Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
4.8K
Penayangan
5
Bab

Siapa yang ingin menjalakan kehidupan seorang diri, meratapi kehidupan dan bergantung pada kemampuan diri sediri dengan upayanya. Semua perjuangan itu hancur seketika, saat Reina kehilangan kehormataannya di usia 17 tahun tepat pada saat hari pelulusan sekolah. Reina yang hampir putus asa dipertemukan dengan Jemmy, lelaki itu kemudian menyelamatkan hidup Reina dan menikahinya. Tapi siapa sangka, bahwa Jemmy ternyata seorang lelaki hypersex berhasil memberikan pengalaman seksual untuk Reina. Akan tetapi, semua itu tidak berlangsung lama. Jemmy meninggalkan Reina setelah mengalami keguguran. Hal itu membuat Reina harus menjalani kehidupan gelap demi menyelamatkan hidupnya. Reina terpaksa menjadi pelayan diskotik dan melakukan kegilaan lainnya. Bagaimana Reina bertahan hidup dan menutupi sisi gelap dalam dirinya? Follow IG : Ayyana Zoe

Bab 1 Tragedi Toilet Sekolah

BRAK!!!!

Pintu kamar mandi terbuka, Reina terbelalak melihat sosok

lelaki di hadapannya. Reina segera menurunkan roknya yang tersingkap, dia

berusaha menutupi tubuhnya agar tidak terlihat bentuk tubuhnya. Sayang sekali,

lelaki tersebut sudah melihat apa yang berusaha tidak ditampakkan oleh Reina.

"Pak Theo!!!" pekik Reina terkejut.

Mendengar Reina memanggil namanya, lelaki yang bernama Theo

itu segera menutup pintu kamar mandi dan menguncinya. Melihat hal itu, Reina

sangat ketakutan. Dia mulai bingung harus melakukan hal apa di toilet bersama

seorang guru lelaki.

Reina berpikir, dia akan berteriak agar seseorang

menolongnya. Akan tetapi, sebelum hal itu dilakukan, Theo segera menyumpal

mulutnya dengan kedua tangannya. Kedua bola mata Reina menyala, dia tidak dapat

berbuat apa pun terutama saat Theo menghimpit tubuhnya ke dinding.

"Diam! Jangan berteriak!" ancam Theo.

"A-apa yang akan akan Bapak lakukan?"

"Saya sudah lama memerhatikan dirimu, Reina. Tubuhnya sangat

indah dengan bentuk tubuh yang memesona, dua gundukan bukit kembar ini juga

tampak menonjol dengan sempurna. Kamu sangat manis sayang, tentu saja saya

ingin menikmati tubuhmu ini."

Sentuhan demi sentuhan yang terasa kasar mulai menjalar

keseluruh tubuh Reina. Bukan mendapatkan kenikmatan, Reina justru merasa

ketakutan. Tetapi, Theo tidak mau berhenti untuk memberikan pijatan di tubuh

murid peremopuannya.

Reina menangis, tetapi tidak dapat berbebuat apa pun. Satu

persatu Theo melucuti pakaian milik Reina, dia berusaha menolak dengan menghalangi

menggunakan kedua tangannya. Sayang sekali, kekutan tangan Reina tidak

sebanding dengan kekuatan tubuh Theo.

"Pak, tolong jangan lakukan ini kepada saya. Lepaskan saya,

Pak. Sayang tidak ingin seperti ini."

"Lepaskan katamu? Bagaimana saya akan melepaskan mangsa yang

sudah saya tangkap? Tidak sayang, tentu saja tidak akan saya lakukan."

"Pak, saya mohon jangan melakukan apa pun."

"Tenang saja, saya akan memberikan kamu kenikmatan. Gadis

sepertimu tentu ingin mendapatkan pengalaman indah bukan? Saya akan memberikan

sebuah petualangan hebat yang tidak akan didapatkan sebelumnya."

Theo tidak mengindahkan permintaan Reina, tangannya menjalar

keseluruh tubuh dan memberikan sentuhan yang terasa aneh dan geli. Reina tidak

hentinya menangis, tapi dia tidak berbuat apa pun. Hal tersebut membuat Theo

murka.

Theo mengeluarkan sabuknya, lalu mengikat kedua tangan Reina

dengan sabuk tersebut agar tidak memberikan perlawanan. Semakin kencang

tangisan Reina, maka semakin keras pula tekanannya. Theo melumat habis tubuh

sang gadis, menyiskan beberapa cupang di sana.

"Pak Theo, kenapa Bapak membuka pakaian?"

"Kenapa katamu? Apalagi jika bukan..."

Theo menyeringai menunjukkan giginya yang berbaris rapi, senyuman itu awal

kehancuran Reina dimulai.

"Emph!!! Ja-jangan, Emph!!!" pekik Reina mencoba melakukan

perlawanan.

Theo menurunkan tubuh Reina agar berlutut di hadapannya, dia

membuka mulut Reina agar terbuka lebar dan memasukan adiknya yang sudah

terbangun. Dia memaju mundurkan kepala Reina seraya berlutut, saat itu perlawanan

dalam bentuk apa pun sudah tidak ada gunanya lagi.

"Ayo sayang, masukkan lebih dalam ke mulutmu," pinta Theo

seraya mendesah hebat.

Setelah permainan itu sudah berada di ujung tanduk, Theo

mengangkat tubuh Reina serta memangkunya. Dia mengambil alih kendali dan

berhasil memasukan benda yang sudah mengeras sempurna itu ke dalam lubang

kenikmatan miliki Reina.

