Siapa yang ingin menjalakan kehidupan seorang diri, meratapi kehidupan dan bergantung pada kemampuan diri sediri dengan upayanya. Semua perjuangan itu hancur seketika, saat Reina kehilangan kehormataannya di usia 17 tahun tepat pada saat hari pelulusan sekolah. Reina yang hampir putus asa dipertemukan dengan Jemmy, lelaki itu kemudian menyelamatkan hidup Reina dan menikahinya. Tapi siapa sangka, bahwa Jemmy ternyata seorang lelaki hypersex berhasil memberikan pengalaman seksual untuk Reina. Akan tetapi, semua itu tidak berlangsung lama. Jemmy meninggalkan Reina setelah mengalami keguguran. Hal itu membuat Reina harus menjalani kehidupan gelap demi menyelamatkan hidupnya. Reina terpaksa menjadi pelayan diskotik dan melakukan kegilaan lainnya. Bagaimana Reina bertahan hidup dan menutupi sisi gelap dalam dirinya? Follow IG : Ayyana Zoe
BRAK!!!!
Pintu kamar mandi terbuka, Reina terbelalak melihat sosok
lelaki di hadapannya. Reina segera menurunkan roknya yang tersingkap, dia
berusaha menutupi tubuhnya agar tidak terlihat bentuk tubuhnya. Sayang sekali,
lelaki tersebut sudah melihat apa yang berusaha tidak ditampakkan oleh Reina.
"Pak Theo!!!" pekik Reina terkejut.
Mendengar Reina memanggil namanya, lelaki yang bernama Theo
itu segera menutup pintu kamar mandi dan menguncinya. Melihat hal itu, Reina
sangat ketakutan. Dia mulai bingung harus melakukan hal apa di toilet bersama
seorang guru lelaki.
Reina berpikir, dia akan berteriak agar seseorang
menolongnya. Akan tetapi, sebelum hal itu dilakukan, Theo segera menyumpal
mulutnya dengan kedua tangannya. Kedua bola mata Reina menyala, dia tidak dapat
berbuat apa pun terutama saat Theo menghimpit tubuhnya ke dinding.
"Diam! Jangan berteriak!" ancam Theo.
"A-apa yang akan akan Bapak lakukan?"
"Saya sudah lama memerhatikan dirimu, Reina. Tubuhnya sangat
indah dengan bentuk tubuh yang memesona, dua gundukan bukit kembar ini juga
tampak menonjol dengan sempurna. Kamu sangat manis sayang, tentu saja saya
ingin menikmati tubuhmu ini."
Sentuhan demi sentuhan yang terasa kasar mulai menjalar
keseluruh tubuh Reina. Bukan mendapatkan kenikmatan, Reina justru merasa
ketakutan. Tetapi, Theo tidak mau berhenti untuk memberikan pijatan di tubuh
murid peremopuannya.
Reina menangis, tetapi tidak dapat berbebuat apa pun. Satu
persatu Theo melucuti pakaian milik Reina, dia berusaha menolak dengan menghalangi
menggunakan kedua tangannya. Sayang sekali, kekutan tangan Reina tidak
sebanding dengan kekuatan tubuh Theo.
"Pak, tolong jangan lakukan ini kepada saya. Lepaskan saya,
Pak. Sayang tidak ingin seperti ini."
"Lepaskan katamu? Bagaimana saya akan melepaskan mangsa yang
sudah saya tangkap? Tidak sayang, tentu saja tidak akan saya lakukan."
"Pak, saya mohon jangan melakukan apa pun."
"Tenang saja, saya akan memberikan kamu kenikmatan. Gadis
sepertimu tentu ingin mendapatkan pengalaman indah bukan? Saya akan memberikan
sebuah petualangan hebat yang tidak akan didapatkan sebelumnya."
Theo tidak mengindahkan permintaan Reina, tangannya menjalar
keseluruh tubuh dan memberikan sentuhan yang terasa aneh dan geli. Reina tidak
hentinya menangis, tapi dia tidak berbuat apa pun. Hal tersebut membuat Theo
murka.
Theo mengeluarkan sabuknya, lalu mengikat kedua tangan Reina
dengan sabuk tersebut agar tidak memberikan perlawanan. Semakin kencang
tangisan Reina, maka semakin keras pula tekanannya. Theo melumat habis tubuh
sang gadis, menyiskan beberapa cupang di sana.
"Pak Theo, kenapa Bapak membuka pakaian?"
"Kenapa katamu? Apalagi jika bukan..."
Theo menyeringai menunjukkan giginya yang berbaris rapi, senyuman itu awal
kehancuran Reina dimulai.
"Emph!!! Ja-jangan, Emph!!!" pekik Reina mencoba melakukan
perlawanan.
Theo menurunkan tubuh Reina agar berlutut di hadapannya, dia
membuka mulut Reina agar terbuka lebar dan memasukan adiknya yang sudah
terbangun. Dia memaju mundurkan kepala Reina seraya berlutut, saat itu perlawanan
dalam bentuk apa pun sudah tidak ada gunanya lagi.
"Ayo sayang, masukkan lebih dalam ke mulutmu," pinta Theo
seraya mendesah hebat.
Setelah permainan itu sudah berada di ujung tanduk, Theo
mengangkat tubuh Reina serta memangkunya. Dia mengambil alih kendali dan
berhasil memasukan benda yang sudah mengeras sempurna itu ke dalam lubang
kenikmatan miliki Reina.
