Senja
ka perempuan itu memasuki ruang perawatan intensif di Rumah Sakit it
r di ranjang. Dan saat Senja semakin terbuai dalam lamunan panjangnya, seketika lamunan Senja langsung buyar, begitu
ncoba menghubungimu sejak pagi
hadapannya dengan raut wajah penuh kecemasan. Biasanya Suster menelponnya di saat kondisi ay
er? Apakah te
namun tampaknya Suster Ana saat ini sudah tena
dokter sudah menanganinya dengan cepat. Tapi kenapa kau tadi tidak bisa dihubungi? Aku mencoba menghubungimu saat Pak Arman dalam kondisi palin
ia melakukan itu karena takut bunyi ponselnya mengganggu, namun sungguh tak menyangka Senja justru malah melewatkan hal yang pent
sal, gara-gara kejadian di perusahaannya, Senja menjadi lengah dan melupakan bahwa serangan bisa terjadi setiap saat pada ayahnya,
ecerobohannya. Sejenak Senja memejamkan mata rapat-rapat, air matanya seketika mengalir semakin deras, dia tak
m pergolakan batin Senja, akibat kejadian di Kantornya yang begitu tak terduga. Setelah kejadian itu, sepertinya Senja benar-benar harus meninggalkan perusahaan itu, dan mencari pekerjaan lain. Tapi, mungkinkah Senja akan
benar mengundurkan diri, uang dari mana Senja membayarkan biaya rawat ayahnya yang begitu besar, belum lagi uang yang harus Senja tabung untuk berjaga-jaga jika tiba-ti
erat bagimu." Ucap Suster Ana menenangkan, sambil me
okter datang. Dokter menyapa Senja, lelaki itu menatap Senja, dengan tatapan hati-hati
tar, dan penuh kekuatiran. Di manik nata Senjapun ada ket
nya secara perlahan. Kami berusaha memperbaikinya dengan obat-obatan lain untuk pencegahan, dan dengan penanganan medis terbaik, tapi hal itu tetap tak bisa di hindari, akibatnya ginjalnya semakin l
an dokter itu, dengan nada suara yang tertahan, "Ya Tuuntung suster Ana menyangganya, dan seketika air m
in, Dok? Dan jika operasi itu berha
apif apapun tindakan medis yang kami lakukan padanya sebenarnya memiliki resiko, salah satunya berimbas ke ginjalnya. Tap
m, dan menatap dokter itu deng
" Suara Senja mulai gemetar, perempuan itupun menatap dokter dengan mata yang masih semba
itu meremas bajunya seakan tak begitu siap mendengar no
sedih, rasa kasihan tampak jelas di matan
kemungkinan terjadi komplikasi lainnya, kau seti
n Senja, karena memang selama ini setiap ada tindakan pasti Senja harus membayarkan sejumlah uang yang tak sedikit. Karena itulah se
engangguk perlahan, dan meminta perawat untuk segera menjadwalkan operasi untuk ayahnya Senja. Walaupun sebenarnya ini sudah menyalahi prosedur karena Senja tak membayarkannya secara full, namun m