Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
49
Penayangan
1
Bab

Cassandra Shin, seorang gadis SMA yang dibuat bingung dan galau oleh teman kuliah kakaknya. Kepedulian dan perhatian lelaki itu menegaskan rasa yang dimilikinya namun tak pernah diharapkan oleh Cassy. Bagi gadis itu, Kak Jeremy sudah dianggap sebagai kakak ketiganya setelah Rahel dan Theo. Namun pemuda itu seperti menutup mata dari fakta itu. Dia terus menerus muncul di sekitar Cassy dan membantunya lepas dari situasi-situasi sulit. Karena itulah Cassy tak bisa mengabaikannya begitu saja. Tindakan yang dilakukan Jeremy kerap membuat Cassy berdebar dan kepikiran, meski dia sudah mencoba mengendalikan hatinya. Di sisi lain, Cassy masih memiliki June yang meski belum menjadi pacarnya, seantero sekolah sudah mengetahui hubungan spesial mereka. Lalu, bagaimana kelanjutan kisah mereka? Mampukah mempertahankan perasaannya kepada June? Akankah Jeremy berhasil meluluhkan gadis itu agar berpaling kepadanya? Kepada siapakah hati Cassy akan berlabuh pada akhirnya?

Bab 1 01 - Siapa Gebetan Lo

"Baik, kalau tidak ada lagi yang ditanyakan, saya tutup pertemuan kali ini. Jangan lupa, ya, kerjakan tugas yang sudah saya berikan! Kalo bisa selesai malam ini, biar besok malam bisa malmingan sama do'i masing-masing!"

Kelas dibubarkan. Terdengar suara tawa riuh menyusul pernyataan penutup Pak Agung, salah satu dosen di prodi Manajamen Bisnis yang diambil oleh Jeremy.

"Siap, Pak!"

Jawaban mantap dari seorang cowok yang duduk di deretan bangku area tengah sukses menyita perhatian penghuni kelas. Sontak, ia menjadi bulan-bulanan.

"Wooo, gila, dijawab siap katanya, guys!"

"Mau malmingan sama siapa, sih, Jer? Semangat bener kayanya!"

Anak-anak lainnya ikut menggoda Jeremy. Sedangkan sebagian anak perempuan sudah gigit jari sendiri, melihat sosok cokiber berparas rupawan yang always single tiba-tiba menunjukkan gelagat yang tak diantisipasi.

"Jeremy, lo beneran udah ada cewek? Siapa, tuh? Anak kampus juga?"

Nah, lihat! Gadis yang duduk di meja depannya, Sasa, yang juga terkenal sebagai salah satu pengagumnya bertanya blak-blakan. Dia memang terkenal nekad dan selalu terus terang.

Jeremy baru mau membuka mulutnya menjawab, namun atensinya teralihkan melihat gadis berambut panjang dikuncir kuda itu melintasi bangkunya.

"Eh, lo langsung pulang, Hel?"

Perempuan berparas datar-cenderung-agak-judes itu menoleh, "Iya." Ia menjawab singkat.

"Gue anter!"

"Oke."

Percakapan yang super singkat dan padat itu berujung dengan sepasang muda-mudi ber-IQ tinggi itu meninggalkan kelas sambil berjalan berdampingan dengan akrab.

Sasa yang melihat itu langsung cemberut. Kedua alisnya naik, tidak terima diabaikan begitu saja.

"Sialan, gara-gara tu cewek tomboy, gue dikacangin!"

"Lagian, emang masih butuh dijawab? Udah jelas, kan, siapa yang bakal diajakin malming sama Jeremy?"

Gadis berambut panjang yang diwarnai pirang itu langsung bersungut kesal, "Diem aja, deh, lo, Rangga!"

* * *

Perempuan yang kini duduk di jok sebelah Jeremy itu adalah Rahel. Ia dan Jeremy sudah berteman-oh, atau lebih tepatnya bersaing sejak masih duduk di bangku SMP. Baik Jeremy mau pun Rahel, mereka dianugerahi otak jenius yang cepat menyerap pelajaran. Hal itu membuat keduanya selalu menjadi murid terpandai di sekolah mereka.

