Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Sang Majikan
Nikmat Tiada Tara
Axel menggerakkan kedua tangannya maju mundur di batang kenikmatannya yang sedang mengeras dan berotot sempurna. Hasratnya semakin menggila, tapi usaha lelaki itu tak kunjung mendapatkan titik puncaknya. Keringat dingin semakin membanjiri tubuh atletisnya yang terasa sangat menggelora. Sungguh, ia begitu mendamba. Benda kokoh nan panjang itu membutuhkan benda lain yang lebih lembut dari tangan kekarnya.
Tiba-tiba sepasang tangan lentik menyentuh kedua tangan Axel dari belakang. Tentu saja lelaki tampan itu terkejut dan menghentikan gerakannya sesaat. Sebab, dia pikir hanya ada dia di toilet Lounge ini.
"Butuh bantuan, Tuan?" ujarnya dengan nada lembut dan menggoda. Tanpa Axel sadari kedua tangannya sudah digantikan oleh tangan lentik itu.
"Aahhh…." Tak terasa Axel mendesah saat kulit batangnya yang begitu sensitif itu diurut oleh tangan hangat si wanita dengan lembut. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Karena sedetik kemudian wanita tadi menghentikan gerakannya. Axel berniat untuk melayangkan protes. Hanya saja belum sempat ia mengucapkan sepatah kata. Tubuhnya mendadak diputar seratus delapan puluh derajat. Sehingga mereka kini saling berhadapan.
Gadis itu tersenyum menggoda saat bertemu pandang dengan mata sayu Axel yang terlihat penuh kebingungan tapi butuh kepuasan. Lalu perlahan ia menurunkan badannya. Sampai di depan batang yang sedang tegak menjulang itu ia berhenti. Tangannya kembali menggenggam benda itu. Kemudian tanpa sungkan ia mulai mengulumnya bak anak kecil yang memakan es lilin.
Perasaan Axel langsung terbang ke angkasa raya. Kepalanya mendongak dengan mata yang merem-melek tak beraturan. Bibirnya tak bisa menahan desahan demi desahan nikmat yang baru dirasakannya. Kedua tangan Axel terangkat dan menggenggam ujung atas cermin besar di depannya. Ia mengempiskan perutnya yang rata agar memperkuat otot batangnya. Desiran darahnya yang menggebu-gebu mengantarkan gejolak asmara yang bertumpu pada satu titik dalam jiwanya. Hasratnya menuntut lebih.
Tak berselang lama, lelaki yang masih menggunakan jas hitam, kemeja abu-abu dan celana bahan yang sudah melorot hingga mata kaki itu merasa sudah tak tahan lagi. Axel memegang kepala gadis itu. Tentu saja hal itu membuat gerakan gadis tadi langsung berhenti begitu saja. Ia melayangkan tatapan penuh tanda tanya tanpa melepas es krim daging yang sedang dinikmatinya. Axel tak memberikan jawaban. Hanya saja ia mengangkat kedua pundak gadis itu pelan-pelan.
Entah mendapat bisikan dari mana. Axel langsung mencium bibir gadis itu dengan penuh gairah. Tak mau kalah dengan Axel. Sang gadis pun membalas setiap cumbuan Axel dengan seimbang. Mereka saling mencium, memagut dan menyedot satu sama lain.
Tangan Axel mulai melucuti seragam waitress yang dipakai si gadis tanpa melepaskan ciumannya. Sementara si gadis sesekali mengalungkan tangannya di leher Axel dengan manja. Axel menurunkan ciumannya. Karena mulai bosan. Ia mengekspos setiap inci leher gadis itu dengan cumbuan.
Tak bisa dipungkiri bibir si gadis pun terus berdesis seperti ular. Badannya juga mulai meliuk-liuk seperti penari perut tatkala tangan kekar Axel mulai menjelajahi tubuh idealnya. Kedua bukit kembar si gadis pun menjadi tempat pendaratan bibir Axel selanjutnya. Dengan ganas dan penuh nafsu ia memainkan kedua gunung daging itu secara bergantian. Bulatan di puncak gunung semakin mengeras. Membuat Axel semakin bersemangat menyedotnya. Ia tampak seperti seorang bayi raksasa yang sudah lama ia tidak menyusu ibunya. Makanya dengan rakus Axel terus menyedot kedua benda itu secara bergantian.
Tangan nakal Axel mulai menyusup ke dalam rok ketat wanita itu yang setinggi lutut. Jemarinya menyibakkan rimbunnya rambut-rambut halus yang menutupi goa kenikmatan si gadis.