Sekali kali lagi, Reina memekik meminta agar Theo
melepaskannya. Tapi, Theo tidak memedulikan hal itu. Dia terus menyetubuhi
Reina dengan paksa tanpa persetujuan sang gadis. Reina menangis, tetapi dia
tidak sanggup melakukan hal apa pun selain pasrah.
"Ah!!" pekik Theo seraya menumpahkan cairan putih di wajah
Reina.
"Ternyata kamu benar-benar masih perawan sayang, nikmat
sekali."
"Kenapa Bapak melakukan ini?" ujar Reina seraya menangis
tangisnya.
"Kenapa kamu menangis? Aku sudah memberikan kamu kenikmatan
bukan? Kamu pasti bersyukur telah mendapatkan ini."
Theo merogoh saku celananya, lalu mengeluar beberapa lembar
uang bergambar Soekarno-Hatta. Dia kembali meremas kedua bukit kembar miliki
Reina, lalu menyelipakan uang tersebuat dia antara dua gundukan itu.
"Dengar! Ini rahasia kita berdua, jangan sampai ada yang
tahu! Jika tidak, nyawamu akan melayang."
Satu kecupan di bibir Reina sebagai salam perpisahan,
setelah mengenakan kembali pakaiannya Theo meninggalkan kamar mandi tanpa rasa
bersalah. Sementara itu, Reina terus saja menangis. Dia tidak pernah menyangka
bahwa harga dirinya akan direnggut oleh guru olahraganya sendiri.
"Apa yang telah terjadi? Apa yang sudah dia lakukan padaku?
Tidak!!!" pekik Reina.
Dia menangis sejadinya, tetapi tidak mampu mengembalikan
kesucian yang telah tergadaikan. Air mata Reina tidak ada gunanya, hanya ada
kepedihan dan luka yang telah diberikan Theo. Reina segera membersihkan diri,
lalu mengenakan kembali pakaiannya.
Dia tidak tahu harus melakukan apa saat ini, tubuhnya
sempoyongan menahan rasa sakit akibat tubuhnya dipaksa masuk oleh benda asing.
Semua orang menatapnya, mereka melihat Reina tampak aneh. Wajahnya lusuh dan
jalannya lemah, belum lagi Reina terlihat menahan sakit.
"Re, kamu dari mana saja? Sejak tadi aku mencarimu," ujar
Yura seraya menangkap tubuhnya Reina yang tiba-tiba aneh setelah kembali dari
kamar mandi.
"Kenapa kamu diam saja? Apa yang terjadi? Kamu di kamar
mandi cukup lama, Reina?"
Reina hanya menggelengkan kepala, "tidak, aku baik-baik
saja."
"Ini surat kelulusanmu, ayahku sudah menjemput. Jadi aku
harus segera pulang,"
"Ya, hati-hati."
"Kamu tidak ingin ikut denganku? Aku akan meminta ayah untuk
mengantarkanmu ke panti."
Reina kembali memberikan gelengan kepala, dia menolak
tawaran Yura. Hidupnya sudah hancur, dia tidak ingin Yura mengetahui segalanya.
Reina hanya berusaha menyembunyikan yang terjadi di kamar mandi tersebut.
"Hidupku sudah hancur, bajingan itu sudah merenggut
segalanya," tangis Reina pecah.
Dia berjalan meninggalkan sekolah dengan langkah yang
semakin melemah, tidak tahu ke mana dia melangkahkan kakinya. Reina tidak
sanggup untuk pulang ke panti asuhan, dia tentu saja akan dicerca dengan
banyaknya pertanyaan.
Saat ini, Reina tidak ingin memberikan jawaban apa pun untuk
orang lain. Rasanya, Reina lemah dan tidak sanggup untuk melanjutkan hidup.
Selembar surat kelulusan itu dibukanya seraya melangkah menelusuri jalan.
Tulisan huruf kapital bertuliskan LULUS tersebut mampu
membuat setiap anak kelas dua belas bahagia. Sayangnya, Reina tidak merasakan
kebahagian tersebut selain rasa sakit dan rasa kecewa. Dia tidak menyangka
bahwa hidupkan akan berantikan akibat ulah bajingan berkedok guru.
"Re, kamu sudah pulang? Kenapa tidak masuk? Kenapa kamu dia
saja di luar?" tanya Bu Ratna, ibu panti yang sudah merawatnya sejak kecil.
"Ibu," tangis Reina seraya memeluk ibunya.
"Apakah kesalahan Reina di dunia ini, Bu? Kenapa Reina
terlahir begini? Kenapa nasib Reina harus begini?"
Reina mengajukan banyak pertanyaan yang tidak mampu dijawab
oleh Ratna. Mendengar pertanyaan Reina, Ratih juga merasa bingung. Dia tidak
tahu harus memberikan jawaban kepada anaknya yang kini sudah beranjak dewasa.
"Re, kanapa kamu datang secara tiba-tiba dan mengajukan
pertanyaan aneh begini?"
Reina kembali menggelengkan kepala, "hidup Reina sudah
hancur, Bu."
Reina kembali menangis, lalu dia lari meninggalkan tempat
Ratih berdiri. Dia merasakan keanehan terhadap Reina, tetapi sang anak tidak
pernah mengatakan apa pun padanya.
"Reina, apa yang terjadi?"
BERSAMBUNG...
Buku lain oleh Ayyana Zoe
Selebihnya