Istana di gemparkan
n. Kini pikirannya tidak sekacau berada di rumah suaminya. Di sana memang megah, luas, bersih d
balkom. Dia membuka pintu kaca bening itu, men
a
nyak bunga mawar yang berjajar
ekelilingnya, ia melihat se
kalau aku bisa tingga
o
o
o
berstatus menjadi istri. Dia takut, Alden tidak suka dengan sikapnya dan menyukai wanita yang le
apa
i tunggu untuk s
Anne mengatakan tuan, tapi
e. "Maksud mu, Tuan yang mana?" Tanya Aluna. Tidak
, ia pikir Aluna tidak
en, tadi malam
a
rik ke atas dengan dahi
at ke arah ranjang. Kemudian menyusul ke arah sofa. Pantas saja dia tidak m
Di kehidupan lalu. Alden tidak pernah
epalanya, ia masih waras berharap Alden berubah. Entah kapan ia mem
laki-laki yang tidur meringkuk. Ingatan itu sangat jelas di otaknya, sikap d
ens. Kemudian membawanya ke kamar mandi, tidak mungkin dia mengganti pakaiannya di dalam ruangan ini. Apa lagi ada seorang laki-l
r dengan handuk yang melilit di rambutnya.
butnya yang acak-acakan membuat siapa saja merasa gemas dan ingin memeluk
iasnya. Memandang wajahnya dan melihat laki-laki ya
buah handuk di dalam lemari. "Ini handuk tu
n wajah bingung. Ucapan Aluna yang datar, membuatnya curiga ak
aos oblong dan celana santai. Kebetulan, di rumah Om Bram sama sekali tidak ada pakaian kerjanya. Tidak heran, di rumah ini tidak ada
at pantulan wajahnya di cermin. Menyisir rambutnya agar terlihat rap
tenang. Dia sedikit tersenyum d
yang terpesona. Sikap dingin Alden sudah menjadi daya tarik bagi wan
ng kedatangan mu. Jadi om tidak menya
. Lagian aku taku
pekerjaan
ngat lan
ih makan sarapannya. Kedua matanya tidak
melahap rotinya. Jangankan menyapa, wan
h
lden?" Tan
las susu di sampingnya. "Tidak a
Alden memasang sedemikian
angat khawatir pada Alden. Dia sangat berterima kasih kar
," ujar Alden. Entah dari mana ide itu datang d
A
an pada Aluna yang
iya O
istirahat. Mungkin dia tida
a O
Ald
. Tidak pernah dia di abaikan begitu saja oleh Aluna. Wanita itu sang
mpai di kamarnya. Dia hendak berbal
Aluna. Dia memutar tubuhnya
l.
lagi nampak di bibir sang istri. "Hem, iy
l. Ia hendak mengatakan sesuatu. Namun apa yang ingin
da sesuatu, ak
l.
uhnya. "Iya!" Seperti seo
u tidak men
n kirinya. "Sebelum aku menghubungi mu, aku sudah tahu jaw
eh Aluna, tidak di lihat oleh Aluna. "Al, seorang istri. Pasti a
eminta ijin pada mu, mengatakannya pada mu dan Aron pasti menyampaikannya pada mu. Ka
ni
benar. Ia seakan tidak memiliki perka
, akhirnya dia berbalik d
rnah membalas ucapannya. Tatapannya tidak pernah terangkat. Aluna selalu menunduk dan jika ada yang ingin di
gkan
berapa surai hitamnya di bawa oleh angin. Ia merasa suasana di pagi
arus bahagia. Di kehidupan lalu, Alden tidak pernah menyusul
l.
ndekat. Dia duduk di samping Aluna dan mem
angi hamparan bunga yang telah dia tanam. Aluna sangat menyukai bunga, hingga rumahnya pun seperti
stirah
da sesuatu yang k
ersenyu
. Sebelum aku meninggal, aku melihat mu terbaring lemah di rumah sakit. Saat itu aku tid
du pada orang
ginya." Om Bram menawarkan agar hati Aluna tenang
tinya karena te
Alden anak yang baik, Om per
ki itu. Aku harus menyelesaikan sendiri se
menjaga kesehatan Om." Aluna menggenggam tangan kanan Om Bram. "Kesehatan Om, kebahagiaan bagi Al."
rasa tidak enak di hatinya. Ia merasa kasihan karen
juga telah m