Sinopsis Jam menunjukkan pukul 24:00 Dila terkejut melihat sudah banyak Air keruh pada Kemaluannya. Tiba tiba saja tubuhnya terasa menggigil dia teringat kalau usia kandungannya telah sembilan bulan. Kehadiran buah Hati telah memberikan kebahagiaan sekaligus petaka bagi keluarga kecil Sembi dan Dila, kangker rahim yang dialami Dila telah menjadikan Bahagia menjadi Duka, Dokter menyarankan untuk segera dioperasi, namun keterbatasan ekonomi telah membuat mereka berpikir panjang. Lantas apakah Dila akan berusaha Hidup demi buah hatinya? Apakah akan ada jawaban atas kesembuhan Dila? Napen, Kamila JM Editing by Kamila JM
Jam menunjukkankkan pukul 24:00 Dila terbangun dari tidurnya melihat tubuhnya sudah penuh dengan air keruh di area kemaluannya.
Tiba tiba saja tubuhnya terasa menggigil dan seperti sedang ditarik pada area kemaluannya, sakit mulai terasa dan perlahan Dila menghampiri uaminya yang sedang Asik ngobrol.
"Yank," masih sempat dia memanggil Suaminya yang sedang ada tamu diluar.
Suasana sangat mencekam, tengah malam dan udara mulai mencekik,
Usia kandungannya sudah Sembilan bulan hal itu membuat Dila sedikit khawatir, "Yang, kesini" panggilnya sambil mendekat ke arahnya.
"Kenapa dek?"
"Ada cairan keluar yank, tapi perasaan aku tidak kencing,"
Sembi mulai curiga, "Apa kita telvon bak Erwin saja," ujarnya, bak Erwin adalah perawat Desa yang memang sudah ditugaskan dalam urusan melahirkan, namun dila bersikeras untuk jangan dulu karena dia sendiri belum yakin kalau dia akan melahirkan.
"Jangan dulu deh Yank, kan belum sepenuhnya mau melahirkan,"
Tapi Sembi merasa inilah saatnya Dila akan melahirkan, selang lima menit Dila sudah mulai merasakan kontraksi dalam perutnya, Sembi mulai menuju bidan Erwin, dia segera panic berharap Istrinya dan Anaknya akan baik baik saja.
Namun keadaan tidak bersahabat, menjelang subuh pembukaan kedua air ketuban Dila sudah kering sedangkan rasa sakit tidak berlangsung lama, terpaksa Dila harus dirujuk ke Rumah sakit terdekat supaya Anak dalam Bayinya tertolong.
Sesampainya, dila hanya di suruh diam dan terlentang ke arah kiri supaya terangsang dan rasa sakit bisa terus berlangsung, Dila hanya bisa merasakan sakit dan sakit, namun dia tidak bisa membagi rasa sakit itu, berharap dalam hatinya kalau Bayinya akan baik baik saja.
Semakin lama semakin terasa baginya rasa sakit yang amat sangat mengerikan, selang beberapa jam rasa sakit mulai tidak bisa dibendung lagi, Dila berusaha untuk mengeden sekuat mungkin, Anak pertama yang merupakan misteri bagi seeorang Ibu.
Nyawanya semakin memainkan jiwanya, Dila semakin tidak bisa mengendalikan rasa sakit yang amat menusuk diperutnya, selang tiga puluh menit tidak lama kemudian terdengar suara yang dinantikannya dibantu oleh tiga Perawat yang ada disebelahnya.
Bayi keluar dengan selamat, namun hal tak terduga terjadi, mulutnya keluar darah dan tubunya kejang! Kelalayan perawat tidak bisa dipungkiri, mereka hanya mengambil Bayinya tanpa mengambil ari ari nya saat persalinan berlangsung,
Dila mulai kejang, mulutnya keluar darah, Neneknya yang menemani berteriak melihat kondisi Dila yang sudah mulai tidak stabil.
"Dokter Dokter,"
Perawat mulai panik, ternyata ari arinya masuk kembali kedalam tubuh Dila, keluarga yang menemaninya histeris dan mulai menangis menghawatirkan keselamatan Anak semata wayangnya itu, sebelum tindakan medis dilanjut Dokter meminta agar pihak keluarga menandatangani beberapa surat.
"Silahkan tanda tangan dulu keluarganya, kami akan melakukan tindakan khusus kepada pasien,"
"Kalau saja terjadi sesuatu dengan Anak saya, saya tidak akan memberikan maaf, Dokter." ungkap Neneknya dengan derayan air mata, karena Neneknya yakin kalau ini murni kesalahan perawat yang lalai akan tugasnya.
"Tolong Dokter," Sembi mulai menarik pena dan menandatangani, sementara teman temannya siap siaga didepan pintu bersalin menghadang perawat, kalau saja terjadi sesuatu dengan dila mereka siap menyeret semua yang terlibat keranah hukum.
Tindakan medis dilakukan memakan waktu berjam jam, oksigen melekat pada hidung Dila sebagai penanda akan nyawa Dila, keluarganya hanya bisa menangis Ayah Dila pingsan melihat kodisi Anaknya yang amat sangat kritis.
Waktu tidak kunjung berpihak, berjam jam perawat dan Dokter mencoba menolong Dila dengan tindakan medis.
"Awas kamu Dok, kalau terjadi sesuatu dengan Anak saya kamu harus tanggung jawab," tutur Ayahnya, serasa diteror, Dokter yang awalnya pasrah kepada tiga perawat tersebut malah melakukan kesalahan fatal yang membuat nyawa Dila terancam.
Ayahnya terkapar lemah didepan pintu VK bersalin menunggu kabar baik yang akan dia dengar, tuntutan demi tuntutan terdengar dari Neneknya kepada Perawat yang tidak kunjung keluar memastikan keadaan Dila.
Jam 24:00 dua tong oksigen sudah mulai melayang pada tubuh Dila keadaan mulai semakin memanas, "Dokter, awas saja kalau Anak saya kenapa napa," Neneknya semakin marah dan mulai memaksa untuk masuk kembali ke Ruangan, namun petugas scurity tidak mau kalah menghalanginya selama proses tindakan medis belum selesai!
"Dila, bangun Nak, biarkan saja Anak itu mati yang penting kamu selamat," celoteh Neneknya yang membuat Sembi tidak percaya ucapan itu akan keluar dari Neneknya Dila.
Terkapar tanpa suara hanya tangisan yang bisa Neneknya utarakan, empat jam lamanya penanganan masih belum selesai.
Perjuangan seorang Ibu yang melahirkan nyawa menjadi perkara yang paling ekstrim dan rawan terjadi, tindakan medis yang dilakukan amat sangat memakan waktu.
Akhirnya dokter keluar, "Dokter bagaimana keadaan Istri saya,"
"Bayinya selamat, namun untuk Ibu Dila saat ini kami hanya bisa memaksimalkan perawatan, kemungkinan kita rawat inap dulu sampai kondisinya membaik,"
Pada umumnya Ibu yang melahirnya di Rumah sakit di Desa selama persalinan berjalan dengan lancar tidak harus dirawat inap.
"Saat ini Ibu dila sedang kami pantau keadaannya, namun mengingat kondisinya yang tidak stabil kami khawatir kalau Ibu Dila pulang nanti akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
"Lakukan yang terbaik Dok," tutur Sembi, raut wajah yang memelas membuta siapapun mengerti kalau Sembi sedang berduka,
Berbanding terbalik dengan neneknya, "Saya lihat sendiri Dok, ini murni kesalahan perawat, kenapa ari ari Anak saya tidak langsung ditangani, kenapa hanya Bayinya yang langsung diambil." tuntutan dari Neneknya kembali terucap,
"Ibu, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, saat ini Bu Dila hanya tidak sadarkan diri saja, namun kami cek dan kami coba kondisikan juga ari arinya sudah kami keluarkan, Ibu berdoa saja semoga Ibu Dila segera siuman, saya permisi."
"Dila anakku satu satunya dia tidak punya ibuy, jangan pernah ambil Dila dariku," imbuh Neneknya yang semakin tidak karuan menangisi Dila yang tidak kunjung siuman, Ayah dan Ibunya yang sudah bercerai sejak Dila masih SMP membuat neneknya tidak mau kehilangan cucu semata wayangnya.
Adzan magrib terdengar sayup sayup, keluarganya masih berduka, keluarga tidak diperkenankan masuk selain Perawat, Dila masih saja memejamkan mata, hanya oksigen yang bisa dijadikan tanda kalau Dila masih bernafas,
Tanggal dua puluh Sembilan dua ribu dua tiga, kejadian yang malang menimpa keluarga sembi, terungkap banyak misteri yang menjadi teka teki, malam jum'at yang menjadi saksi bisu tepatnya jam enam pagi saat perawat memutuskan untuk merujuk Dila ke Rumah sakit karena tidak bisa melahirkan di Rumah.
Sembi mulai merasakan kepanikan yang luar biasa, kenangan bersama Dila tidak mungkin terhapus begitu saja mengingat empat tahun kebersamaan jika harus terhenti dengan adanya buah hatinya yang pertama.
"Dokter bagaimana keadaan Dila?" tanya Sembi,