Hilya adalah seorang santri di pondok pesantren tahfizh Alquran. Suatu hari dia mendapat kabar tentang ayahnya yang sakit keras di rumah sakit. Ayahnya meminta kepada Hilya menikahi seorang pria yang di jodohkan oleh ayah. Seorang Hafizh lulusan Mesir, putra dari Kyai tempat Hilya mondok dulu. Di sisi lain, Hilya memiliki idaman yang telah lama dia cintai. Siapakah pria yang di cintai oleh Hilya? Mampukah mereka menjalani kisah rumah tangga mereka yang tanpa cinta? Sanggupkah Hilya melupakan cintanya kepada seseorang yang sudah lama mengisi relung hatinya? Simak kisah cinta mereka di novel perdana author di sini dengan judul "Misteri Cinta Hilya"
Bab 1. Menikah dadakan
Hilya tiba-tiba saja mendapatkan telepon dari ibunya yang saat ini sedang berada di rumah sakit. Karena ayahnya yang sedang sekarat dan tengah berjuang dengan kematian yang kelihatannya sudah berada di tenggorokannya.
Ayahnya tengah menunggu kedatangan putri semata wayangnya yang sangat dia sayangi. Karena Dia memiliki sesuatu yang ingin disampaikan kepada sang putri kesayangannya.
"Mamah sudah menghubungi Hilya, sebentar lagi dia datang bersama dengan pembinanya. Babah sabar ya, kuatkan diri. Jangan menyerah dengan penyakitmu. Mama pasti akan berjuang untuk kesembuhan Babah. Percaya sama dokter yang merawatmu," Amanda berusaha untuk menghibur suaminya yang saat ini tengah memejamkan matanya karena menahan rasa sakit di tubuhnya yang rapuh karena penyakit kronis yang telah dia derita selama beberapa tahun lamanya.
Hasan hanya menghela nafas berat. Ketika dia mendengar apa yang dikatakan oleh istrinya yang sedang berusaha untuk menghiburnya, agar bisa kuat dan bertahan dari penyakit yang sudah membuat pertahanan dirinya runtuh seketika.
"Babah, apa yang terjadi?" tanya Hilya kepada ayahnya yang sontak membuka matanya ketika mendengar suara Putri kesayangannya yang terdengar begitu khawatir dengan dirinya.
Hasan kemudian memeluk Hilya dengan erat, "Putriku, nyawa ayahmu mungkin hanya tinggal beberapa waktu lagi. Apakah kau bersedia untuk memenuhi keinginan ayahmu untuk yang terakhir kalinya?" tanya Hasan dengan gemetar.
Hilya sontak menangis melihat keadaan ayahnya yang begitu menyedihkan.
"Babah! Apapun keinginanmu aku pasti akan memenuhinya. Aku pasti akan berusaha untuk membahagiakan Babah!" janji Hilya kepada ayahnya yang langsung sumbernya wajahnya mendengar janji Putri kesayangannya.
Hasan kemudian memanggil istrinya untuk menyuruh keluarga sahabatnya yang saat ini berada di mushola rumah sakit.
"Panggilkan keluarga Kyai Ismail. Ada hal yang ingin dibicarakan oleh Babah dengan mereka." Hilya sebenarnya cukup terkejut mendengar apa yang dikatakan ayahnya.
Hilya seperti merasa familiar dengan nama tersebut akan tetapi dia berusaha untuk menyingkirkan semua pemikiran itu dari kepalanya yang lebih fokus pada kesehatan ayahnya.
Amanda kemudian memanggilkan keluarga Kyai Ismail yang kebetulan hari ini datang bersama dengan putra mereka yang baru saja pulang dari Mesir.
"Hasan. Bagaimana kesehatanmu? Apakah sudah lebih baik?" tanya Kyai Ismail yang saat itu melirik sekilas kepada Hilya yang hanya menundukkan kepalanya. Hilya sungguh tidak berani menatap orang-orang yang masuk ke dalam ruangan ayahnya.
Seorang pemuda tampan ikut masuk juga. Dia adalah putra dari Amirul Ma'had tempat Hilya menuntut ilmu di pondok pesantren. Hilya memang tidak pernah berhadapan secara langsung dan keluarga besar mereka. Jadi dia tidak terlalu nggak dengan keluarga Kyai Ismail.
"Kyai, sebagaimana yang kamu ketahui. Bahwa usiaku mungkin tidak akan lama lagi. Dahulu ketika kita sama-sama masih mondok. Kita pernah berjanji akan menikahkan putra dan putri kita pada saat usia mereka sudah masuk usia pernikahan. Aku sudah tidak kuat lagi untuk menanggung penyakit ini. Apakah bisa kalau kita menikahkan mereka hari ini?" Hilya terbelalak matanya mendengar apa yang dikatakan oleh ayahnya.
Tetapi hanya sekitar 1 menit saja dan akhirnya langsung menundukkan kembali wajahnya. Noaf, pemuda tampan dan berkarisma yang akan dijodohkan dengan Hilya, dia begitu terpesona melihat kecantikan Hilya yang masih terjaga.
Walaupun Hilya tidak bercadar, tetapi dia menggunakan pakaian yang panjang dan menutup seluruh aurat yang dia miliki. Bagi Noaf, itu sudah lebih dari cukup.
"Abi, kami tidak mengenal satu sama lain apakah mungkin sebuah pernikahan bisa dilakukan di antara kami?" tanya Noaf sambil berbisik kepada Kyai Ismail.
Kyai Ismail melirik kepada ayah dan anak itu yang saat ini tengah menghadapi dilema besar dalam kehidupan mereka.
"Baiklah!! Kami akan mempersiapkan dulu mahar dan segala perlengkapan untuk pernikahan. Kita akan melangsungkan pernikahan mereka malam ini juga." Hasan bernafas legah dengan kesanggupan Kyai Ismail untuk memenuhi keinginan terakhirnya sebelum menghembuskan nafas yang terakhir.
Sementara itu, Hilya masih membeku di tempat. Kesedihan hati Hilya melihat ayahnya yang sedang berjuang untuk kesembuhan penyakit yang dia derita.
'Aku akan mengikuti apapun yang diinginkan oleh Babahku. Asalkan dia bahagia dan bisa cepat sembuh dari penyakitnya. Aku rela berkorban dan kehilangan cinta yang kumiliki di dalam hatiku.' monolog Hilya.
Sekitar 1 jam kemudian semua persiapan sudah selesai dan mereka pun kemudian menyatakan Ijab qabul untuk pernikahan Hilya dan Noaf yang terjadi mendadak sekali. Sungguh pernikahan mereka hanyalah sederhana saja yang penting sah secara agama.
Setelah ayahnya Hilya sembuh, mereka sepakat akan melangsungkan resepsi pernikahan di kediaman mempelai wanita.
"Aku titipkan putriku padamu, Noaf! Jaga dia dan tolong bahagiakan putriku. Apabila suatu saat nanti kau tidak cocok dengan tabiat dan juga karakternya. Tolong jangan pernah kau sakiti hatinya maupun fisiknya. Cukup kau kembalikan Hilya padaku sebagai ayahnya dengan baik-baik. Maka aku yang akan mendidiknya sebagai ayahnya." pesan Hasan dengan nafas tersengal dan suara yang begitu gemetar dan lemah.
"Babah!! Jangan terlalu banyak bicara beristirahatlah. Hilya janji akan menjadi istri yang baik untuk suamiku. Tapi Babah harus berjanji juga padaku akan sembuh dan bangkit dari ranjang kematian ini. Hilya mohon, Babah!" Hilya menangis tersedu sambil memeluk ayahnya.
Noaf hanya menatap kesedihan sang istri yang telah sah menjadi tanggung jawabnya sebagai seorang suami mulai detik itu. 'Aku berjanji akan berusaha dan berjuang untuk membahagiakan kamu, istriku!' janji Noaf di dalam hatinya.
Sementara itu, Hilya masih belum juga mengetahui wajah sang suami. Karena sejak tadi dia benar-benar tidak sanggup untuk mengangkat wajahnya dan menatap para lelaki maupun orang lain yang ada di ruangan itu.
Hilya percaya kepada ayahnya yang telah memilihkan seorang suami untuk dirinya. Hilya yakin bawa pilihan ayahnya pasti tidak salah.
Hilya sudah berjanji akan menjadi seorang istri yang baik untuk suaminya.
"Kalian berdua, pulanglah ke kediaman yang sudah Abi siapkan. Noaf, bawalah istrimu ke rumah yang sudah Abi berikan untuk kalian berdua. Hilya, biarkan ayahmu beristirahat dulu di rumah sakit. Kami akan menjaga ayahmu disini. Kalian berdua, sempurnakanlah pernikahan kalian berdua dengan ritual malam pertama. Malam ini malam jumat kliwon, semoga kalau jadi anak, akan diberikan anak yang sholeh dan sholehah. Kami semua benar-benar menginginkan untuk segera menimang cucu." ucap Kyai Ismail dengan senyum sumringah sambil menatap kepada putranya dan juga menantunya.
Noaf dan Hilya terlihat salah tingkah ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Sang Kyai yang begitu blak-blakan terhadap mereka di hadapan semua orang yang ada di ruangan itu.
"Abi, kenapa frontal sekali begitu?" tanya Noaf sambil tersipu malu.
Hilya wajahnya bahkan sudah memerah seperti kepiting rebus. Karena perasaan malu yang hadir di hatinya ketika mendengar ucapan Ayah mertuanya yang begitu frontal.
Bab 1 Mendadak menikah
26/07/2023