Stefani terpaksa menerima tawaran Aron demi keselamatan Ayahnya. Nasibnya sungguh beruntung karena Tuan Zeon berhasil sembuh dari penyakit langka berkat dirinya. Sayangnya, kesembuhan Tuan Zeon bergantung kepadanya. Alhasil, Stefani terjebak dalam pekerjaannya. Menjadi pelayan pribadi Tuan Zeon. Ia bertugas membangkitkan sesuatu dalam diri Tuan Zeon yang telah lama mati suri. Akankah Stefani diperlakukan dengan baik oleh Tuan Zeon? Ataukah ia akan mendapatkan kekerasan karena Tuan Zeon terkenal dingin dan kejam?
Gadis bermata biru menggigil ketakutan di depan salah satu pintu kamar hotel bintang lima. Melirik jam di pergelangan tangan, waktunya akan tiba dua menit lagi. Gadis itu mencengkram erat jaket kebesaran yang dipakainya. Mencoba melawan ketakutan. "Kamu pasti bisa, ini tidak akan lama dan kamu akan mendapatkan bayaran yang setimpal," gumamnya lirih. Menghadirkan bayangan sang ayah yang tergeletak tak berdaya di rumah.
Ini adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkan uang dalam jumlah banyak dalam waktu singkat.
"Sudah waktunya untuk masuk, Nona Stef." Suara itu mengagetkannya. Stefani menoleh dan mendapati Aron berada di samping. Entah sejak kapan pria itu datang. Aron membukakan pintu dan segera menyuruh Stefani untuk masuk. "Lakukan tugasmu. Tuanku tidak pernah ingkar janji," pesan Aron sebelum Stefani benar-benar menghilang di balik pintu.
Jantung Stefani berdetak tidak karuan. Ia masih berusia sembilan belas tahun dan akan menarikan tarian erotis di depan pria asing. Pria yang dirumorkan berwajah buruk rupa dan punya temperamen yang buruk. Pria itu suka marah-marah semenjak kecelakaan menimpanya. Itu karena dia mengalami gangguan pada anggota tubuhnya yang tidak bisa merespon rangsangan apapun. Bahkan pria asing itu dikabarkan sudah berobat kemana-mana tetapi alatnya tidak bisa bangkit.
Mata Stefani memicing kala menemukan pria itu duduk di tepi ranjang. Sesuai pesan dari Aron, ia segera melepaskan jaketnya perlahan-lahan. Tubuhnya hanya berbalut kain tipis dan menerawang. Stefani berjalan perlahan-lahan mendekati pria asing tersebut. Gadis itu meliuk-liukkan tubuhnya dengan kaku. Jika penari striptease profesional memiliki tubuh yang lentur, Stefani sama sekali tidak berbakat. Gerakannya sangat aneh, kaku dan jauh dari erotis.
Pria asing itu mengangkat sudut bibirnya melihat gerakan Stefani yang seperti robot. "Ck, Aron sangat bodoh sekali. Kenapa mencari mainan robot bernyawa seperti ini?" batinnya. Dibiarkannya gadis itu menghampiri dan melihat wajahnya. Beberapa wanita akan menunjukkan reaksi jijik dengan mata terbelalak. Pria itu membenci reaksi seperti itu.
Stefani sudah semakin dekat. Dengan tangan gemetar, ia mengalungkan tangannya ke leher pria bernama Zeon Dago. Anak sulung pemilik Dago Grup. Perusahaan yang menguasai perekonomian hampir dua pertiga kota Arka. Stefani terlihat sangat canggung tapi berusaha profesional. Gadis itu mendekatkan bibirnya ke telinga Zeon. "Tuan, malam ini aku adalah milikmu," bisiknya dengan suara yang dibuat mendayu-dayu.
Zeon merasa merinding. Namun, masih tidak bergeming.
Stefani kembali menggoda Zeon dengan duduk di pangkuannya. Tampak dadanya membusung indah di balik kain tipis. Stefani dengan berani menuntun tangan pria itu untuk menjamahnya.
Zeon menurut saja, ia memegang salah satunya dan ternyata sangat pas di tangan. Pria itu meremasnya pelan dan masih mengamati apa yang akan dilakukan gadis dengan tangan gemetar itu. "Kau takut?" bisik Zeon.
"Tidak. Aku sudah menandatangani kontrak dan aku tidak takut."
Hem. Gadis yang sangat menarik. Dia berusaha menjadi liar demi biaya pengobatan Ayahnya. Itu informasi yang diberikan Aron. Gadis polos yang baru saja lulus akademi atas itu tampak begitu menggemaskan. "Kalau kau tidak takut, buka semua kain itu atau aku akan merobeknya."
Suara dingin dan datar itu menggetarkan jiwa Steffani. Ia berniat mundur, tapi lagi-lagi erang kesakitan ayahnya memenuhi telinga. Dengan ragu Stefani menurunkan tali kecil di bahunya, kain tipis itu merosot jatuh ke bawah. Menampilkan tubuh bagian atas Stefani yang polos.
Zeon terpesona, tubuh gadis itu sangat sempurna, kulitnya begitu halus dan kedua asetnya tampak membusung lumayan besar. Ada keinginan dalam dirinya untuk menyentuh lebih dalam. Namun, ia membiarkan Stefani berinisiatif lebih dulu. Bukankah ia sedang mencari obat atas penyakit langkanya? Jadi ia akan menunggu reaksi tubuhnya terhadap sang gadis.
Zeon tiba-tiba merasakan dorongan hasrat yang menggebu, perlahan sesuatu di balik celananya mengeras.
Stefani bangkit. "Tuan Zeon, apakah aku boleh menciummu?" Pertanyaan sang gadis membuat pria itu mengalihkan perhatian.
"Apakah kamu tidak jijik melihat wajahku?"
"Tidak." Wajah Stefani memerah. Ia jelas tahu kalau itu akan menjadi ciuman pertamanya. Tentu saja ia begitu gugup, tangannya berkeringat dingin.
Perlahan Stefani memajukan wajahnya, mengecup lembut bibir Zeon. Di luar dugaan rasanya begitu manis. Meskipun ciumannya sedikit aneh, tapi Stefani berhasil membuat Zeon membalasnya. Mereka berpagut mesra. Sesuatu yang berada di tubuh Zeon yang sudah lama tertidur kini telah dibangkitkan perlahan oleh Stefani.
"Ciumanmu sangat buruk, tapi aku suka."
Steff membuang muka malu.
Zeon kembali meraih leher Stefani, memegang tengkuknya dan dengan rakus melumat bibir manis itu. Bahkan, tangannya bergerak aktif meremas dua aset milik Stefani. Lidah pria itu berhasil menerobos masuk, mengabsen deretan gigi dan kemudian membelit lidah Stefani.
Zeon dapat merasakan tubuh Stefani menegang, ia melepaskan pagutan dan kembali bertanya."Apakah ini ciuman pertamamu? Kau lupa caranya bernafas. Aku akan dengan senang hati mengajarimu."
"Tapi, Tuan ... bukankah pekerjaan saya malam ini adalah membuat ...."
Stefani tidak meneruskan ucapannya, ia melirik ke bawah. Zeon paham dan menjawab dengan jujur. "Dia menginginkanmu."
Mata Stefani berbinar, ia tidak menyangka akan segampang itu. Namun, kecemasan baru muncul. Bagaimana kalau Tuan Zeon memaksanya. Padahal itu tidak ada dalam perjanjian mereka. Tugasnya hanya membangkitkan ular yang tertidur, bukan menelannya. Stefani menelan ludah dengan susah payah.
"Aku tidak akan memaksamu sekarang. Aku akan memeriksakan diriku dan mencobanya pada orang lain yang lebih dewasa. Kau bisa keluar sekarang sebelum aku berubah pikiran."
Stefani terbelalak tidak percaya. Ia kembali merangkul leher Zeon dan dengan lancang mendaratkan ciuman di wajah pria itu. Wajah yang menurutnya tidak terlalu jelek, hanya tidak terawat dengan baik.
Zeon terperanjat. Baru kali ini ia melihat kelancangan seorang gadis kecil.
"Aku sangat bahagia. Kelak, jika aku sudah dewasa aku akan mendatangimu dan kita akan mengulang rasa manis ini," bisik Stefani yang diliputi perasaan bahagia.
"Aku akan menagihnya dengan senang hati."
Stefani melepas rangkulannya dan turun dari pangkuan Zeon. Gadis itu kembali memakai pakaian tipisnya. Sesekali Zeon menggodanya. Menjamah bagian depan yang tampak menggantung indah.
Zeon benar-benar menahan diri demi gadis kecil itu.
"Pakai jaketmu! Di dalam kartu ini ada tiga puluh ribu dollar. Kau bisa mempergunakannya untuk keperluan ayahmu."
"Terima kasih, Tuan Zeon. Semoga penyakit Anda benar-benar sembuh." Stefani meraih kartu yang diulurkan oleh Zeon. "Kalau begitu aku pamit pergi."
Zeon mengangguk. Ia akan memberitahukan ini pada Jhon, sepupunya. Ia sudah dinyatakan impoten ternyata tidak. Mungkin Jhon salah mendiagnosa.
"Tunggu! Pakai jaketmu di sini. Dan kembali pakai rokmu. Aku tidak mau tubuh indahmu dilihat oleh banyak orang," ucap Zeon penuh perhatian.
Stefani tertegun. Hatinya menghangat mendengar perhatian Zeon. Stefani pun kembali memakai jaket dan roknya. Gadis itu kemudian keluar dari kamar Zeon sedikit terburu-buru.
Aron menjatuhkan rahangnya saat Stefani keluar dengan kondisi baik-baik saja. Sudah tidak terhitung berapa banyak gadis yang menjadi sasaran kemarahan Tuan Zeon. Namun, tidak dengan Stefani. Ini sangat mengejutkan.
"Apa Nona baik-baik saja?"
Stefani mengangguk dan mengusap sudut matanya yang berair. "Terima kasih, Tuan Aron! Berkat Anda saya mendapatkan biaya pengobatan ayah saya," ucap Stefani dengan tulus. Gadis itu mengeluarkan kartu dari saku jaket dan memperlihatkannya pada Aron.
Aron terbelalak. Ia ingin segera masuk dan mengkonfirmasi langsung pada bosnya, tapi perkataan Stefani membuatnya berhenti.
"Saya tidak melakukan apapun, tapi Tuan Zeon memberikan bayaran yang sangat banyak. Kapanpun Tuan Zeon membutuhkan saya, Tuan Aron harus menghubungi secepatnya. Saya janji akan melakukan yang terbaik. Saya berhutang budi pada Tuan Zeon."
Terbaik? Maksudnya terbaik melayani Tuan Zeon di ranjang. Apa ia tidak salah dengar?
Buku lain oleh Qoihami
Selebihnya