Mr. Ceo and The Lady
habis sosisnya, dan mereka menatapnya bingung. "Minggir kalian!" sentak
atapnya penuh ketertarikan seksual. "Kau adalah permata
cang itu. "Kau tidak pernah diajarkan sopan santun kepada orang asing hah!" Emo
at buruk, bukanlah pengalaman bagus. Serene terheran-heran tentang semua orang di taman seakan mengabaikan dirinya. Walaupun Serene
gannya dicengkram salah satu pemuda itu. Wajah pemuda itu mendekat ke wajahnya, dan Serene menarik tubuhnya menjauh sebisa mungkin. "Wajah ini sangat jarang ada di kota ini. Apa
a terlempar begitu saja ke tanah berumput. Aksinya mengundang kekagetan dua teman lain. Mereka terpengarah melih
eramahan di wajah Dominic saat bertanya. Nadanya tega
pergi!" Mereka ber
anpa menjelaskan apapun, dia hanya mengatak
menolak. Dominic membukakan pintu mobil untuknya dengan muka setengah hati. Sejenak Serene terd
mobil. Tampak mewah dan canggih. "Di duniaku tidak ada benda
pedulikan. Dia memasang sabuk pengaman, kemudian menginjak p
a benar-benar terlihat udik menganggumi semua yang terlihat di matanya. Memb
. Serene kebingungan dengan sikap wanita baya ini kepadanya. "Kau pergi kemana
a berkata jujur. Sungguh. Dia benar-b
idak tahu arah di kota ini. Sebenarnya kau berasal dari mana?" Kalimat tanya yang membuat Serene bingung menjawabnya
al usulnya. Wajahnya yang tampak sedih secara alamiah mengundang simpa
diri? Semalam Dominic menemukanmu tidak
mbali ke masa sebelum dirinya tersadar. Dia ingat begitu jelas terperosok
a mengharapkan Emma juga ada di dunia ini menemani agar dirinya tidak sendirian. Tapi kalau kenyataann
Jia lembut. Ketika itu Dominic data
"Aku baik-baik saja." Perlahan pandangan Serene memburam. Perlahan pula
e pingsan. Dia memerintah Dominic untuk memb
i mempertanyakan sikap berlebihan ibunya. Tetapi wanita itu meminta Dominic membawa Serene ke kamarnya dul
Dominic saat mencoba membaca niat gadis ini, atau latar belakangnya yang masih misterius. D
ya turut duduk di hadapan untuk bicara. "Kenapa ibu bersikap
ena-mena Jia cukup membuat Dominic menghela napas sabar. Memang Dominic menge
g manis dan lu
n daripada mengahadapi ibunya. "Ibu, sudah kubilang, aku tidak in
an curiga. "Jadi benar, kau gay?" t
"Aku tidak gay. Aku masih normal
ngin menggendong cucu yang lucu sebelum meninggal. Hanya itu permintaan ibu padamu, Dominic." Jia menandaskan kalimatnya tanpa ingin ada bantahan. Usianya sudah memasuki ke
ajah memelaa itu hanyalah rayuan semata. Lagi, Dominic menghela napas. "Aku harus mencari tahu latar bel
*