Sang Buron
a menjadi ragu dan terpaksa berlipat-lipat mempertimbangkan banyak hal untuk memp
diri selagi kita menunggu Pendeta?" na
uruk. Lalu, kuriositasnya muncul dan mengganggunya lagi. "Baiklah. Tapi satu pertanyaan terakhir." Kiki menatap buku yang berisi daft
as. Seolah-olah dia telah melatih untuk me
ghadapi tenggat waktu yang mepet. Email-nya kepada Ivan terurai; "Ada seorang narapidana di sini yang sedang mencari dan ingin segera menemuimu. Dia tidak mau pergi dari sini sebelu
mata. Di belakang perempuan itu, menyusul mantan tunangannya yang mampu membuat kerutan di dahi sekaligus senyum tipis di bibir pada saat bersam
ekitar ruangan, Kiki berkata pada Harry; "Sebentar, tunggu di sini." Setelah itu, Kik
dan Ivan tidak pernah berkeinginan untuk menjadi yang lainnya. Dia dibesarkan di sebuah daerah kecil di Kanto, dididik di sekolah yang tak jauh dari gereja, kecuali untuk acara darmawisata sekolah ke Osaka dan bulan madunya di Tokyo. Secara umum, dia merupakan Pendeta yang cukup dikagumi oleh para jemaatnya; meskipun beberapa persoalan pernah terjadi pada dirinya. Perselisihan pernah terjadi ketika dia membuka ruang bawah tanah di gereja untuk menampun para gelandangan selama badai salju d
terdengar sangat lugas dan menyentuh hati para jemaatnya. Track Record kejahatannya terhadap sesama manusia sudah dimungkinkan akan membuat dirinya mendekam di neraka dan menderita selama-lamanya. Dal
berada di salah satu sudut ruang kerja khusus Pendeta, agak sedikit menjauh dengan meja tulis. Sosok teman baru yang duduk di lounge chair yang sanda
enyertai tubuhnya yang memang khas orang-orang yang usai lama mendekam di tempat-tempat gelap. Lutut-lututnya yang kurus dan setiap tu
van memulai dengan nada santai
yah penjara Chiba, setelah itu aku dipindah dan ditampung di Lembaga Permasyarakatan Kanto. Sekarang aku sepe
tnya bersikukuh untuk datang ke gereja. Perbuatan kriminal? Penyelundupan narkoba atau konsumennya? Genosida? Terosisme? Bisa jadi semuanya. Sementara di sisi lain, Harry adalah koruptor pajak. Tetai, deng
tatapan mata. Karpet di lantai menjadi pusat sorotan matanya. Ivan meneguk tehnya dan menatap kliennya itu dengan cermat. Sesekali berselang beberapa detik,
n ruangan disulap menjadi senyap. "Apa la
akit ganas yang menyerang otakku, s
terce
Tapi ini sudah akut. Aku sudah lama membiarkan penyakit ini mengganggku waktuku, tanpa penanganan sewajarnya. Aku tidak pernah merasakan diomeli dokter hanya karena tidak rutin minum obat, atau yang lain. Ak