Save Me from Fade Away
Yus
an langkahnya, sementara tangan satunya
en?" tanya
awa." Arial meminta t
Biar Mas Yusuf aja,"
ngambil tas dari tangan Mas Yusuf lalu memberikan belanjaannya. Set
ang. Rasanya gadis itu lebih ceria dengan orang lain jika dibandingkan dengan Arial, ka
n muncul dar
, Ta
ya. Sebelah kanan rua
g tau, kok." Gilan
lupa. Kan udah
Wulan pun sangat jarang berbi
bicara meski sepertinya tidak didengarkan oleh siapa pun. Ia berjalan pelan, menda
sambil nunggu waktunya ma
enyusul langkah Arial yang be
daripada pingsan di tangga," celetuk Gilang membisik. Disu
sudah memenuhi pelipis dan punggungnya. Ia hanya mengangguk sebelum kembali menuruni anak tangga dengan amat perlahan.
gat. Enam anak tangga yang mengerikan. Ah, bagaimana ji
a. Itu semua karena ia pernah terjatuh dari puluhan a
Lantas ia bergegas masuk ke kamarnya, menarik kenop laci lalu men
rial merebahkan tubuhnya. Matanya mengawang, menatap kosong atap kamar. Perla
melangkah masuk melewati ruang tengah, disusul dengan suara tawa gembira saling sapa antara Gilan
edua netranya yang terpejam. Namun angin sejuk dari lembah datang membawa tubuhnya mengawang, terba
rsenyum padanya. Ah, mimpi yang sempurna bagi seorang Arial ya
*
am lampu ruangan. Perlahan Arial menegakkan tubuh yang terasa nyeri. Ia beringsut menuju cermin di sud
ya masih belum seberapa dengan
al menjatuhkan tubuhnya. Menyandarkan di
elatan hebat. Menipu ketidakberdayaannya dengan tayangan
g memberi cinta dalam balutan senyuman hangat yang terpancarkan dari sepasang bibir Wulan dan Iskandar. Namun semua itu seakan kont
it-langit kamar sesaat sebelum menarik n
dengarkan deru rindu, meredam rintihan pilu, lalu meringkik seperti anjing yang tengah menahan sedu. Persisi se
g. Senyap, seakan bunyi lenyap dalam sekejap. Namun disusul derit kecil dari daun pintu
ampak berantakan tak sempat Chika bereskan. Berserak lembaran penuh gam
ukiskan bunga matahari. Arial tersenyum melihat has
kini sudah duduk dengan nyawa bel
nga matahari." Chika berucap sambil terkantuk-kantu
sebentar. "Kamu
engkan kepala
an Chika. "Tunggu, ya. Biar Kak A
sepintas. Membiarkan Ar
lewati ruang tengah, bertukar derap menuju dapur. Lal
nunggunya lama. Namun jantungnya nyaris saja terhentak t
i ia yakin Wulan masih belum melupa
yang masih penuh peringatan
ap bicara. Berusaha menerima segala bentuk
tinggal di sini sampai tiga bulan ke depan. Sampai ayahnya kembali dari Rusi
alannya semakin
buat Mam
tinya Lidya lebih panta
dari sepasang bibir Wulan terdengar lebih pantas sebagai tuntutan. Ya, te
"Iya, Ma. Aku ke kamar Chika dulu. Tadi dia minta minum." A