STAIRS IN THE NORTH
rebus ditambah dengan telur. Tentu saja siapapun tidak dapat mengelak bahwa dua hal itu adalah perpadu
makanan ringan hingga makanan berat serta berbagai macam minuman segar yang terdapat dalam menu kedai tersebut. Kedai yang terletak di sekitaran Jalan Malioboro ini memang menjadi
esar untuk ukuran mulutnya yang kecil. Tentu saja hal itu membuat Bima yang berada di hadapa
er m
enyuapkan suapan terakhir mie nya tanpa menjawab satu kata p
sisa saus menempel di sudut bibir Sisi. Dengan gerakan cepat, Bima pun meng
eh hangat yang berada dihadapannya
nya
dengan semanga
banyak masakan, tapi mili
utar hidup gua doang. Kayak nggak ada topik lain aja." Sisi menatap Bima lagi. "Lagian juga, tadi siang
g nggak bawa
ya sesaat. "Ya tapi
anas adalah satu hal yang benar-benar konyol sekaligus aneh. Bagaimana tidak, sepupunya itu benar-benar membenci buah berwar
Dengus Sisi kesal
ya keluar rumah meski hanya sesaat. Seperti saat ini, awal dari mereka bisa berada di kedai ini -meski hujan deras melanda- adalah Sisi. Sisi yang benar-benar malas dan juga merasa jengah jika harus satu meja
arung wedang ronde aja yuk." Bima me
i kita pulang kemaleman terus luh ditan
arnya. "Si, kita sepupuan. Mana mung
kabar? Luh pulang nih, baru nyetater motor ke
genaskan yang ditunjukkan oleh Sisi saat menjelaskan ap
awa
as berusaha menetralkan tawanya. "By th
Y
atnya yang sedang Ia minum saat m
at sebagian air teh yang disemburkan Sisi mengenai j
dengan wajah syoknya ketika mendengar pertanyaan
ang baru kenalan sa
i kembali dibuat syok oleh Bi
h? Kok
um. "Pas ban
. "Apanya yang pas? Cocok jadi pacar? Jangan
buat mereka yang keliatan coco
erus
njawab atau lebih tepatnya bertanya lebih lanju
alan
ak
a dia. Udah itu aja." Sisi menjelaskan apa yang Ia dan Sarwa lakuka
ham sambil menunjukkan senyum manisnya. "Apa yang luh
k nya
tikan jarinya. "S
. Semakin tidak mengerti dengan apa yang Bima bicarakan. Dengan ekspressi po
"Hhhhh... Oke oke. Mungk
apaan s
bahwa sepupunya saat ini sedang berperang melawan sejuta pertany
, Bim. Lancar. Jalan
enal. Belum ada satu hari, udah lancar
engar ucapan Bima yang kesekian kalinya mengetahui a
uh." Protes Bi
kok lu
tanpa peduli pada reaksi Sisi saat ini. "Ekspress
tup mulutnya kembali dan menatap Bima dengan penasaran. "Kok bisa sih?
ma dengan sombongnya dan kemudian
oleh tawa oleh Bima. "Udah nggak usah k
cowok masa iya jad
turun dengan deras kini sudah berhenti dan hanya menyisakan rintikan-rintikan gerim
yang Sisi katakan beberapa saat yang lalu adalah fakta. "Mau ke warung wedang dulu
luar rumah. Namun hati dan pikirannya masih ingat akan rumah tempat dirinya harus pulang dan kembali. Tapi, bagaiman
t senyum yang dipaksakan, Bima lantas ters
Bima lalu bangkit dari dud
in the
nya mengantar sepupunya itu pulang dengan selamat. Ia sengaja tidak menurunkan Sisi di
ah turun dari motor Bima dan meny
ggak mau nginep a
n kepalanya sambil tersenyum
ak apa-apa nya cewek
lo nggak p
ba-tiba saja membuka pintu utama dan membuat
tornya pun segera turun dan langsung menyalimi mama
a. "Baik, Bim. Alhamdullilah. Ayah-Bunda
baik. Ayah sekarang masih di luar kota.
at mengobrol dengan Bima. Senyum yang jarang ditujukan kepada Sisi -
audah tante, kalo gitu Bima pamit pulang
nya jangan ngebut-ngebut. Kalau hab
kemudian beralih pada Sis
um tipisnya. Karena sejujurnya, perasaan takut d
langsung menstater motornya dan menghilang di balik gerbang rumah Sis
atap Sisi dengan tatapan yang sulit diartikan. "Seharusnya kamu bersyuk
eka nggak pernah menghakimi dan menilai satu sama lain." Balas Sisi dengan nada dinginnya dan setelah itu la
pah mau ngomongin so
emotong ucapan papah- ketika Ia baru memasuki rumah dan berjala
raukan oleh Sisi. Sisi tetap menaiki satu persatu anak
yang seharusnya menjadi pembela dan pelindung bagi adiknya pun tidak peduli dengan Sisi. Ia malah terus sibuk dan berkutat dengan segala urusan perusahaan milik sang Papah. Keadaan keluarganya yang seperti inilah yang membuat Sisi selal