Dosen muda
r Ekonomi Makro menyambut dengan nada sinis, "selamat sore," diikuti dengan gelak tawa mahasiswa dalam kelas tersebut. Seolah sudah terbiasa dengan perlakuan tersebut, Chinty
nampak tidak mempedulikan kicauan Ibu Darmayanti yang menyerukan permasalahan ekonomi makro. Chintya malah asyik menggambar-gambar dengan pensil 2B yang menari-nari di atas kertas A4. Tidak terasa, jam akhirnya berputar sam
mbar. Melukis, desain, sketsa, dan karikatur adalah dunianya. Bahkan setelah lulus SMA, Chintya sebenarnya ingin mengambil perkuliahan desain grafis namun tidak diizinkan oleh kedua orang tuanya. Maklum, Chintya adalah anak tunggal sehingga kedua orang tuanya begitu protektif terhadap dirinya. Menurut kedua orang tua Chintya, menggambar atau melukis bukanlah kegiatan yang akan menjadikan masa depan anak semata wayangnya menjadi cerah. Sungguh pandangan yang kolot!
nnya yang menjelaskan bahwa mahasiswa ini sudah terlambat selama 55 menit. "Iya, maaf pak," jawab Chintya tanpa memberikan keterangan lebih lanjut dan langsung mencari tempat duduk. "Namanya juga 'Princess of Late' gitu lho, kalau datengnya on time, bisa-bisa matahari terbit dari barat," celetuk salah seorang mahasiswi bernama Merry diikuti gelak tawa satu ruang kelas kecuali Pak Martin dan si subyek penderi
dalah dosen baru di Jurusan Akuntansi Universitas Merah Putih dan kali ini beliau mencoba mengunjungi kafe perpus. Setelah memesan roti bakar keju, ia mencari tempat duduk dan dilihatnyalah sosok yang tidak asing lagi. Ia melihat seorang gadis manis berambut panjang dan rambutnya itu dimasukkan dalam lubang belakang topi berlidah. Dialah Chintya dengan gaya khasnya setiap ke kampus. "Halo. Kamu mahasiswa saya kan? Boleh saya duduk di sini?" Pak Martin menyapa Chintya sembari meminta izin
Kirana, dan Santy rela berdandan habis-habisan dan membeli pakaian baru untuk menghadiri kuliah Perpajakan. Wow! "Untuk minggu depan, kalian akan saya berikan tugas untuk merangkum materi yang telah kita pelajari selama dua minggu ini. Tugasnya di buat dalam kelompok yang beranggotakan empat sampai lima orang," jelas Pak Martin. Para mahasiswa segera membagi dirinya dalam kelompok. Kemudian Cindy, sang komti kelas segera menyerahkan kertas berisi daftar ke
kamu mahal-mahal," ucap Pak Martin. "Aduh... gimana yaa," Chintya kebingungan menjawab pertanyaan Pak Martin. Ia nampak mempunyai jawaban yang kuat untuk pertanyaan tersebut namun sulit sekali dijelaskan. Pak Martin dapat membaca situasi ini maka ia berkata, "Udah gak usah di jawab kalau gak bisa di jawab. Yang jelas saya punya tawaran buat kamu." "Tawaran apa pak?" Tanya Chintya penasaran. "Saya bisa bantu kamu supaya enjoy dalam kuliah dan mungkin ke depannya IP kamu ikut membaik. Saya dengar-dengar, IP kamu kurang baik ka
na pria idamannya jatuh ke tangan mahasiswi yang baginya tidak ada apa-apanya. Merry mengakui bahwa Chintya memang lebih manis daripadanya. Namun, prestasi akademis Chintya itu hancur mina, tidak disiplin, dan kurang pergaulan. Bagaimana bisa dosen yang sempurna seperti Pak Martin dapat tertarik pada mahasiswi yang modelnya seperti itu? "Chintya, lo ngaku deh. Lo sama Pak Martin itu pacaran kan?" Tanya Merry pada Chintya. "Gue sama Pak Martin itu ya cuma mahasiswa sama dosen, Merry, gak lebihlah. Mesti berapa kali sih gue bilang? Ini tuh sudah lebih dari sepuluh kali lo nanya ke gue pertanyaan yang sama. Lo gak bosen apa? Gue aja udah bosen banget
i dalam tugas kelompok, tidak seperti dahulu yang hanya 'menitipkan nama.' Selain itu, di semester dua ini, Chintya berhasil meraih IP 2,9. Bila dibandingkan dengan IP-nya semester lalu yang berkisar 1,8, ini berarti peningkatan yang signifikan! "Ternyata cinta itu mempunyai kekuatan yang luar biasa ya. Cinta bisa mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin. Cinta bisa menjadikan yang buruk menjadi indah. Cinta juga dapat mengubah sikap, dari malas menjadi rajin, dari ogah-ogahan menjadi semangat. Dan gue baru tau, kalau cinta itu bisa naikin IP. Liat aja Chintya. Sejak dia sering berdua-duaan sama Pak Martin di kafe perpus alias pacaran, dia mulai berubah jadi mahasiswa yang disiplin, nilainya juga lumayan. Tadinya gue
dar. Ada yang mengatakan bahwa mereka sudah putus, ada juga yang menerka kalau mereka bertemu di luar kampus. Namun, sikap baik Chintya yang ditunjukkannya belakangan tetap bertahan, yakni kedisiplinan dan ketekunannya. Bahkan di semester paling akhir, Chintya mampu menghasilkan prestasi yang terbaik, yaitu mendapat IP 4 di semester itu. "Chin, selama
rah muda ini dimaksudkan juga sebagai simbol manis dan centil, sama seperti kepribadian mereka. Cindy mengenakan kebaya warna putih dan beberapa temannya menggodainya mau menikah. Masih banyak warna lain yang bertebaran seperti hijau, oren, biru, merah, kuning, dan lain-lain. Warna-warni yang menampilkan keceriaan sama seperti hati mereka. Sementara anak-anak lelaki tampil gagah dengan celana panjang, kemeja lengan panjang, dipadukan dengan dasi kupu-kupu. Mereka semua telah berkumpul di auditorium kampus. Ya, inilah Hari Wisuda Universitas Merah Putih
akan sedikit tentang keberhasilan kamu?" Pak Yanto mempersilakan Chintya untuk berbicara. "Segala yang saya peroleh pada saat ini tidak lepas dari bantuan seseorang yang begitu menginspirasi hidup saya. Semuanya tentu sudah bisa menebak siapa dia. Iyaa, dia adalah Pak Martin. Dulu, saya kuliah ogah-ogahan karena masuk jurusan yang tidak saya inginkan. Saya minatnya ke desain grafis makanya sering gambar-gambar. Tapi orang tua saya gak setuju. Mereka mau saya belajar perekonomian. Sulit banget rasanya ngejalanin kuliah yang gak sesuai minat. Lalu, saya bertemu Pak Martin. Beliau memotivasi saya bahwa segala halangan yang menghadang ketika kita ingin mencapai kesuksesan harus dianggap sebagai batu loncatan. Semakin tinggi batu loncatan, kita belajar semakin tinggi melompat, dan di balik itu ada pemandangan yang indah. Bila di jalan kesuksesan kita bertemu tembok penghalang, tembok itu harus di panjat, bukannya berdiam diri di baliknya. Meloncati batu loncatan atau memanjat tembok penghalang tidak akan menimbulkan kelelahan atau membuat kita kehabisan tenaga melainkan akan menghasilkan kekuatan diri, maka nikmati saja prosesnya," cerita Chintya penuh semangat. "Wah, ternyata Pak Martin selain dosen juga motivator ya? Hebat bisa kasih pencerahan seperti itu. Pak Martin, boleh diceritakan dari mana anda mendapatkan kata-kata mutiara seperti itu?" Pak Yanto turut mengundang Pak Martin maju ke depan. "Kata-kata itu bersumber dari pengalaman pribadi saya. Dulu setelah lulus SMA, saya ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Namun, bermasalah di biaya. Orang tua saya mempunyai sejumlah uang yang kira-kira cukup untuk biaya kuliah saya. Tetapi mereka meminta saya agar menggunakan uang tersebut sebagai modal membuka toko. Membuka dan menjaga toko bukan minat saya. Saya lebih menyukai dunia perkantoran. Saya dulu buka toko plastik dan