icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Ketika Cinta Pertama Berujung Penderitaan

Ketika Cinta Pertama Berujung Penderitaan

Penulis: Miftakhul
icon

Bab 1 Rasa sakit itu datang lagi

Jumlah Kata:1352    |    Dirilis Pada: 01/12/2025

punggungnya sampai hancur. Ia menggigit bibirnya, menahan suara jeritan yang tercekat di tenggorokan. Ini bukan lagi sakit biasa, ini puncaknya. Ia tahu. Setelah sem

bisiknya pada dinding bat

jendela, berbau apek, lembap, dan menjadi rumah bagi laba-laba serta tikus-tikus. Laila memilih tempat ini, bukan karena ia punya pilihan, tapi karena di sini-di antara sisa-sisa keme

a merangkak, menyeret perut besarnya melintasi lantai semen yang kasar. Setiap inci gerakan terasa seperti siksaan. Air matanya sudah kering, digantikan oleh keringat di

an pernah anggap kami orang tuamu lagi

ingga. Malam itu, tiga bulan lalu, Laila berjalan keluar, membawa tas ransel berisi beberapa potong baju dan beban penyesalan sebesa

ini, ia tidak bisa menahan suara rintihan yang lolos. Ia terengah-engah, merasakan sesu

k bersih, tidak ada air hangat, apalagi obat pereda nyeri. Yang ada hanya kegelapan yang mulai tu

ratapnya, suaranya parau dan kecil, hi

g harus dilakukan? Mendorong? Menarik napas? Hanya ada satu insting yang tersisa: insting un

rongan untuk menjerit. Otaknya bekerja keras, menyaring informasi di tengah kabut rasa sakit. Ia meraba sekeliling, mencari sesuatu yang bisa dijadikan alas atau pem

pasang, memaksa tubuhnya melakukan hal yang tidak pernah ia latih. Ia

ang menghambur-hamburkan uang sewa kos yang ternyata uang haram, dan yang meninggalkannya begitu tahu Laila hamil. Laki-laki pengecut. Laila tidak me

iakannya memantul dari dinding ke dinding, terdengar asing dan menyedihkan di ruang kosong itu. Itu adalah

ggil semua energi yang tersisa dari tubuh yang sudah berhari-hari hanya makan mi ins

dan hangat, diikuti oleh su

rhenti b

rgeletak di atas tumpukan koran bekas. Tangan mungilnya yang terkepal. Keheningan selama sepersekian

ngisan i

ang mengisi seluruh ruangan kosong. Tangisan itu adalah konfirmasi. Konfirmasi bahwa ia berhasil. Konfirmasi ba

a rasa lega, takut, dan cinta yang tumpah ruah dalam satu waktu. I

bisiknya, su

kaca yang ia temukan dua hari lalu, ia cuci dengan air sisa minumannya. Ini bukan gunting yang steril, ini a

arus melakukannya sekali tebas. Jika ia gagal, bayinya akan terluka. Ia menari

ucapnya pada bayi itu, yang kini han

r

eadanya dengan sobekan kain yang ia siapkan, lalu segera memeluk bayinya ke d

uanya seolah lenyap, digantikan oleh keajaiban kecil yang menggeliat di pelukannya. Ia menyandarkan

tutup. Ia melihat hidungnya, mirip dengan hidung Bapaknya. Ya, Bapakny

mbil tersenyum tipis-senyum pertama

ja, debu tebal, bau kotoran burung. Ini adalah tempat kelahiranmu, Nak. Bukan rum

nya. Penyesalannya adalah kenapa ia bisa membuat masa depan anak ini begitu sulit bahkan sebelum ia s

nggalkan anak ini di panti asuhan agar mendapat hidup yang layak? Atau ia harus menggenggamnya erat, menghadapi dunia

engannya adalah berat tanggung jawab yang luar biasa.

kup besar. Namamu... Aku akan kasih kamu nama Arka. Pelangi yang melengkung. H

. Ha

pasang mata gelap dan polos. Mata yang tidak

bisa hilang, tapi rasa sakit kehilangan anak akan membunuhnya.

melainkan sebagai seorang ibu yang baru lahir, memeluk harapan kecilnya erat-erat, siap menghadapi badai

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka