangan berpikir hubungan kita seperti pasangan lain pada umumnya. Tidak ada malam pertama, tidak ada romansa. Hentikan pikiran kotor di dalam kepalamu itu. Sampai kapan pun, aku tidak akan menyentuhmu. Jadi, jangan bermimpi untuk menjadi—"
"Kamu pikir aku mengharapkannya? Satu keberuntungan karena aku tidak perlu menjadi penghangat ranjangmu!"
Damian terkekeh, menatap Alexa yang wajahnya merah padam. Dia suka melihat keras kepala wanita di hadapannya. Menarik.
Di saat semua wanita berlomba-lomba mendapat perhatiannya, Alexa berbeda. Gadis itu seperti kucing yang mengeluarkan kuku tajamnya, menyerang siapa saja yang datang mengancam.