Love is Love (Love)
epang. Biasanya, aku diminta menemaninya sembari liburan. Namun, kali ini dia pergi sendiri. Syukurlah
i suasananya sangat memuakkan. Orang-orang kantor memandang hina diriku. Bahkan ada yang nyeletuk, "Bergaul sama si Bos
Samuel karena dia pemilik perusahaan. Dan, aku yakin betul kalimat itu ditujukan kepadaku. Malas sekali menanggapinya. Bisa jadi masalah besar kala
uel mempercayakanku sebagai CEO di salah satu perusahaannya. Dan aku punya hak untuk memecat siapa saja. Namun,
ereka bekerja hampir bangkrut? Kalau bukan karena kerja kerasku, bisa saya pastikan perusahaan yang sekarang
. Aku memejamkan mata, berharap Tuhan memberikan kesempatan kepadaku untuk tid
mbuskan napas kasar. Aku teringat sesuatu di laci
alam laci. Aku mengambilnya. Aku menutup jendela dan mengunci pintu, kemudian membakar selintin
i tempat tidur, alhasil sepraiku bolong-bolong. Tidak ada yang boleh
ringan, jiwa melayang. Aku terpejam, bernapas perlahan, kemudian terlelap. Aku bermim
asa sakit dan untuk menyembuhkannya bukan perkara sejam dua jam. Bahkan, pernah seharian aku merasa kepala sangat sakit. Karena memang sudah biasa, aku pun terlihat biasa. Jika sudah
ongan kembali segar. Perut juga mulai terasa lapar. Aku membuka laci, mencari bara
abis!" g
ngnya tidak ada, sama saja dengan menyiksa diri sendiri. Ah! Aku membanting bungkus
un, jangan cemas. Aku sudah biasa mengendarai mobil dalam kondisi seperti i
uatu yang menyala dalam dada hingga tanpa sadar aku menginjak pedal gas semakin dalam. Ciiit ...
eseorang. Beruntung, gadis itu tidak apa-apa. Dia hanya berdiri mematung sambi
ya!" bentakku pada si
pan malam. Apa gadis itu sudah gila? Ditanya malah diam saja. Atau jangan-jangan
idak bereaksi apa-apa. Tatapannya juga kosong. Apa janga
bayang gadis misterius akhirnya pupus digantikan pemandan
usan angin laut langsun
angan sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh, tetapi peng
membayangkan apa yang akan mereka lakukan. Pasti setelah malam ini mereka akan mencari hotel, kemudian check in. Namun, mereka mungkin lebih bah
wanita mana yang mau sama aku? Seorang pecundang yang bahkan sudah d
alu menemuiku jika membutuhkan barang. Aku menerimanya, kemudian memberikan beberapa lembar uang. Setelah itu, dia p
ikannya karena hanya untuk menghilangkan rasa sakit kepala. Setelah kepalaku terasa ringan, aku keluar d
. Dimulai dari SMA, aku sering mengisi mading sekolah. Lalu beranjak masuk kuliah, aku iseng mengirim
Kulihat sekeliling, tak ada satu pun pengunjung yang lalu-lalang di pantai.
ng berkelap-kelip didampingi deburan ombak, menjadikan suasana malam begitu romantis. Namun, keindahan itu semakin mem
ku tidak membenci sosoknya, tetapi yang aku benci adalah penyimpangannya. Andai pun dia gay, asal jangan membuat ulah pastilah aku masih mau menjadi temannya. Na
, aku menangkap sosok seorang gadis dari kejauhan. Kupikir hanya ilusiku karen
Naluri kemanusiaanku tumbuh. Aku harus menyelamatkannya. Tanpa berpikir panjang,
ir pantai. Dia tak sadarkan diri. Kuperiksa denyut nadinya. Masih berdenyut. Syukurlah dia masih hidup. Namun,
ndir. Aku tiba-tiba teringat acara di televisi
ng yang tenggelam adalah pertama, menekan-nekan perutnya supaya
a dia belum sadar, kuulangi lagi langkah pertama dan kedua. Masih tetap sama. Kuula
erbuka. Sesaat dia memandangku,
enunggu gadis itu tersadar. Hawa dingin mulai menyerang. Aku lal