Bukan Budak Cinta
tajam, membuat desiran halus kian menjalar tak tentu arah. Ingin rasanya
uh dari kamu," ujarnya seraya mengelus pipi kemudian me
ketika jari telunjuknya sigap menempel di
entuh hidungku. Gemas. Tubuh kekar itu lantas mendekat hingga tak ada jarak. Lengannya sengaja ia bentangkan agar kepalaku
eliat saat dia mul
g," ujarku dengan napas memburu. Seolah-olah diingatkan bahwa aku
ke teras. Rupanya tak ada siapapun yang datang. Aku la
anya Galih den
a siapa
a. Senyum dan tawa Galih seakan-akan membuat diriku terhipnotis untuk se
h dan Ibu memang telah berpamit
embuat terkejut sehingga
agetin a
tau-tau
k merebah di kasur lagi. Tanpa ba
Ibumu masih lama p
ahnya jauh-jauh," sahutku seraya m
dan menghujani ciuman di leher. Dadaku berdesir menimbulkan sensasi l
n kuat tangannya di lengan ini. Pandangan kami bersirobok membuat
birnya berkali-kali mengecup bibir dan bagian leherku. Aku semakin m
lakukannya sekarang." Suaranya terdengar say
makin bergemuruh hebat. Atasan baju dan rok yang melekat di tubuh ini disibakkannya s
teriak kesakitan. Semakin aku berteriak, ia justru semakin liar. Aku pasrah dala
a menyiksa. Dalam bayangan di cermin tampak Galih duduk membelakangiku seraya menunduk. Aku teri
ung selimut dan melepas kain seprei yang penuh noda darah. Mahkota suc
Galih sigap menuntun. Aku merendam sepre
nggung jawab, Ras," ujarnya s
tomu gak hanya di lengan, ya?" sambungku kemudian. Sambil menahan rasa perih, ada g
e tatoan kayak gini, Ras. Nanti suatu saat pasti
pulanglah!
i rumah sendirian. Biar kuteman
rdua keluar dari kama
*
sa ngilu. Ingin bangun dari tempat tidur seolah tak mampu. Aku mer
u saat memasuki kamarku. "Ibu tanya kok diem
edinginan, demam," sahutku mas
pergi, Galih datan
encang. Aku takut Ibu curiga atas
u nungguin Ayah sama Ibu sampe pulang. Tapi keburu malem, akhirny
kan tadi malem? Maksud Ibu, kamu
rumah, gak kemana-mana,
mudian membuka selimut dan menempe
t, biar sembuh. Waktumu cuma sedikit lho, Ras, sampe ij
s minum obat demam biasa aja,
a bersalah pada orangtua. Masih menutup tubuh dengan selimut, tangan in
ngkar pada ucapannya yang akan menjaga kesucian ini hingga saatnya tiba. Dan bodohnya
ung jemari. Masih belum reda memikirkan kesucian yang telah terenggut, terbersit la
g jika di antara kami ada yang mempunyai tato, terutama saudara-saudara laki-laki siapapun itu. Aku ju