Sekali kali lagi, Reina memekik meminta agar Theo

melepaskannya. Tapi, Theo tidak memedulikan hal itu. Dia terus menyetubuhi

Reina dengan paksa tanpa persetujuan sang gadis. Reina menangis, tetapi dia

tidak sanggup melakukan hal apa pun selain pasrah.

"Ah!!" pekik Theo seraya menumpahkan cairan putih di wajah

Reina.

"Ternyata kamu benar-benar masih perawan sayang, nikmat

sekali."

"Kenapa Bapak melakukan ini?" ujar Reina seraya menangis

tangisnya.

"Kenapa kamu menangis? Aku sudah memberikan kamu kenikmatan

bukan? Kamu pasti bersyukur telah mendapatkan ini."

Theo merogoh saku celananya, lalu mengeluar beberapa lembar

uang bergambar Soekarno-Hatta. Dia kembali meremas kedua bukit kembar miliki

Reina, lalu menyelipakan uang tersebuat dia antara dua gundukan itu.

"Dengar! Ini rahasia kita berdua, jangan sampai ada yang

tahu! Jika tidak, nyawamu akan melayang."

Satu kecupan di bibir Reina sebagai salam perpisahan,

setelah mengenakan kembali pakaiannya Theo meninggalkan kamar mandi tanpa rasa

bersalah. Sementara itu, Reina terus saja menangis. Dia tidak pernah menyangka

bahwa harga dirinya akan direnggut oleh guru olahraganya sendiri.

"Apa yang telah terjadi? Apa yang sudah dia lakukan padaku?

Tidak!!!" pekik Reina.

Dia menangis sejadinya, tetapi tidak mampu mengembalikan

kesucian yang telah tergadaikan. Air mata Reina tidak ada gunanya, hanya ada

kepedihan dan luka yang telah diberikan Theo. Reina segera membersihkan diri,

lalu mengenakan kembali pakaiannya.

Dia tidak tahu harus melakukan apa saat ini, tubuhnya

sempoyongan menahan rasa sakit akibat tubuhnya dipaksa masuk oleh benda asing.

Semua orang menatapnya, mereka melihat Reina tampak aneh. Wajahnya lusuh dan

jalannya lemah, belum lagi Reina terlihat menahan sakit.

"Re, kamu dari mana saja? Sejak tadi aku mencarimu," ujar

Yura seraya menangkap tubuhnya Reina yang tiba-tiba aneh setelah kembali dari

kamar mandi.

"Kenapa kamu diam saja? Apa yang terjadi? Kamu di kamar

mandi cukup lama, Reina?"

Reina hanya menggelengkan kepala, "tidak, aku baik-baik

saja."

"Ini surat kelulusanmu, ayahku sudah menjemput. Jadi aku

harus segera pulang,"

"Ya, hati-hati."

"Kamu tidak ingin ikut denganku? Aku akan meminta ayah untuk

mengantarkanmu ke panti."

Reina kembali memberikan gelengan kepala, dia menolak

tawaran Yura. Hidupnya sudah hancur, dia tidak ingin Yura mengetahui segalanya.

Reina hanya berusaha menyembunyikan yang terjadi di kamar mandi tersebut.

"Hidupku sudah hancur, bajingan itu sudah merenggut

segalanya," tangis Reina pecah.

Dia berjalan meninggalkan sekolah dengan langkah yang

semakin melemah, tidak tahu ke mana dia melangkahkan kakinya. Reina tidak

sanggup untuk pulang ke panti asuhan, dia tentu saja akan dicerca dengan

banyaknya pertanyaan.

Saat ini, Reina tidak ingin memberikan jawaban apa pun untuk

orang lain. Rasanya, Reina lemah dan tidak sanggup untuk melanjutkan hidup.

Selembar surat kelulusan itu dibukanya seraya melangkah menelusuri jalan.

Tulisan huruf kapital bertuliskan LULUS tersebut mampu

membuat setiap anak kelas dua belas bahagia. Sayangnya, Reina tidak merasakan

kebahagian tersebut selain rasa sakit dan rasa kecewa. Dia tidak menyangka

bahwa hidupkan akan berantikan akibat ulah bajingan berkedok guru.

"Re, kamu sudah pulang? Kenapa tidak masuk? Kenapa kamu dia

saja di luar?" tanya Bu Ratna, ibu panti yang sudah merawatnya sejak kecil.

"Ibu," tangis Reina seraya memeluk ibunya.

"Apakah kesalahan Reina di dunia ini, Bu? Kenapa Reina

terlahir begini? Kenapa nasib Reina harus begini?"

Reina mengajukan banyak pertanyaan yang tidak mampu dijawab

oleh Ratna. Mendengar pertanyaan Reina, Ratih juga merasa bingung. Dia tidak

tahu harus memberikan jawaban kepada anaknya yang kini sudah beranjak dewasa.

"Re, kanapa kamu datang secara tiba-tiba dan mengajukan

pertanyaan aneh begini?"

Reina kembali menggelengkan kepala, "hidup Reina sudah

hancur, Bu."

Reina kembali menangis, lalu dia lari meninggalkan tempat

Ratih berdiri. Dia merasakan keanehan terhadap Reina, tetapi sang anak tidak

pernah mengatakan apa pun padanya.

"Reina, apa yang terjadi?"

BERSAMBUNG...

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Ayyana Zoe

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku