Langit Jingga
an
sudah
erindukanku? Ak
rik perempuan l
kah kau ing
likan perasaan, adalah soal nomor dua. Kalau kau cantik dan seksi, kami, para lelaki tak akan melepasmu. Itu aturan mainnya. Memang kejam, dan terkesan tak menghargai harkat wanita. Kadang-kadang, kalau sedang mengobrol dengan teman-teman kampusku yang liberal, atau feminis, mereka mengata-ngataiku s
rempuan lain di sekitarku yang terhitung lebih cantik dan lebih seksi, dan terang-terangan menyukaiku. Kadang-kadang Hanna cemburu. Namun, tak jarang, ia tak acuh. Ia pemilik tubuh dan jiwaku, dan aku
, aku memang terlah
dari keluarga, dan Hanna, sungguh membuat hidupku serasa diselimuti kegelapan semata-mata. Teman se-apartemenku, Jorge dan Iveta, yang sering sekali bermesraan di segala tempat, membuat situasi semakin sulit. Aku lelaki muda berusia dua puluh lima tahun yang telah mengerti nikmatnya mencecap
uaranya, dan mendengarkan ia meminta sesuatu yang lebih, kecupan, atau sentuhan yang membuatnya menggeliat. Pada mulanya, sega
dengannya saja, aku harus berbohong kepada ibunya. Kubilang kami akan jalan-jalan di taman, walau tujuan kami adalah penginapan murah. Kukira, ibunya tahu ada sesuatu yang tidak beres pada anak perempuannya, tapi, ibunya tak melarangnya, atau memaksa-
sanya memanggil ia sebagai ayah. Lelaki sialan itu sering sekali memaki ibuku, dan juga aku. Ada saja yang diributkannya. Tak satu hari pun lewat tanpa aku mendengar kata-kata umpatannya. Ibuku yang dulunya ceri
sek seperti ayahmu! Berhati-hatilah
ri bahwa aku punya potensi jadi brengsek. Tapi, kode genetik itu ada, dan tidak bisa diubah. Yang bisa kulakukan, memang, hanya mewaspadai diri sendiri, meski kewaspadaanku itu selalu luruh di hadapan Hanna. Soal ayahku, rasanya aku tidak perlu terlalu mempedulikannya. Satu-satunya informasi yang aku ketahui tentang ayahku adalah ia seorang lelaki asing berkebangs
filosofi dibalik nama pemberiannya terdengar menjijikkan, terlalu serius, dan berlebihan. Langit adalah sosok yang tidak kukenal meski aku mengenal diriku sendiri dengan bai
dengan kosakata yang lebih Korea. Ayah tiriku, yang mengikuti obrolan kami waktu
kau bisa melakukannya sendirian, dengan usahamu
ya. Aku memikirkan nasehatnya selama beberapa hari, dan karena apa yang dikatakannya adalah sebuah kebebaran, akupun mengadopsinya ke dalam hidupku. Sejak itu, aku berhenti menjadi anak cengeng yang ha
Langi
enjadi peraih
tempat, dan karena aku adalah bocah yang biasa-biasa saja, aku ingin memiliki cita-cita luar biasa. Hingga ki
u ingin m
ku tiba-tiba