Reruntuhan Hati
gadis berjas putih tampak mempercepat langkah sambil mengenakan masker dan saru
sana dirinya kuwalahan menangani korban kecelakaan antara bus dengan mobil beberapa jam lalu. Ada ban
g kalut menenangkan balita dalam gendongannya. Tubuhnya yang gempal mencegat la
Dret ....
baca nama yang tertera pada layar. Abah. Sejenak dahinya mengernyit. Tak biasanya lelaki sepuh itu
on berwarna hijau ke atas dan sedi
mualaiku
salam. Kamu d
Bah. Dokter Nana
ulang se
pi,
tut ...
di ruang tunggu. Bergegas Athiyah menaruh kembali ponsel itu di saku jasnya dan berlalu. Langkahnya mengarah ke resepsionis yang kemudian menjelaskan bahwa
idak ada yang bisa mereka lakukan tanpa bantuan penerang
erlebih dahulu. Sembari menunggu listrik kembali normal dan mengecek keadaan ruma
n, Athiyah," tu
aku harus pulang sekarang juga
buru pergi itu. Tanpa peduli rintik yang melebat, Athiyah bergegas mengambil sepeda mot
sesekali membuatnya berhenti. Kalaupun harus menyetir tanpa benda itu, Athiyah takut tak bisa melihat pengguna jal
t yang aman dari amukan hujan. Tadi dia lupa membawa mantel. Maka dengan tubuh y
uk
maaf, saya
sosok yang sempat ia tabrak karena kecerobohannya. Bajunya me
dengan pandangannya yang kabur tanpa kacamata yang terlanjur basah. Dari tatapan Athiyah yang bura
a bantu?" tanyanya mengingat baru kemrin abahnya menjemput seusai ikh
yang harus k
ksud
Meninggalkan Athiyah yang masih mematung dengan penuh tan
apan berdiri di kejauhan. Lekas wanita paruh baya itu m
h. Pelupa, ceroboh pula. Cepat masuk, mandi! Ga
Untuk apa? Menyalakan mesin genset? Bag
lagi. Dengan nada yang lebih tinggi dan mendorong putrinya
as mengambil gamis cokelat dengan jilbab hitam motif bunga-bunga, Nyai Lubna menyu
m bisa
ah melakukan apa dengan benda itu. Benar saja, beberapa menit
lah jadi malah ng
en kok
an, saya buatkan ko
oten usah
ggu saja
juga hanya diam memandangi air yang terjun dari talang. Adnan tak tau harus apa atau bagaimana sekarang. Jantungny
ggo,
banget
ndak nunggu kopi ya, Gus.
hnya yang sedikit memucat akibat kedinginan ragu-ragu keluar. Dipan
Athiyah, s
erseberangan dengan lelaki yang ditabraknya di dapur tadi. Samar Athiyah mencuri-curi pan
r dua puluh lima tahun, juga sudah bekerja. Maka dari itu
g .
a semakin salah tingkah. Spontan jantungnya berdebar semakin kencang. Hatinya sesak dengan bunga-bunga sekaligu
-baik, keilmuannya mumpuni, karirnya mapan. Perempuan mana yang tak jatuh hati. Bahkan jujur dirinya sendiri.
nangan dari lelaki saleh seperti njenengan, Gus. Tapi saya t
bab penolakan ini. Tidak bisa mengucap iya ketika semesta telah menghadirkan semoganya. Tidak bisa menggapai harap yang telah di depan mata. Setelah ra
s yang tersengal, dengan tangis yang berderai-derai. Lekas ia tinggalkan