Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Khusus pembaca yang pernah mengalami gejolak hasrat cinta dan birahi masa remajanya, tentu kisahku ini akan sedikit memberikan kesan dan nostalgia terindah masa-masa remajanya.
Sengaja kusajikan utuh memotret masa beberapa tahun yang lalu, agar siapapun yang pernah merasakan bangku SMA dan dunia perkuliahan, bisa lebih menghayatinya. Namun demikian pada beberpa bab kisah ini hanya cocok buat dewasa karena mengandung adegan dewasa, mohon bijak dalam memilih bab-bab tertentu.
Biar Cinta Bicara.
Aku mengenalnya dalam sebuah insiden kesalah-pahaman yang sangat memalukan. Kami sekolah di SMA yang sama, namun jurusan dan kelas berbeda. Dia kelas Sosial sedangkan aku IPA. Jadi wajar jika sebelumnya kami tidak saling kenal karena letak kelas yang berjauhan.
Secara fisik, dia termasuk kriteria primadona sekolah. Selain cantik dan memiliki postur tubuh yang seksi nan proposional, dia juga sangat easy going dan supel dalam bergaul. Namun sayangnya terlalu banyak gosip buruk yang beredar tentang dirinya.
Dia memiliki predikat anak broken home, ratu toge, boomsex dan punya label cewek nakal lainnya, bahkan banyak juga yang mengatakan dia seorang cewek bispak. Deretan predikat buruk itulah yang membawaku terpaksa harus mengenal dan akhirnya sangat dekat dengannya.
Ketika itu, tak lama setelah bel jam istirahat berbunyi, aku, Aldy, dan Farel, seperti biasa bergegas hendak menuju kantin. Namun tiba-tiba kelas dihebohkan dengan kedatangan seorang siswi yang marah-marah sambil mencari-cari seseorang yang bernama Egar, ya itu namanku.
Setelah bertanya pada salah seorang teman sekelasku, siswi yang sepertinya sedang dilanda amarah tingkat dewa itu langsung menatapku dengan sorot mata yang menghujam serta raut wajah yang sangat tidak bersahabat diliputi angkara murka.
“Heh, Egar! Lu cowok macam apa sih? Jadi cowok mulutnya kok lemes amat! Mulai sekarang mendingan lu pake rok aja jangan celana panjang!” Tiba-tiba siswi itu menghardikku dengan sangat arogan, tanpa tedeng aling-aling.
Aku yang merasa tidak punya salah padanya, hanya sekilas menatapnya lalu pergi berlalu tanpa menghiraukannya. Diperlakukan demikian, rupanya cewek arogan itu semakin emosi.
Dia menarik sebelah tanganku dengan sangat kasar hingga tubuhku berbalik menghadapnya, “Jawab lu, bangsat!” bentak cewek sinting itu.
Tampaknya dia meminta jawaban atas hardikannya. “Eh, lu kenal gua gak?” tanyaku dengan nada yang tetap tenang. Lebih tepatnya ditenang-tenangkan.
“Nama lu Egar kan? Lu ngebacot jelek-jelekin gua di depan anak-anak kelas tiga IPS kan? Pake bilang gua cewek bispak segala, maksud lu apa?” Siswi yang sepertinya sedang mabok ikan asin itu semakin nyolot.
“Heh, lu tahu nama panjang gua, gak?” jawabku dengan pertanyaan. Dan aku tetap berusaha tetap tenang, tidak terpancing emosi agar suasana tidak semakin memanas. Menurut mama, menghadapi wanita yang sedang murka, tidak boleh sembarangan.
“Hah, apa pentingnya gua mesti tahu kepanjangan nama lu segala, Cot!” Dia menjawab masih dengan nada tinggi dan emosional.
“Mbak yang cantik, denger ya. Situ gak kenal gua, begitupun sebaliknya. Gua bahkan gak tahu siapa nama lu. Gimana mungkin gua bisa jelek-jelekin elu?” jawabku dengan suara yang masih tetap tenang dan datar.
Aku yakin, ucapanku cukup bisa menyentak kesadarannya, hal tersebut bisa kulihat dari beberapa saat lamanya dia diam tertegun menatapku tanpa bicara. Tampaknya mulai faham dan sadar dengan kesalahannya.
Tak berapa lama kemudian muncul seorang siswi lainnya yang juga tidak kukenal. Dia menarik tangan Regina dan membisikan sesuatu padanya. Lalu tanpa bicara apapun, mereka pun keluar kelasku. Sekilas aku masih bisa melihat tatapan liar dan benci dari cewek sinting yang sepertinya masih menyimpan amarah dan dendam padaku.
“Bro, kalau habis make cewek bispak, bayar dong. Lu malu-maluin kita aja!” bisik Aldy tendensius.
“Kampret, lu!” bentakku tanpa melihat ekspresi Aldy yang pastinya cengengesan, senang mendapati aku terkena damprat orang tak dikenal.
“Sungguh terlaluh, Bang Rhomah! Berapa sih harganya cewek itu? Kenapa lu sampai ngutang gitu, Bangt? Rusak deh reputasi Trio Cogan Masya Allah di sekolah ini!” timpal Farel tak kalah kampretnya.
“Kuampret lu pada!” Aku hanya bisa membentak kesal.
Sungguh biadab sekali dua sahabatku ini. Ketika aku dicecar oleh siswi sinting itu, mereka hanya diam membisu dengan sama sekali tidak melakukan upaya pembelaan dalam bentuk apapun. Namun setelah semua berakhir, mereka malah berkomentar julid layaknya para netizen zaman now.
“Maaf sodara-sodara, untuk saat ini, adegannya cukup sampai di sini dulu, kita lanjut bab selanjutanya besok, oke?” Farel tiba-tiba berbicara di hadapan semua orang yang sejak tadi melongo dan menonton pertengkaran singkat antara aku dengan siswi aneh itu.
“Huuuuuuuh!” Nada kecewa menggema di seantero kelasku. Lalu semua tertawa-tawa sambil berebut keluar kelas hendak ke kantin.
Setelah itu semua berjalan normal, namun beberapa teman lainnya masih memandangku dengan tatapan penuh curiga. Mereka pasti bertanya-tanya, ada apa antara aku dengan siswi sinting itu. Ya, jangankan mereka, aku sendiri tidak tahu dan tidak mengerti mengapa semuanya harus terjadi.
‘Mimpi apa aku tadi malam? Dosa apakah yang kuperbuat pada Mama, sampai-sampai harus dipermalukan seperti ini oleh seseorang yang sama sekali belum kukenal?’ Hanya itu pertanyaan yang masih tersisa dalam dadaku.
Ketika jam pelajaran sudah berakhir dan kami pun berhamburan keluar kelas hendak pulang. Tiba-tiba seorang cewek yang tadi mengajak siswi itu keluar dan pergi dari kelas, datang kembali menemuiku.
“Gar, kenalin gua Jeslyn, anak kelas tiga Sos,” sapa cewek yang cantiknya sebelas dua belas dengan temannya, cewek sangar itu. Dia mengulurkan tangan mengajakku bersalaman. Aku segera menyambutnya tanpa menyebutkan nama karena yakin dia sudah kenal namaku.
“Ada apa lagi, Jes?” tanyaku datar dan sedikit ketus. Saat melihat wajah Jeslyn, aku langsung kembali teringat pada wajah cewek sinting itu yang membuat onar tak karu-karuan bikin kesal dan jengah.
“Gar, bisa ikut gue gak sebentar? Ada yang mau diomongan sama lu, penting banget!” Jeslyn bicara dengan mimik yang serius.