Suami Pilihan
HBAC
mbo
ejenak aktivitasnya. Pandangan mata teduhnya seketika berbalik dan mengamatiku. Dia
nyak perusahaan-perusahaan besar yang berebut untuk merekrutnya. Dia juga bisa mendapatkan gaji yang besar, dan si
a jika aku memberikannya keleluasaan untuk resign dan berleha-leha di rumah dengan anaknya? Tapi mungkinkah simbok
ok secara tiba-tiba bertanya, tentu saja dengan diir
kan kuhargai. Ya, walaupun mencari sosok seperti simbok rasanya mustahil. Tap
a sangat nyaman sekali, apalagi ketika simbok juga bercerita dengan tokoh-
mendongeng dengan posisinya yang masih mengelus suraiku lembut. Aku tak mere
di sana. Jadi, kelak ketika saya tiad
ketika nanti dia tiada ada yang mendoakannya? L
telah mati kita akan reinkarnasi kembali. Tenanglah, Mbok." Kuberanikan diri berpendapat. Logikaku menangkap apa yang dilakukan oleh simbok itu terlalu a
nya, "Setelah mati, kita akan berada di alam Barzah. Di sana, kita akan diperlakukan sel
cur begitu saja. Kepo memang aku dengan apa yang simbok sampaikan itu. Walau berpendidikan
ah mati dan menunggu hari akhir akan berada di sana. Mereka akan pulang ke rumah masing-masi
a manusia yang sudah mati membutuhkan bekal? Apa yang disampaikan simbok ini memang sema
pat pemujaan roh nenek moyang seperti orang-oran
ud bukan sesaji, Nona. Bekal disini bisa dikatakan sebagai doa atau juga
n memberi tahuku sedikit demi sedikit. Bahkan walau sebenarnya aku hanya sebatas kepo, simbok masih saja menjelas
HBAC
tidak lupa, bagaimana mereka seperti bertemu dengan idolanya yang luar biasa. Zein terlihat seperti bintang tamu
kupercepat agar bisa bersejajar dengan Zein. Tepat di sam
ngan kepala, "Pertanyaan itu dariku untukmu, bukan darimu
rilah yang sendari tadi terus ditodong dengana kamera. Bahkan sampai orang-orang berseragam t
rsama Gus Zein itu? Jangan
rti bidadari surg
ntik sekal
ya juga cantik. Beliau
gan ning itu. Beliau sepe
e
Apakah seindah itu? Bukankah dengan apa yang aku kenakan keindahan tubuhku tertu
Jelas saja iya. Dalam seumur hidupku, tak pernah aku dipu
ayahnya. Saat sudah bersuami, ia menjadi penyempurna agama bagi suam
limat-kalimat yang Zein ungkapkan tentang seorang wanita dalam pandangan Islam kepadaku. Semulia itukah seorang wanita
kan kedudukan kepada seorang wanita?" tan
anita sholihah itu perh
atakan Zein teruntuk bagi semua wanita tanpa memandang secantik apa, sepintar apa, sekaya apa, atau anaknya siapa. Hal itu sangat berbanding terbalik dengan duniaku yan
berapa wanita berjilbab yang nampak lebih tua menyalamiku dan mencium tanganku. Kutegaskan sekali lagi, MENCIUM TANGANKU? Ini
agian yang tidak dapat kudefinisikan. Dahulu, setiap laki-laki memandangku dengan tatapan lapar seakan ingin melahapku habis-habisa
aku memakai baju muslimah. Karena hijab, mereka mengagumi dan menyanjungku. Sedangkan para laki-laki, mereka semua menundukkan pa
namanya
tku berdiri. Ning? Apa maksudnya? Dia memanggilku d
elah berkepala empat ini kembali me
, beliau kemudian tersenyum ramah dan mempersilakanku
el-embel Islam ini semuanya terasa berbeda. Ada rasa nervous dan tidak percaya diri yang tiba-tibe menyelimuti mentalku. Entahlah,
ang ponsel dan entah mereka atau sekesar memotret hal-hal unik yang meraka rasakan di tempat itu. Lantuna
fal tentu saja. Bukan tanpa alasan aku hafal bacaannya, itu karena simbok sering sekali membacanya sehabis ibadah. Kemudian acara dilanjutkan dengan pembacaan ayat-ayat Al-Qu
yang disampaikan oleh Zein itu ringan pembahasannya. Bahkan aku saja yang belum begitu mengerti dengan Islam bisa memahami setiap bait kalimat Zein dengan baik. Tak hanya disitu saja. Kulihat Zei
ena ikut kecuci uga nilaianya akan tetap seratus ribu. Lha wong hakikatnya suma seribu, mau diunggulkan, diberi farfum, disetlika, ata
ab mereka ser
ek-jelekkan seperti apa, tetap akan pada posisi dan nilainya. Begitupun sebaiknya. Orang yang
erapa titik. Jujur saja, gayanya yang semacam ini membuatnya semakin
li diambil alih oleh MC. Mereka terlihat sibuk mendiskusikan sesuatu, hingga sepersekian
ini, ada banyak sekali pertanyaan dari hadirin yang akan kami pilih secara acak untuk dib
-ada saja mengadakan sharing session dengan pertanyaa
dari panitia akan mengambil kerta
ua
emudian setelah hitungan selesai di angka tiga, seseorang m
n ditujuka
, aku merasa ada yang tidak b
da di sampin
udah k
angan tak mengenakkan yang lewat dan menghantuiku. Seca
jatuh kepadaku? Apa yang harus kulakukan jika mereka bertanya tentang Islam? Bagaimana aku menjawabnya? Aku gelisah, tentu saja. Tanpa aba-aba, kutatap Zein. Berharap pria itu bersegera memb