I Love You Om Miliarder
bangkit dari pembaringan pun rasanya begitu sulit. Entah apa yang terjadi padaku sebelum bisa berada di tempat ini. Semu
ah mati saat sadar jika sekarang berada di sebuah kamar. Satu hal lagi, tempat ini terasa asing dan begitu
u memutuskan untuk menuruni tempat tidur. Tertatih berjalan
bertingkat layaknya istana di jaman modern. Masih dengan mulut menganga aku kembali berjalan, menutup pintu pelan sembari c
Siapa yang dimaksud? Mungkinkah itu aku? Aku berbalik, di belakang sudah berdiri seorang perempuan sete
erbasa-basi, segera kusuguhkan dua t
masih dengan nada sopan. Mulut terasa tercekat, alhasil aku hanya bisa membulat layaknya ikan d
g salah jika aku berkata hidup mandiri. Dia mungkin belum tahu seperti apa pahitnya kehidupan yang dua tahun terakhir i
a kemewahan ada di depan mata, kehidupan Nyonya
er katakan. Atau mungkin semua ini hanya mimpi? Ayo sadar, Ruby! Kuc
ah korban Tuan Marco yang kesepian ingin segera menikah. Mendadak saja bulu kudukku meremang, seburuk apa rupa Tuan Marco itu hingga dia harus menculik seorang gadis agar bisa d
a, Nyonya," pintanya
ma
er menjawab singkat meski
ndak kriminal. Saya nggak kenal siapa itu Tua
. Kalian memang akan segera m
lelaki tua bernama Marco itu. Tidak peduli sekaya apa dia, aku tidak akan pernah mau menikah dengannya, tit
o ini. Pening di kepala sedikit membuatku kesulitan untuk melangkah, terlebih sekarang harus menuruni anak tangga. Sesekali meliha
tnya nanti jika sudah terbentur lantai. Kupejamkan mata rapat-rapat, tetapi keanehan terjadi saat merasa tidak
takut melihat wajah marah dari lelaki tua itu. Mungkin lebih b
yahdu mengalun pada gendang telinga. Aku tertarik untu
ansung wajah si pemilik suara bariton itu. Kami bersitatap, dia tersenyum
Stef
a menyebut nama 'Stefan' bukan 'Marco'. Berarti lelaki ini bukan t
mencoba untuk berdiri. Sungguh, sekarang aku merasa
na?" Stefan kembali melo
arena aku belu
ik-baik saja." Ku
Stefan hanya tersenyum kecil. Aku sempat mencuri pandang dan berani bersumpah demi apa pun jika lelaki itu sangat manis juga tampan. Pandangan kami sama-sama tera
aru saja Ember tunjuk, di sana jelas ada dua lelaki. Seorang lelaki berbadan cuku
aku harus kembali melarikan diri. Marco asli jauh lebih buruk dari gambaranku. Lelaki berbadan besar
menyapa Stefan, itu berarti dia bukan Marco. Aku mendongak menatap punggung lelaki yang sudah menjauh. Apa dia Marco yang asli? Sebenarnya ad
tak mau kuikuti langkah Ember dan kembali menaiki anak tangga, bertemu dengan Tuan Marco si penguasa ist
*
m ruangan ini, sangat indah dan menakjubkan. Lemari buku berukuran rasaksa lebih mendomonia
menatap seorang lelaki yang sekarang duduk memunggungi. Dia menga
k, T
puan itu mengerti arti dari gerakan jari Tuan Marco. Selang meni
ke ma
inggalkan aku dan Tuan Marco yang sampai sekarang belum menunjukkan batang hidungnya. Membuat penasaran saja. Selepas kepe
ecil." Suara bariton miliknya membuatku terk
sal. Dia terkekeh lalu memutar kursi memperlihatkan wajah yang selama ini hampir membuatku frustrasi
dan maskulin, hidung mancung juga bibir sedikit tebal berwarna merah muda entah itu
sebagai paman meski wajah itu b
embaca pikiran, mungkinkah dia juga seorang para normal? Tuan Marco lalu menatapku tajam
anji, dia merawatmu dengan baik
kening. "Or
jarnya saat mungkin saja tahu rasa tidak mengerti dariku. Ke
Terkejut dengan pemandangan depan mata, puluhan bahkan ratusan fotoku terjajar r
ini? Apa Om seorang mesum yang diam-diam
enatapku ta
r terkesan pongah. "Iya, usia kita jelas beda j
tua itu," bal
a usia
h lima." S
menikahiku karena aku hanya akan menikah dengan
ngan mata. Lihatlah Tuan Marco itu, s
tersebar harum, memikat perasaan meski baru beberapa saat bertemu. Jantungku pun mudah bereaksi jika padanya, sedangkan pada Tuan Marco? Ah, melihatnya saja sudah membuatku naik
n Marco memiringkan tubuh agar kami berhadapan, menatapku dengan picing
karena besok status kita akan res
r seperti itu. Satu hal lagi, jangan harap kalau aku
n manggil om." Kujawab ketus di
uju sebuah lemari kecil sudut ruangan. Mengeluarkan sesuatu lalu kembali
ana juga tertera jika pihak kedua akan menerima uang sebanyak satu milyar dengan alasan menyerahkan anak perempuan untuk kelak dijadikan istr
i uang satu milyar? Namun, mengapa rasanya begitu mustahil mengingat kedua orang
puluh tahun pun sebenarnya kamu sudah menjadi milik saya, tetapi s
sti perjanjian palsu, Om seng
di atas materai?" tanyanya pelan
meski sebenarnya percaya dengan perkataan Tuan Marco, di
an ko
tidak berhak membuat teka-teki dan mempermainkan hidupku. "Dalam perjanjian itu a
u." Tuan Marco menjawab datar,
sekarang, b
olak panas. Napas turun naik tak b
ab,
njam uang sebesar satu milyar dengan jaminan kamu
ikah dengan lintah darat seperti Om!" Tumpah sudah kemarahanku. Sejatinya ada luka di kedalaman hati saat mendeng
am emosi. "Lupakan masa lalu karena mau tak mau kamu har
an ha
n kening. Mateo? Siapa lagi dia dan meng
, tampangnya sungguh bringas dan menyeramkan. Oh Tuhan, apa sekarang Tuan Marco a
r agar terus mengawasi dengan ketat."
Ini jelas pemaksaan, aku akan terus mempertahankan pendirian. Mateo mungkin saja kesal dengan amukanku, dengan cepat dia mengangkat t
berpengaruh apa pun bagi Mateo. Dia terus melangkah bahkan sekarang suda
Mateo sungguh kasar, rasanya ingin kucabik tu
jarnya datar sebelum kembali berbalik dan melang