Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
TANTE SISKA

TANTE SISKA

Ans_

5.0
Komentar
3.8K
Penayangan
6
Bab

Erik dan Panca masuk jebakan Tante Siska. Tanpa sadar mereka telah jadi kurir barang haram. Saat sadar, semuanya sudah terlambat. Erik dan Panca diburu bandar narkoba dan polisi sekaligus. Bisakah mereka menyelamatkan diri?

Bab 1 GAWAT! TANTE DICULIK

"LEPASIN TANTE SISKA!" Erik berteriak. Melompat pagar bambu disusul Panca.

Dua orang penculik sebentar saling tatap. Sebelum salah satu dari mereka meregangkan remasan tangannya, menyerahkan urusan Tante Siska pada rekan satunya.

Dengan gaya seperti pemeran utama film-film agen rahasia yang bertemu musuhnya, pria itu melonggarkan dasi merah di kerahnya. Memasang kuda-kuda, memamerkan otot-otot besar di balik kemeja dan taxedo hitamnya.

Ganti, Panca dan Erik yang sekarang saling tatap. Erik mengangguk, jelas tanpa ragu dia bawa golok dan itu cukup. Sementara keraguan sedikit terpancar dari air wajah Panca.

Selain tangan kosong, pria di depan sana walaupun cuma sendirian dan tangan kosong tapi tetap saja meyeramkan. Panca belum pernah melihat orang dengan otot-otot lengan sebesar itu. Taksiran Panca, pria itu bisa merontokkan pintu rumah Tante Siska hanya dengan satu tonjokan saja.

"Rik, lo nggak ada pikiran kabur kan?" Panca pura-pura pasang kuda-kuda.

"Gila lo. Udah keren banget gue nih. Ya kali kabur."

"Halah, biasanya juga kalo nyuri mangga Pak RT lo yang lari duluan."

Erik menggeleng. "Kali ini enggak. Tante Siska punya hutang main kuda-kudaan sama kita."

Panca mengangguk. Mengosok ujung hidungnya yang mancung. "Lo bener. Tapi kita but-"

"HYAAAAKKKK .....!!!!!" Erik berteriak. Suaranya memotong kalimat Pancan. Tubunya yang ceking dan ringan berlari gesit menyerbu ke arah musuh.

"Setan! Kita butuh rencana tolol!" umpat Panca menamatkan kalimatnya tadi.

Tapi sia-sia juga, Erik sudah berlari di depan. Panca tertinggal beberapa langkah. Ia yang dibakar api gengsi dan mau terlihat pahlawan di depan Tante Siska menyusul.

"Gue nggak akan biarin lo bawa Tante Siska. Minggir lo berdua!" Erik menyerbu.

Tanpa pikir panjang tangan kanannya melucuti golok kecil dari sarungnya. Benda yang mengkilap tajam di satu sisi itu terayun, tapi laki-laki berkaca mata itu jauh lebih siap.

"Hyaaakkk ....!!"

Pria itu merunduk, golok tajam Erik hanya disambut angin kosong. Seperti orang yang sudah terlatih untuk menangani situasi sepertti ini, lawan Erik mendaratkan tinjuan perlawanan di perut Erik.

"Uhukkk ...!!!" Erik tersungkur, tapi tubuhnya yang sering jatuh bangun di sawah sudah terlatih jadi traktor. "Gue nggak bakal biarin lo bawa Tante Siska!"

Sekejap Erik bangun lagi, mengayunkan goloknya ke kanan dan ke kiri tak beraturan.

"Asal ada gambar pria itu, aku bakal langsung menyabetkan golok." Hanya itu yang ada di pikiran Erik.

Tapi justru pikiran itu yang sekarang membuat gerakan Erik jadi berantakan. Hanya mengayunkan golok berkali-kali ke depan dan dihindari dengan gampang oleh sang musuh dengan bergerak mundur.

"Aaaaaa ....!!!!" Teriakan terdengar, Tante Siska memekik ketakutan melihat golok yang terus beterbangan pelan-pelan ke arahnya.

Sang musuh yang tak mau anak muda bodoh lawannya melukai Tante Siska segera bergegas. Menendang dada Erik dengan telapak kakinya sampai anak kurus itu tersungkur dan terlempar.

'Srrrraaakkkk ....!!!!' Golok terlempar di teras Tante Siska, terlempar jauh berhenti saat membentur pot bunga gelombang cinta.

Erik bangun dari tempatnya terkapar, baru berdiri, baru saja mengangkat wajah mencari musuhnya. Tapi pria lawan yang ia cari itu sudah tidak ada di tempatnya semula.

"DI BELAKANG!" teriak Tante Siska.

Erik refleks menoleh, tapi belum sempurna kepalanya berputar tiba-tiba.

"Klreeekkkk .... Ouhhh ....!!!"

Kepala Erik diputar musuhnya yang sudah berdiri di belakang. Kepala Erik tiba-tiba terasa berat. Punggung dan pundaknya serasa memikul lima puluh karung beras sekaligus. Pelan-pelan Erik mulai tak bisa mengontrol tubuhnya. Ia jatuh, bertumpu pada kedua lutut sebelum benar-benar tumbang.

Suara berdenging nyaring terdengar di sepasang telinga Erik. Ia bisa melihat Tante Siska memberontak dan berteriak melawan. Ia bisa melihat Panca di belakangnya yang ternyata sudah dilumpuhkan musuh lain yang bersembunyi. Berdiri dengan mesin setrum di tangan kanannya, Panca kejang-kejang.

Lalu tak lama kemudian, katup mata Erik terasa berat. Lebih berat dari rolling door milik toko Nyokapnya.

"Pa-pan-panca ... to .... tooo-long ...."

Suara berbisik itu yang terakhir keluar dari mulut Erik. Terakhir sebelum ia benar-benar tak sadar diri menyusul Panca terkapar. Tak sadarkan diri.

Tapi cerita yang terjadi hari ini sebenarnya bukan tanpa sebab. Panca dan Erik yang terlalu polos untuk mengetahui semuanya. Dia hanya dua orang anak kelas 12 SMA yang 6 bulan lagi sudah teduduk kaku mengerjakan ujian akhir sekolah.

Mereka cuma sepasang anak remaja yang merasa sudah paling dewasa. Mereka berdua tak sadar kalau selama ini, Tante Siska telah memanfaatkan mereka. Mari kita putar sejenak waktu, mundur 6 bulan ke belakang untuk tahu apa yang Panca dan Erik tak tahu.

Soal apa yang sudah mereka lakukan, siapa Tante Siska dan siapa orang-orang yang meculik janda kembang satu itu.

Bersambung...

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku