/0/14428/coverorgin.jpg?v=e673db163036ee391c656ce0b40786ba&imageMogr2/format/webp)
"Ghe ke sebelah sini deh biar menara Eiffel nya keliatan jelas," Naya menarik lengan Ghea hingga mereka tepat berada di depan menara Eiffel.
Tanpa banyak berargumen Ghea menuruti perkataan Naya, mereka tengah asik berfoto ria di depan menara Eiffel yang tampak sangat indah juga tinggi, setinggi harapan orang tua pada anaknya. Liburan ke Paris Prancis masuk dalam daftar list negara di Eropa yang harus mereka jelajahi.
Berlibur mengunjungi beberapa negara di Eropa bersama, adalah sebagai hadiah karena telah lulus S1 pada tiga bulan yang lalu. Hadiah yang teramat besar untuk ukuran lulus kuliah S1. Mereka adalah sahabat dari sejak zaman SMP hingga sekarang.
Kepribadian yang bertolak belakang tak membuat keduanya sungkan sampai bersahabat cukup lama. Ghea yang memiliki karakter cukup cuek dan ceplos ceplos merasa bahagia memiliki Naya yang kalem dan perhatian. Keduanya sudah seperti kakak beradik yang saling melengkapi, mereka bahkan banyak menghabiskan waktu bersama hingga pernah satu kosan selama satu tahun pada masa kuliah.
"Kita pose kayak gini ya Ghe," Naya memperagakan posenya dengan mata melotot dan tersenyum lebar sambil menampilkan deretan gigi putihnya.
"Kayak Joker, Nay," spontan Ghea tertawa ngakak melihat ekspresi aneh Naya.
"Iiii enggak apa-apa biar lucuuuu," Naya kekeuh dengan keinginannya. Meski benar apa yang dikatakan sahabatnya, Naya seperti Joker.
"Ya udah iya iya."
Pose aneh dan lucu tak henti mereka praktekan, hingga puluhan foto memadati galeri mereka dapatkan. Keduanya terlihat asyik menikmati momen itu, tak ada secuil kesedihan pun yang terpancar dari keduanya. Mereka seperti terbang setinggi mungkin tanpa takut terjatuh.
Padahal, rasanya baru kemarin keduanya merasa stres karena skripsi yang tak kunjung usai. Bolak-balik untuk bimbingan sampai begadang hingga pagi tiba untuk merevisi. Bahkan Ghea yang hobi tidur terjaga sepanjang malam untuk sebuah benda melelahkan ini , juga Naya yang tak suka kopi terpaksa minum kopi agar matanya melek. Tapi kini, hal itu tak bersemayam dalam pikiran mereka lagi. Hal itu telah sirna dengan datangnya hari ini.
Triinggggg.....
Bunyi panggilan telepon.
"Handphone aku bunyi deh kayaknya," Ghea langsung mencari sumber suara itu di tas miliknya. Ketemu.
"Bentar Nay, bibi Yu nelpon," Ghea sontak menepi sedikit menjauhi kerumunan orang.
"Halo bibi Yu..." Ujar Ghea.
"Nyonya kecelakaan Non."
Tanpa menjawab sapaan majikannya, Bibi Yunita tiba-tiba mengatakan kalimat yang tak terbesit sedikit pun dalam benak Ghea. Selengkung senyum cerah gadis itu ketika menjawab panggilan dari Bibi Yunita seketika pudar. Kebahagiaan dan kesenangan yang menyelimuti dia selama ini hilang bagai ditelan bumi, entah molekul apa yang dapat menariknya.
"Keadaan Bunda sekarang gimana Bi?" Ghea panik khawatir luar biasa, dia bahkan berusaha menyeka air mata yang ingin keluar.
"Mobilnya masuk jurang, Nyonya belum ditemukan," tutur Bibi Yunita.
Handphone yang Ghea letakkan di telinga kanannya langsung terjatuh usai mendengar kalimat itu. Tatapannya kosong, keramaian yang mengelilingi dia bagai angin lalu. Kini dia seperti di tengah hutan besar sendirian tak tahu harus bagaimana.
Peristiwa yang tak pernah secercah pun berada di otaknya, kini ternyata sedang menimpanya. Hatinya hancur remuk menjadi pecahan perca yang berserakan tak menyatu. Matanya terpaksa mengeluarkan buliran bening, tidak dapat dibendung lagi. Mulutnya diam membisu tak bersuara.
Naya melihat Ghea menjatuhkan ponselnya seketika berjalan menghampiri. Dia tampak bingung dengan keadaan sahabatnya, senyum manis dan tawa renyah yang dari tadi mengisi hari berubah menjadi tangis pilu yang menjadi.
"Ada apa Ghe? Kamu baik-baik aja kan?" tanya Naya bingung dan khawatir sambil memegang kedua pundak Ghea.
"Ini mimpi kan Nay?" Gadis itu mengatakannya dengan tangis yang menyertai.
"Aku harap ini mimpi Nay," tatapan kosong terpampang nyata di wajahnya.
"Ghe ada apa, katakan dengan jelas!" Naya mengangkat suaranya hingga membuat orang-orang sekitar menoleh pada mereka, berusaha menanyakan apa yang sebenarnya membuat sahabatnya seperti ini.
"Bunda kecelakaan, dan belum ditemukan," Ghea akhirnya mengungkap akar dibalik tangis pilunya.
"Apa?" Naya tercengang dengan ucapan mengejutkan yang kedua telinganya dengar.
"Tapi maksud aku bagaimana bisa… Anu… Bunda..."
Naya terbata-bata tak tahu harus mengatakan apa. Ribuan Kosa kata yang dia hafal tiba-tiba sulit untuk diucapkan.
Naya dengan segera memeluk Ghea cukup erat. Dia berharap setidaknya ini mungkin bisa membuatnya tenang meski hanya sesaat.
"Ghe kamu tenang dulu ya, Bunda pasti ketemu kok," kata Naya seraya mengusap-usap lembut rambut gadis malang ini.
"Bunda pasti ketemu dan masih hidup kan Nay?" Lirih gadis itu yang tengah menangis sejadi-jadinya dalam pelukan hangat seorang sahabat.
Naya hanya mengangguk-angguk serta turut hanyut dalam tangis yang mengiringi Ghea. Betapa tak menyangka atas apa yang terjadi, panggilan telepon dari kepala pembantu rumah, sontak menghantam keras hati mereka. Remuk berkeping-keping. Berniat untuk healing hingga pergi berlibur mengelilingi benua Eropa, ternyata justru terjadi peristiwa tragis yang membuat tangis.
Keramaian orang-orang yang terbius oleh pesona menara Eiffel hanya berlalu lalang melewati mereka. Menara Eiffel yang tampak begitu indah membuat setiap mata tak berkedip, saat ini terasa tak berarti. Kebahagiaan yang dua hari ini mereka habiskan di Paris hilang tersapu ombak yang menerjang.
Menara Eiffel. Tempat impian banyak insan menjadi saksi bisu momen bersejarah dalam hidup Ghea. Sunrise dengan sorot cahaya matahari pagi hanya menjadi sesuatu yang menghentikan bahagia. Berpasang-pasang mata menatap indahnya menara Eiffel membuat keduanya tak berpaling dari kesedihan saat ini.
Bahkan sekarang hanya untuk bernapas saja, rasanya begitu menyakitkan.
Ghea Alexandra Anandyta
***
"Ghe mau makan apa? Biar aku pesenin ya?" tanya Naya.
Gadis itu hanya diam menatap gumpalan awan dari balik jendela pesawat. Tatapannya kosong, ternyata bukan gumpalan awan yang dia lihat, melainkan rantaian kisah bersama sang Bunda yang berterbangan di kepalanya.
"Ghe," panggilnya lagi, kini tangannya mendarat di bahu kiri Ghea.
"Iya," Gadis itu tersadar dari lamunan panjang.
"Makan yah, mau pesen apa? Biar aku pesenin."
"Enggak Nay, kamu aja. Aku enggak laper."
"Tapi kamu belum makan loh dari tadi, nanti kamu bisa sakit," Naya berusaha membujuk agar gadis itu mau makan. Tak apa meski hanya satu dua suap, asalkan ada sesuatu yang masuk ke dalam perutnya untuk mengisi energi.
"Enggak akan sakit kok Nay, nanti aku makan kalau laper. Kamu duluan aja."
Ghea kembali menatap awan dari balik jendela pesawat. Rentetan cerita dengan Bunda melayang dipikirannya. Gadis yang usianya belum mencapai seperempat abad itu teringat ketika terakhir kali telponan dengan sang Bunda kemarin malam. Waktu itu Bundanya menanyakan apakah Ghea masih lama mengunjungi beberapa negara dibenua Eropa, sang Bunda terlihat sudah merindukan dirinya.
/0/18497/coverorgin.jpg?v=d760ded4542f05140b1b8aed65f609d5&imageMogr2/format/webp)
/0/4821/coverorgin.jpg?v=9f3800f7f4ab842ad4589b0ae30420e0&imageMogr2/format/webp)
/0/17092/coverorgin.jpg?v=fec40468b37cae2a9024b96e0743db0f&imageMogr2/format/webp)
/0/14542/coverorgin.jpg?v=15786a530a0c64c4d36206dfe649942e&imageMogr2/format/webp)
/0/15297/coverorgin.jpg?v=e31f38dd7611196f64a6e63983a56e2a&imageMogr2/format/webp)
/0/4793/coverorgin.jpg?v=b05d912cb7a7054a4a624080113e86aa&imageMogr2/format/webp)
/0/5469/coverorgin.jpg?v=eb81fe963df4828ea1b7a96de6ae479b&imageMogr2/format/webp)
/0/2837/coverorgin.jpg?v=45ff671bfede1914a9fc794f885d7f4c&imageMogr2/format/webp)
/0/10937/coverorgin.jpg?v=95294e4cff5a968434adf67880f651ef&imageMogr2/format/webp)
/0/2715/coverorgin.jpg?v=a40b444bd848e0b9d36ea877786ba2fe&imageMogr2/format/webp)
/0/18054/coverorgin.jpg?v=ee6b40dded5ebae5bd3ce0c38568eeea&imageMogr2/format/webp)
/0/6657/coverorgin.jpg?v=de649b1a1ee57a9b54074c1e3f1503c9&imageMogr2/format/webp)
/0/6360/coverorgin.jpg?v=15359252c95c270c7a9067063be40fb0&imageMogr2/format/webp)
/0/3024/coverorgin.jpg?v=d0a70ec43900c698b0224e61a30f845d&imageMogr2/format/webp)
/0/4598/coverorgin.jpg?v=621e4494b871513a7c679f6ee53abe05&imageMogr2/format/webp)
/0/12488/coverorgin.jpg?v=ec1cda93ecb53034b14d4f76314535c2&imageMogr2/format/webp)
/0/13574/coverorgin.jpg?v=090fefa5c011d6b6c17ca5e5abf9724a&imageMogr2/format/webp)
/0/2647/coverorgin.jpg?v=5ac96eafb64a5652c4a3110785d3957c&imageMogr2/format/webp)