Aiden Baker adalah seorang pria tampan yang memiliki banyak kekuatan. Dia memiliki misi untuk membalas dendam Keluarga Baker yang di musnahkan sepuluh tahun lalu. Dengan kekuatan yang dimiliki dari buku Nafas Dewa. Akan kah dia berhasil membalaskan dendam.
Jarum jam dinding di Manor Baker telah menunjuk ke arah angka sembilan malam. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki menuruni tangga, menuju ke lantai satu.
"Paman Jean! Kekuatanku telah meningkat pesat. Sekarang aku berada di bintang delapan!" seru seorang pria berpenampilan rapi, seraya menunjukkan senyum puas di wajahnya. Ketika, dia sampai di lantai bawah Manor Baker.
"Aku harus segera pergi ke Kota Talgo! Secepatnya," tambah pria itu.
"Kapan kau akan berangkat ke Kota Talgo?"
Orang yang dipanggil Paman Jean itu bertanya, kekhawatiran tergambar dari raut di wajah lelaki tua tersebut.
"Besok!" balas pria muda itu dengan bersungguh-sungguh.
"Apa? Kau yakin? Akan berangkat besok?" pekik Paman Jean yang tidak percaya dengan apa yang baru saja Aiden Baker sampaikan. Dia sangat mengetahui, betapa berbahaya Kota Talgo untuk pemuda berwajah tampan itu.
"Aku yakin, Paman!" seru Aiden Baker dengan sorot mata nanar, menatap Paman Jean. "Aku harus segera menyelesaikan urusan di Kota Talgo. Agar, aku bisa kembali ke Kota ini. Secepatnya, Paman!" Tambah Aiden dengan raut wajah yang terlihat sangat serius.
"Berjanjilah pada, Paman! Kau tidak akan bertindak ceroboh di sana. Mau bagaimanapun, kau harus mengingat! Akan ada waktunya, bagi kita untuk membalas dendam lama. Untuk keluargamu, Aiden."
Pria paruh baya itu berkata dengan raut wajah serius, menatap ke arah Aiden Baker tanpa berkedip sama sekali. Seolah, tengah memberikan sebuah peringatan keras. "Sebisa mungkin, kau harus menyembunyikan identitasmu! Untuk saat ini. Ketika, kau berada di kota Talgo. Jangan biarkan, sembarangan orang mengetahuinya. Paman yakin, mereka masih mencari keberadaanmu sampai sekarang!" tambah Lucas Jean, nada tegas terdengar jelas dari ucapannya.
"Aku akan mengingat pesanmu! Paman Jean," jawab Aiden dengan raut wajah yang tidak kalah serius.
"Kalau begitu, aku akan kembali ke kamarku." Tambah Aiden berbalik badan dan melangkah menjauh. Meninggalkan Lucas Jean, setelah melihat lelaki itu menganggukkan kepalanya pelan.
Sesampainya di dalam kamar Aiden, segera merebahkan badan di atas ranjang mewah miliknya. Bagaimanapun juga, besok akan menjadi hari pertama. Mengijakan kaki di Kota Talgo. Setelah satu dekade terakhir, dirinya terpaksa pergi meninggalkan kota kelahiran sendiri. Sungguh, hal yang miris.
"Aku akan kembali dengan versi yang berbeda dengan sebelumnya, tunggu kedatanganku!" seru Aiden seraya menutup kedua kelopak matanya. Menuju alam mimpi.
Keesokan paginya, sesuai dengan rencana malam tadi. Aiden akan berangkat ke kota Talgo. Namun, dia bangun dengan perasaan campur aduk. Antara sedih dan sekaligus bahagia. Di rasakannya saat yang bersamaan. Ketika, Aiden mengingat kembali. Kenangan tentang keluarganya yang dimusnahkan di Kota Talgo, sepuluh tahun lalu.
"Apa kau akan pergi sekarang?"
Seorang wanita berwajah cantik bertanya, seraya berjalan menghampirinya. Aiden menatap wanita itu dengan senyum yang mengembang diwajahnya. Seperti bulan sabit.
"Iya, aku harus pergi sekarang! Kalau tidak ... mungkin semua akan terlambat," balasnya seraya menganggukkan kepala
"Berapa lama kamu akan pergi?" Wanita cantik itu kembali bertanya, kali ini dengan raut wajah sedih yang tergambar jelas di wajahnya.
"Tidak akan lama ... hanya sekitar dua bulan," jawab Aiden seraya mengusap lembut rambut wanita cantik itu.
"Kita baru saja bertemu, setelah beberapa waktu berpisah. Lalu, kini kamu akan pergi meninggalkanku, lagi?" Walz bertanya dengan menunjuk wajah yang sangat menyedihkan. Seolah-olah, dia baru saja menemukan harta yang paling berharga di hidupnya. Kemudian, harus merelakan harta tersebut pergi.
"Ada apa dengan wajahmu itu? Aku pergi keluar kota. Untuk menjemput saudara iparmu, bukan untuk pergi ke liat lahat! Ayo, tunjukkan senyum manismu!"
Walz mendecakkan lidah, setelah mendengar ucapan Aiden yang kini berada di hadapannya.
"Baiklah, aku tidak akan menahanmu lebih lama lagi. Tapi, izinkan aku mengantarmu ke bandara!" jelas Walz yang kembali tersenyum.
"Ayo, pergi sekarang. Aku bisa ketinggalan pesawat, kalau tinggal lebih lama lagi di sini." terang Aiden seraya melihat ke arah jam yang ada di tangannya.
"Baiklah, ayo!" balas Walz seraya menarik tangan Aiden.
"Di mana kopermu?" Dahi Walz mengkerut, lalu berbalik badan. Ketika, dia baru menyadari. Jika, Aiden tidak membawa koper.
Buku lain oleh M-studio
Selebihnya