Dendam 7 Samudra
penari Ronggeng berada. Srikandi beserta wanita paruh baya itu sampai di sebuah pondo
jenis kelamin perempuan. Belum sempat bertanya ke mana perginya sang suami, m
kenal dengan wanita yang membawanya secara rinci. Apalagi, ia juga tak mau merepotkan
bandana merah sebagai ikat kep
repons Sri
dengan rumah yang ia tinggalkan di kampung halaman. Karena sedari tadi Sri sudah memandang gorden lusuh
sapanya lembut seraya be
mpilan yang jauh berbeda dengan keadaan di luar, karena di ruang tamu terdapat ben
ilakan duduk," timpal wa
ngat senang. Bagaimana tidak, ia mampu beradaptasi dengan ce
gah dan tak mau kenal orang baru. Nyatanya tidak pada Sri, wanita paruh baya beranak dua i
aya pemilik rumah pun datang lagi dari akses yang sepertinya ruang d
di atas meja seraya mengambil satu cangkir
entar keburu dingin." Wanita paruh baya itu masih berk
gambil satu potong ubi rebus dan memakan ku
tadi siapa?" tanya wanita
balik nanya. Namun, aksinya tetap mengunyah sepot
gil aja Bu Minah," timpal la
sendirian di rumah
ng dan menelan ludah beberapa kali. Namun, ia menje
m peristiwa itu terjadi pada saya," jaw
apa, Bu?"
yangnya, ia terpincut pada salah satu penari itu dan menikah lagi. Tanpa member
hidupan miris wanita janda itu seakan menampar keras kedua pipi serta ulu hatinya,
elah sampai di posisi lawan bicara, ia pun memeluk Am
tu malah menyimpan duka sangat besar. Apalagi merelakan sang suami p
asa lalu Ibu seperti itu, maafin saya yang sudah bertan
pernah merebut suami orang, Neng. Karena penari di desa ini memang rata-
apa ke depan, tetapi di ulu hati terdalam Sri hanya meminta pada Allah-pemilik alam seme
membuat percakapan terhening beberapa saat. Sementara Bu Aminah menidurkan ke
api yang menyajikan banyak pertanyaan. Belum lagi seputar fakta yang mu
a. Keinginan besar untuk menjadi penari terkenal, membuat Sri sangat teropsesi p
k diinginkan. Apalagi sampai merebut milik orang lain, dengan meninggalkan b
lam semesta seakan mengiyakan perihal kelamnya hidup sebagai pe
ekat seiiring pengakuan Bu Aminah barusan. Dari depan tera
asi yang menjadi penyangga teras rumah. Belum lama berdiri
i di teras dan menatap hujan, ini udah
Sri me
depan saja, karena kamar belakang ada an
tidur di luar juga saya ma
lit mulus kamu itu, buruan masuk." Wanita berbandana merah di hadap
dengan sprei bernuansa merah. Ditemani dimar ublik bersinar sedikit meredup.
ni, ya." Dari ambang pi
saya tempat senyaman ini," titah S
mana nyaman. Lebih ena
orden itu dari atas ventilasi. Suasana dingin menyergap tubuh, sementara selimut tak mampu menutup
ingsut. Untungnya, ironi yang membawa perjalanan Sri selalu mempertemukannya pada oran
merayap dari lubang pori-pori. Dalam sekelebat kerlingan netra, dimar ublik pun padam tertiup s
ambu