Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
5
Penayangan
1
Bab

Mungkin benar kata orang, bahwa kehilangan seseorang itu bisa merubah segalanya. Termasuk hidup kita. Bagai di terpa badai di tengah hujan, perlahan kebahagian itu mulai menghilang. Dia suka kebersamaan, tapi tidak suka perpisahan. Padahal kita tau, bahwa perpisahan itu bukanlah akhir dari segalanya. Namun tetap saja, rasanya akan sangat menyakitkan. Terlebih lagi, kehilangan seseorang yang sangat berharga dalam hidup kita. Kadang kita selalu bbertanya, kenapa harus hidup jika tidak pernah dianggap? Jawabannya sederhana saja! Karena Tuhan tau, setiap luka ada obatnya, dan setiap derita, suatu saat nanti pasti akan ada bahagia. Dia, Arzan Orion Megantara. Cowok yang penuh dengan misteri. Banyak rahasia yang ia sembunyikan. Pertemuannya dengan seorang gadis bernama Dara Auristella Maheswari, membuat hidup Arzan berubah. Kebahagiaan perlahan mulai datang kepada keduanya. Namun, tidak semudah itu untuk Arzan dan Stella bisa bahagia. Bagai teka-teki dalam kehidupan, banyak yang harus mereka pecahkan. Bisakah mereka melewati semua rintangan? Percayakan saja pada takdir Tuhan!

Bab 1 SMK Dharma Kusuma

"Terlalu lama berkelana, hingga lupa kalau dunia ini penuh dengan tipu daya."

FATUM

•••

Hari ini, tepat hari pertama seluruh siswa SMK Dharma Kusuma kembali masuk sekolah, setelah liburan kenaikan kelas. Dan tentunya dengan suasana baru.

Hampir semua pasang mata, kini tertuju pada satu objek. Barisan motor sport yang baru saja melewati gerbang sekolah. Mengalihkan segalanya, seakan pemandangan tersebut jauh lebih menarik dari apa pun.

Rombongan cowok itu baru saja masuk ke area parkir. Mereka adalah deretan most wanted yang di kenal seantero SMK Dharma Kusuma. Bukan hanya karena ketampanan saja, tapi juga karena kenakalan.

Ya, benar. Mereka memang sering membuat ulah, tapi masih dalam batas wajar. Bukankah seharusnya memang begitu? Nakal boleh, tapi bodoh jangan.

Satu per satu dari mereka mulai melepas helm fullface dan turun dari motor masing-masing. Aura badboy langsung kentara, saat melihat penampilan yang urakan itu. Abai akan sekitar, perlahan mereka berjalan dengan beriringan. Dengan gaya yang super cool, membuat para kaum hawa menjerit tak karuan.

Di barisan paling depan, ada Arzan, cowok dengan penampilan yang terkesan badboy dengan sejuta pesona. Rambutnya yang sengaja ia biarkan acak-acakan, justru membuat para gadis semakin menyukainya. Banyak yang menyukai cowok itu? Oh jelas, tidak usah diragukan lagi. Memangnya, siapa yang tidak tertarik dengan pesona seorang Arzan Orion Megantara? Cowok paling tampan, populer, terkenal dengan segala kelakuannya yang unik. Unik dengan artian yang sulit ditebak.

Di samping kanan Arzan, ada Rayazka Gibran Emilio, atau kerap disapa dengan nama panggilan Azka, si muka datar yang tak kalah tampan dari Arzan. Bisa dibilang, Azka itu orang paling waras diantara ketiga sahabatnya. Ketika mereka membuat ulah, cowok itu hanya bisa diam menyaksikan sambil geleng-geleng kepala, tidak habis pikir. Bukannya malu, tapi hanya bingung saja mau bereaksi seperti apa?

Kemudian, di belakang mereka ada Arkana Gibran Emilio. Ya, cowok dengan marga Emilio itu memang saudara kembar Azka. Selanjutnya, ada Mahardhika Putra Briantara. Cowok pemilik gigi ginsul dan senyum manis, serta rambut yang sedikit ikal.

Arka dan Dhika, dua manusia yang selalu menjadi rebutan murid-murid perempuan. Tebar pesona adalah hobi, modus adalah keahlian. Dua hal yang selalu dilakukan Arka dan Dhika untuk menarik perhatian. Duo playboy yang sayangnya selalu saja berhasil memikat para cewek dengan rayuan maut andalan mereka.

Baru saja sampai di koridor sekolah, berbagai pujian langsung menyambut kedatangan mereka.

"Kak Arzan minta wa-nya."

"Azka, woyy ... kok lo tambah ganteng, sih?"

"Kak, jadian sama gue, yok?"

"Yang kiri damage-nya nggak ngotak!"

"Dhika udah ada pacar, belum?"

"Kak Arka, mending jadian sama gue aja."

"Kak Arka sama kak Dhika, gombalin gue, dong."

"Arzan, i love you."

"Anggap seperti nyamuk," celetuk Azka yang berada tepat di samping Arzan. Cowok itu hanya mengangguk setuju, tanpa berniat untuk menjawab sepatah kata pun.

Arzan dan Azka dengan wajah santai, mereka terus berjalan tanpa mempedulikan teriakan para siswi, seakan sudah kebal.

Upss.

Nyatanya mereka memang sudah kebal dengan semua itu. Bukan hanya sekali dua kali, tapi hampir setiap hari mereka mendengarnya. Kuping terasa panas, mendengar teriakan yang begitu melengking dan memekakkan gendang telinga.

Sejenak, Arzan mengambil headset dari dalam saku celana, lalu memakainya agar tidak lagi mendengar suara bising itu. Berbeda dengan Arzan, Azka justru memilih untuk menyumpal telinganya dengan kapas.

Ribet? Oh tentu saja tidak. Menurutnya, itu jauh lebih baik daripada harus memakai headset dan mendengar lagu-lagu yang menurutnya sangat membosankan. Ya, Azka memang tidak suka mendengarkan musik. Tapi anehnya, cowok itu suka memainkan gitar sambil bernyanyi.

"Lo nggak salah, pake kapas kayak gitu?" tanya Arzan, dan hanya dijawab gelengan singkat oleh Azka.

Arzan hanya manggut-manggut saja, dan tetap fokus pada jalannya. Menengok sekilas, ia melihat kedua sahabatnya yang lain yang masih berada di belakang. Abai akan mereka, cowok dengan headset di telinganya itu semakin mempercepat jalannya. Diikuti pula oleh Azka.

Sedangkan Arka dan Dhika, tentu saja mereka sudah mulai mengeluarkan jurus andalan.

Satu hari tanpa tebar pesona, hidup terasa kurang bermakna. Namun tenang saja, meskipun playboy, Arka dan Dhika masih tetap menghormati wanita. Mereka boleh nakal, boleh urakan, tapi tidak dengan menyakiti perempuan.

Prinsip mereka 'mungkin kita memang suka mempermainkan wanita, tapi tidak dengan kehormatannya.'

Melihat Arzan dan Azka yang sudah mulai jauh, Arka dan Dhika pun ikut melebarkan langkah. Dengan tergesa-gesa, menyusul keduanya.

"Mau upacara atau enggak?" tanya Dhika saat jarak di antara mereka sudah tidak sejauh tadi.

"Kelas." Mereka hanya mengangguk paham. Sudah biasa, melihat Arzan yang sifatnya selalu berubah-ubah. Dan sepertinya, saat ini cowok itu sedang dalam mode datar. Biarkan saja, tidak lama lagi pasti juga akan berubah kembali.

XI AKL 2

Begitu tulisan yang terpampang di atas pintu kelas.

Kring ... kring ... kring ....

Bel upacara sudah berbunyi. Semua berlarian untuk menuju ke lapangan. Berbeda dengan ke empat cowok itu. Mereka mulai memasuki ruang kelas, dan duduk di tempat masing-masing. Arzan yang duduk dengan Arka, dan Dhika bersama Azka.

"Weh gila. Nggak kerasa, udah satu tahun kita libur," ucap Dhika mengawali percakapan.

"Satu tahun ndas mu." Arka melempar pulpen ke arah Dhika.

"Akhh, sakit bego!"

"Lo juga bego," sinis Arka.

"Lo lebih bego!"

"Sesama orang bego nggak usah saling ejek," sahut Azka tanpa melihat lawan bicara. Ia justru mengeluarkan ponsel dari saku celana, lalu mulai memainkan game online.

"Babang Azka kalo ngomong suka nggak di filter dulu. Pantes nggak ada yang mau," celetuk Dhika.

Azka melirik sejenak, "Daripada Lo? Pacaran nggak pernah di pilih," jawabnya tak kalah sadis, lalu cowok itu kembali fokus ke permainan.

"Sakit hati dedek. Abang jahat sama dedek."

"Jijik gue dengernya," kini giliran Arzan yang menyahut.

"Apa sal–"

Merasa terganggu, Azka kembali berucap dengan nada dingin. "Berisik!" singkat, tapi berhasil membuat Dhika diam seketika.

"Haha ... gitu aja gue udah ngakak dengernya," ucap Arka sambil tertawa terpingkal-pingkal.

"Humor Lo terlalu murah," balas Azka.

"Saudara syalan. Nyesel gue, punya kembaran kayak Lo."

"Lo pikir gue mau, punya kembaran kayak Lo?"

Skakmat!

Arka diam, tidak bisa menjawab. Ingin membalas pun tidak bisa, karena ujungnya pasti dia juga yang kena nista. Mungkin sudah nasibnya, selalu menjadi bahan bully.

"Mampus aja Lo, mampus," ejek Dhika merasa puas.

"Hushh ... pergi jauh-jauh," timpal Arzan.

"Bully aja, terus," ungkap Arka pasrah.

"Azab mem-bully orang ganteng," jawab Dhika, senang melihat penderitaan Arka.

"Eh bolos skuy," ajak Arka sambil tersenyum, membuat semua yang ada di sana langsung menatap jijik. Kalau cewek cantik, itu mah mending. Lah ini? Bukannya lucu malah mau muntah.

"Kita baru masuk hari pertama, dan Lo udah ngajak bolos? Bener-Bener sesat, Lo," jawab Dhika sok bijak. Padahal aslinya, dia yang paling senang kalau mereka sedang bolos. Ya begitulah manusia, terkadang ucapan dan tindakan tidak selalu sinkron.

"Eh kampret, Lo mau dihukum, gara-gara nggak ngerjain tugas?"

"Ha? Tugas apa? Lo nggak usah ngarang, dah!!" sontak saja, Arzan juga ikut panik.

"Tuh, tanya aja sama si muka datar," ucap Arka sambil melirik Azka yang sedang fokus dengan ponsel miliknya.

"Tugas apa?" tanya Arzan mendekati Azka, Dhika pun ikut mendekat.

"Nggak ada," jawab Azka singkat, tanpa mengalihkan pandangan.

Arzan dan Dhika menatap tajam ke arah Arka.

"Arka bego!"

"Tolol!"

Arzan dan Dhika langsung mengumpat kasar, melayangkan tatapan penuh kekesalan. Sedangkan sang pembuat ulah hanya tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Setelahnya hening, belum ada percakapan lagi.

"Kalian liburan pada pergi kemana?" tanya Arzan.

"Kalo gue mah, pergi ke Bali, banyak bule cantik, cuy," memang dasar, kalau sudah pakboy pikirannya nggak akan jauh-jauh dari cewek.

"Kayaknya Lo perlu di ruqyah, deh. Biar otak Lo bisa bersih," ujar Arka.

"Apa? Lo mau bilang kalo gue cowok buaya? Nyadar bego, Lo juga sama aja!" jawab Dhika, ngegas.

"Lah? Kok ngegas, lol?!"

"Lo yang mulai."

"Mau gue panggil ustadz ke sini?" tawar Azka ikut menimpali. Karena terlalu berisik, ia tidak bisa fokus bermain. Akhirnya, cowok itu memilih menghentikan permainan dan kembali meletakkan ponsel itu ke atas meja.

"Lo diem aja! Lo sekali ngomong pasti selalu buat emosi," sahut Arka mulai kesal sendiri. Azka hanya memicingkan matanya dengan malas. Apa salahnya? Dia hanya memberi tawaran, bukankah saudara yang baik?

"Kembali ke topik awal!" Dhika menyela, enggan mendengar drama saudara kembar.

"Apa?! Ribut, yuk?"

"Lo jual, gue beli!" Dhika berdiri, lalu menggulung lengan bajunya, ingin menantang.

"Ribut teross. Kayak cewek, Lo berdua. Lama-lama gue nikahin biar mampus," sambar Arzan.

"Lo mau nikahin gue sama Arka?" pertanyaan bodoh itu berasal dari Dhika. Membuat Arka dan Arzan ingin mengumpat kasar.

Bolehkah mereka menghujat Dhika? Kalau boleh, tolong beritahu. Agar mereka bisa menghujatnya dengan puas.

"Ciri-ciri nggak lulus TK ya gitu," sinis Azka.

"Bego natural, langsung dari sumbernya," tambah Arzan

"Emang sumbernya di mana?" tanyanya dengan raut wajah polos, siapa pun, tolong bawa Dhika pergi jauh.

"YA EMAK LO, LAH!"

"Salah lagi, salah lagi," ujar Dhika frustasi.

"EMANG LO SALAH BEGO!!" jawab kedua-nya.

"Sabar ... orang ganteng banyak yang iri," dengan percaya diri dia mengatakan itu sambil mengibas-ngibaskan tangannya, bermaksud sombong. Kalau bukan teman, mungkin Dhika sudah mereka buang ke benua Antartika atau Segitiga Bermuda.

"HEY KALIAN!" teriak seseorang.

Sontak, mereka langsung mencari arah sumber suara. Di sana, di ambang pintu, sudah ada Pak Santo yang berdiri dengan wajah sangar.

Pak Santo masuk ke dalam kelas. tubuh mereka menegang seketika, kecuali Azka yang masih tetap santai. Si muka datar, mah, mau bagaimana juga pasti stay cool.

"Bagus, bukannya ikut upacara malah leha-leha di kelas," geram pak Santo sambil menjewer telinga mereka satu per satu.

"Eh udah, Pak. Sakit, Pak," ringis Arka.

"Awshh! Pak, lepasin dulu."

"Apa? Mau melawan?!"

"Astaghfirullah ... masih pagi jangan marah-marah, Pak."

"Diam kamu!" Pak Santo semakin menarik telinga Dhika.

"Sakit, Pak. Lepasin dulu," pintanya memohon. Dalam hati dia mengumpat, karena merasa diperlakukan tidak adil. Yang lainnya sudah dilepaskan dari tadi, tapi kenapa dirinya belum?

Pak Santo melepaskan dan menatap nyalang ke arah mereka. Bukannya takut, rasanya malah ingin tertawa. Sebisa mungkin, mereka menahannya. Tidak mungkin juga kalau menyemburkan tawa di depan pak Santo. Bisa-bisa malah terkena ceramah satu hari satu malam.

"Udah tau, kan, apa yang harus kalian lakukan?" mereka mengangguk kompak, layaknya anak kecil yang sedang dimarahi.

"KALAU SUDAH TAU KENAPA MASIH DI SINI?! CEPAT LAKUKAN!!" bentak pak Santo yang sudah terlampau emosi.

Mereka saling pandang, seakan sedang mengisyaratkan sesuatu.

Sejurus kemudian.

KABUR!

"MAU KEMANA KALIAN? BERHENTI ATAU SAYA TAMBAH HUKUMANNYA?!" Teriak pak Santo. Namun percuma saja, karena mereka sudah hilang entah kemana.

Pak Santo hanya bisa memijit keningnya yang terasa pening karena menghadapi murid bandel seperti mereka. Sementara di tempat lain, Arzan dan ketiga temannya sudah berhenti berlari, karena merasa tidak dikejar.

"Sial, itu guru sadis banget. Main jewer telinga gue," keluh Dhika dengan napas tak beraturan.

Sekarang mereka sudah berada di rooftops. Kalau kalian pikir mereka akan menjalani hukuman, maka kalian salah!

'Selagi bisa kabur, kenapa tidak?' Bagi mereka, prinsip itu selalu menjadi andalan ketika akan di hukum. Daripada susah-susah, lebih baik cari yang enak saja.

Kalau ada yang mudah, kenapa harus cari yang sulit? Hidup itu perlu dinikmati, jangan terus dipikirkan.

"Pantes nggak ada yang mau, orangnya galak kayak singa," celetuk Arzan, diangguki oleh semua.

"Perjaka karatan," sambar seseorang tiba-tiba. Ya siapa lagi kalau bukan si Azka? Cowok itu selalu berkata dengan jujur, meskipun terkadang ucapan yang keluar dari mulutnya bisa jadi menyakitkan dan menyinggung sang lawan bicara.

Melupakan kejadian tadi, mereka memilih merebahkan diri di atas sofa yang tersedia. Dan mungkin, akan terus seperti itu sampai jam pulang sekolah?

Bolos? Tentu saja. Oh ayolah, mereka juga bukan murid teladan yang tidak suka bolos.

***

Arzan menjalankan motornya, membelah jalanan ibu kota yang ramai dengan pengendara lain. Sampai di perempatan, ia hampir saja menabrak seorang cewek.

Cittt!

Arzan mengerem motornya secara mendadak, membuat body belakang agak condong ke depan. Suara ban yang bergesekan dengan aspal, terdengar begitu nyaring.

"Eh, Lo kalau mau mati jangan di sini." Arzan menatap sinis ke arah seorang gadis yang berdiri di tengah jalan.

"Siapa yang mau cari mati? Jelas-jelas Lo yang bawa motor ugal-ugalan, malah nyalahin gue," jawab cewek itu.

Oh, shit!

Berani sekali, dia?

Arzan geram, kemudian melepas helm dan turun dari motor untuk menghampiri cewek itu.

"Lo itu ...." Arzan sengaja menggantung ucapannya lalu menunjuk gadis di depannya.

"APA?!" jawab cewek itu menantang.

"Cewek nggak waras," kata Arzan lalu kembali ke motor dan melajukan motornya.

Cewek itu diam sesaat, sebelum akhirnya berteriak kencang.

"COWOK GILA. AWAS LO KALO KETEMU GUE LAGI!!"

Pertemuan yang singkat namun sangat mengesalkan.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku