Aurora punya misi untuk membunuh ayah kandungnya sendiri atas penderitaan 24 tahun yang ia dan ibunya rasakan. Dalam misi balas dendam itu ada kebenaran yang perlahan terkuak. Sanggupkah ia membunuh ayah kandungnya sendiri? Bacalah kelanjutan ceritanya.
Pemandangan yang sungguh romantis, para penonton bersorak dan terlihat tersenyum melihat tontonan yang begitu menggelitik ulu hati.
Pasola restaurant menjadi saksi seorang lelaki tengah bertekuk lutut di depan perempuan cantik memakai dress biru tua, sedang menyatakan cinta kepada wanita pujaan hati.
"Damara Aurora, apakah kamu mau menjadi pacarku?"
Perempuan bernama Aurora lantas tersenyum senang menyaksikan sesuatu yang telah lama dinantikan.
"Aku mau," ucapnya sukses membuat tempat semakin riuh dengan sorakan penonton.
Aurora mengambil bunga mawar yang disodorkan oleh Gama Yoga Wardhana. Seorang pengusaha terkenal dari keluarga sangat terpandang.
Gama lantas berdiri dan langsung memeluk erat dengan perasaan gembira luar biasa karena cintanya telah diterima.
Pemandangan kota Jakarta di malam hari dari balik jendela besar juga ikut menjadi saksi bisu akan ketulusan cinta Gama. Namun, Gama tidak tahu jika Aurora hanya menjadikannya pion.
"Akhirnya, kamu masuk dalam perangkapku, kak Gama. Kakakku," batinnya dalam pelukan dengan mata menyiratkan dendam.
***
Di sebuah kamar tidur nan luas dengan dinding bercorak cream dan coklat menjadi tempat ternyaman untuk menenangkan pikiran.
Namun, tidak berlaku dengan pikiran yang ke mana-mana. Ia mengambil ponsel, mencoba menelepon seseorang.
Tidak lama panggilan tersambung. Aurora segera to the point.
"Aku berhasil menjadikan Gama sebagai pacarku, Bi. Dengan begitu aku sudah semakin dekat dengan tujuan menghancurkan mereka."
Irena, dari seberang sana tersenyum senang mendengar keponakannya memberikan kabar amat memuaskan dan membahagiakan, ia tidak sabar menunggu semuanya terjadi.
"Bagus, sayang. Bagus. Bibi sangat bangga kepadamu, kamu sudah mendekatkan diri dengan target yang telah menghancurkan kehidupanmu serta ibumu."
Aurora memejamkan mata, dada bergemuruh hebat menahan dendam di hati. Bayangan kondisi ibunya menjadi kekuatan besar untuk membalas apa yang sudah dilakukan orang tak bertanggung jawab, selama 24 tahun.
"Aku tidak akan membiarkan mereka berbahagia di atas penderitaanku. Mereka harus membayar apa yang sudah mereka lakukan kepada ibu," ujarnya dengan suara membara.
Aurora tidak akan pernah lupa tujuan ke Jakarta setelah 24 tahun yang lalu. Padahal sebelumnya tinggal di Surabaya bersama dengan sang bibi yang telah membesarkan dari kecil.
Jika ditanya perihal ibu. Ia bahkan tidak mendapatkan belaian kasih sayang ataupun obrolan manis. Itulah yang membuat perih. Ibu bernama Salena Kirana Salsabila tidak mengenali sebagai anak.
Dua puluh empat tahun Aurora hidup dengan penuh luka. Dan semua ulah dari seorang lelaki bernama Elviro Aditya Nugraha, ayah kandungnya sendiri.
Setelah sambungan terputus, Aurora duduk di kursi rias, menatap wajah menyedihkan dengan ekspresi datar.
"Elviro, kamu harus membayar apa yang sudah kamu lakukan. Sebentar lagi kehancuranmu akan tiba," geramnya dengan tangan kiri mengepal.
Satu tangan yang masih memegang ponsel memutar sebuah video, membuat Aurora semakin muak.
Keluarga Nugraha sangat terkenal di kalangan masyarakat dan para pebisnis. Pengusaha properti sukses itu selalu menjadi incaran media untuk meliput kehidupan mereka, tak terkecuali liputan 24 tahun lalu ketika lelaki tersebut menangis di hadapan dua gundukan tanah merah.
Di situ seolah nampak jika lelaki itu tengah berduka atas kehilangan istri beserta anaknya. Salena dan Freya Anatasya Nugraha, bayi yang masih berusia enam bulan.
"Dasar pembohong," teriak Aurora menghentikan video tersebut. Begitu marah melihat wajah penuh kesedihan ditunjukkan di hadapan kamera.
"Tega sekali kamu memalsukan kematianku dan ibu demi agar kebusukanmu tidak tercium oleh media. Lelaki sepertimu bahkan tak pantas lagi disebut sebagai ayah."
"Lihatlah, Freya yang kamu anggap telah tiada sudah menjadi besar dan namanya bukan lagi Freya melainkan Aurora."
"Jika Aurora artinya adalah fajar yang berarti matahari terbit untuk menyinari kehidupan gelap. Maka Aurora yang ini tidak ingin menjadi seperti fajar, melainkan menjadi lambang kematian untukmu, Elviro." Ia memandang wajah penuh dendam pada pantulan cermin.
Perempuan itu kemudian membuka sebuah laci, mengeluarkan beberapa kertas print. Terlihat wajah-wajah orang yang berhubungan dengan Elviro.
Pertama, gambar lelaki dewasa. Meski di usia hampir mendekati kepala lima, ia terlihat tampan dan sangat berwibawa. Segera saja Aurora melingkari wajah Elviro dengan tinta merah lalu menuliskan kata 'penjahat'.
Selanjutnya beralih kepada gambar seorang wanita modis berpenampilan memukau dan menor. Walaupun sudah tak terlalu muda, dia masih cantik. Aurora melingkari wajah perempuan tersebut.
"Kamu, kamu juga bersalah karena telah bermain licik di belakang ibuku," tunjuknya pada gambar wanita itu, dia Hazel, istri Elviro. Alias ibu tiri dari Aurora.
Berikutnya, foto seorang pemuda tampan yang tidak lain adalah Gama. Aurora juga melakukan hal sama, melingkari wajahnya.
"Kamu juga bersalah Gama. Karena kamu ada di antara mereka. Darah daging dari Elviro."
Aurora tertawa kecil.
"Aku juga darah dagingnya. Tapi tidak seberuntung kamu," lirihnya.
Mata itu mulai mengembun, iri dengan kehidupan yang dimiliki oleh kakaknya. Sedangkan ia terbuang. Dulu ketika kecil, Aurora harus terbiasa tegar ketika ditanya 'di mana ayahmu?'
Jika anak sudah tidak diakui dan dianggap meninggal, maka bukankah sepantasnya hal wajar Aurora menjawab ayahnya sudah tiada.
Bukan hanya itu demi menghindari bullying yang kerap kali didapatkan di sekolah, Aurora harus menjalani homeschooling demi menjaga mental tetap kuat di tengah keadaan memaksa untuk gila.
Aurora menatap lama foto terakhir, bukan foto terbaru seperti tiga foto lainnya, melainkan foto 24 tahun lalu. Jika pada foto tersebut perempuan itu sudah berusia 46 tahun, berarti sekarang dia telah berumur 70 tahun.
Dia adalah Windy Akila Marsha, nenek dari Aurora. Orang tua Elviro.
"Aku bingung, apakah nenek telah meninggal atau masih hidup. Dua puluh empat tahun lalu nenek diberitakan kecelakaan dalam pesawat yang ditumpangi, tetapi berita lain menyatakan jika nama nenek tidak ada dalam daftar penumpang pesawat."
"Maka kemungkinan bisa saja hari itu beliau tidak menaiki pesawat tersebut."
Bukan hal sulit mencari informasi keluarga Nugraha. Mereka sangat terkenal, wartawan selalu gencar mencari informasi tentang kehidupan keluarga itu.
"Ini sangat membingungkan. Jika nenek tidak ada di pesawat, maka beliau harusnya masih hidup dan kembali pulang ke rumah."
"Selama bertahun-tahun, tidak ada informasi di mana keberadaannya. Bahkan pencarian pun terpaksa dihentikan. Apakah nenek menghilang atau sudah tiada?"
"Sebenarnya, aku tidak punya masalah dengan nenek karena urusanku hanya kepada mereka bertiga, cuman aku penasaran apa yang terjadi sebenarnya?"
Akila bukan target dalam misi balas dendam, begitu berita terpampang di layar handphone, ia tidak bisa menahan diri untuk mencari tahu.
Jika telah buntu seperti ini, jalan pintasnya adalah bertanya langsung kepada Gama. Banyak hal harus dikorek dari sang kakak yang diterima menjadi pacar
Lucu sekali.
Andai Gama tahu, mungkin tidak akan pernah melabuhkan hati pada adiknya sendiri.
"Tunggulah kehadiranku di keluarga Nugraha. Akan kupastikan kalian semua hancur!"