TKW Kere
ATM B
a depan itu sama seperti mencalon
o
Mbak nikah nanti saudara-saudara Mbak itu mau nyumbang," tegas Erni m
kacak pinggang. "Emang ada orang
skan napas panjang. "Iya enggak, lah, Mbak. Mana ada orang yang sanggup manfa
tusku ikut men
garang. "Jangan terlalu baik jad
mau manfaatin orang
hasil manfaatin udah terlanjur dijahat
a u
Mbak kenapa, sih, ngalah banget ja
daraku emang banyak. Tapi
i itu." Lagi, kalimat Erni melukaiku. Akan tetapi, detik ini perubahan air muka dan gela
odoh itu tercipta dari o
Erni ini, kalimatnya itu pemikiran dar
u membola. "Mbak
ngkin sangat benar. Aku tidak akan menampik kenyataan itu. Karena pada dasarnya pendidikanku hanya sebata
k. Riwayat pendidikan terakhir itu cuma membuktikan pernah sekolah, buka
engerti dengan maksud lawan bicaraku. Atau mungkin
. Setiap manusia belajar ilmu ini itu secara autodidak melalui lingkungan dan mas
uturan Erni. Apa maksud kalimatnya ini? Apa maksudnya
mbarangan!
itu mengembuskan napas panjang, lelah. "Mbak sadar
l orang yang sama sekali tidak pernah memfilter kalimat. Tidak pernah memikirkan perasaan lawan bicaranya. D
ikhla
benar ikhlas dimanfaatkan, disakiti, dibuat susah hidupnya. Semut aja yang gak punya akal
e orang tuaku, meringankan b
ktinya?" tanya Erni
san sangat berat untukku. Karena yang kutahu surgaku ada di bawah telapak kaki Ibu, belum akan be
itu sadar kalau aku tegah melamun. "Ditanya malah diam."
pandangan Erni menelisik jauh, mencari fakta-fakta yang ingin diketahui dari mataku. Karen
ikirkan masa depan itu sama seperti me
itu begitu dasyat merampas beberapa ruang penuh dalam hati, mengusir penghuni sebelumnya untuk ditempati sendiri. Bagaikan penjajah yang dengan bi
ng pertahanan untuk perasaanku sendiri. Erni kembali menegaskan kalimatnya, "Menjadi TKI
i yang menegaskan, t
dup, Mbak. Kecuali orang yang punya akal tap
ng sudi selamanya menjadi budak, tetapi untuk kalimat selanjutnya, entahlah,
adi budak s
setiap orang utarakan. Namun, sungguh aku tidak tahu maksudnya menanyakan hal yang jawabannya sudah pasti 'tid
ni puas. Namun, nyatanya pikiranku salah, bukann
ng sempat tercipta tanpa direncanakan. Aku mengang
"Sayang gak harus bodoh, kan, Mbak. Berba
ngatlah benar. Aku yang salah besar selama ini. Tunggu, ralat, aku tidak sala
lalu berleb
"Makasih," lirihku sebelum menyeka mata.
ndengar jawaban tak acuh Erni. Perempuan ini me
sa kenal kamu,
persis maksud kata 'baik' yang Erni ucapkan. Itu sebuah ejekan