Hal itu yang menjadi alasan utama kenapa Rahel mau berteman dengan Jeremy. Karena ia ingin mengetahui rahasia belajar rivalnya sampai-sampai bisa menandinginya.

Yang lebih mencengangkan, keduanya selalu berada di sekolah yang sama semenjak SMP. Bahkan, kini mereka mengambil prodi yang sama di universitas yang sama pula. Walaupun Rahel awalnya sangat kesal dan marah kepada Jeremy karena dia merasa "dikuntili" olehnya, tapi mereka berhasil berdamai lagi.

Akan tetapi... kerapkali keakraban mereka disalahpahami oleh orang sekitar dan menimbulkan rumor-rumor miring yang amat dibenci Rahel. Karena itulah gadis itu sebisa mungkin meminimalisir interaksinya dengan Jeremy dan selalu duduk jauh dengannya di kelas.

Meski demikian, Jeremyry justru sama sekali tidak membatasi dirinya. Dia sering berkata dan berbuat yang membuat orang-orang makin salah paham.

"Jer... lo mending jujur sama gue sekarang. Lo suka sama gue?"

Jeremy mengernyitkan kening sesaat. Melihat wajah serius Rahel membuat dia langsung tergelak.

"Lo salah makan apa, deh? Ngaco banget."

"Terus kenapa lo ngomong gitu tadi? Lo kan jelas-jelas gak punya gebetan atau pacar?"

Jeremy tidak langsung menjawab. Dia menarik kopling mobil dan mengeluarkan mobilnya dari area parkir kampus.

"Sok tahu, ah," Jeremy menyengir, "Gue punya kok!" Ucapnya separuh bergumam.

Namun kata-kata itu masih bisa ditangkap telinga tajam Rahel. "Serius lo? Siapa?"

Jeremy tidak menjawab, hanya mengedikkan bahunya dengan raut misterius.

"Siapa, sih? Kasih tau dong, pelit lo!"

"Kepo banget, yang pasti bukan elo."

"Gue tanya Theo, nih!" Ancam Rahel sambil meraih gadget-nya dari tas jinjing yang ia pangku.

"Dia juga gak tau!" Jeremy memeletkan lidahnya dan tergelak puas.

Rahel sontak mendecak emosi, namun ia tak berkata-kata lagi. Kalau Theo aja nggak dikasih tau, maka ia tidak bisa melakukan apa-apa lagi.

Theo adalah abang tiri Jeremy, sekaligus tempat curhat pemuda itu. Meski berbeda ibu, keduanya sangat dekat sampai hampir tak ada yang saling dirahasiakan. Yah, sebenarnya itu juga bukan hal yang aneh, sih. Ibu Theo meninggal dunia saat melahirkan Theo. Dua tahun kemudian, ayahnya menikah lagi dan kemudian Jeremy lahir dan menjadi adik laki-lakinya.

Karena Theo samasekali tidak memiliki kenangan tentang ibu kandungnya, maka, mereka berdua sudah seperti saudara kandung sungguhan. Bahkan, Rahel bisa mengetahui perasaan Theo yang sebenarnya kepadanya bukan melalui mulut pemuda itu, melainkan Jeremy yang memberitahunya lebih dulu.

Bisa dibilang, Jeremy ikut berperan aktif dalam perubahan status Theo dan Rahel yang tadinya sebatas kenalan selewat menjadi sepasang kekasih.

"Lo beneran gak mau kasih tau gue? Gue bisa bantuin lo sama cewek itu loh, kalo mau," bujuk Rahel yang pantang menyerah begitu saja.

"Makasih banget, tapi gak perlu, Hel. Lo cukup jangan nolak tawaran gue aja untuk antar-jemput udah lebih dari cukup, kok."

Rahel menatapnya heran bercampur bingung. Namun, ia memilih untuk tidak memperpanjangnya lagi.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku