Can You See Me?
al
nya ke arah pintu. Disana, berdiri Didan dengan tampang polos. Cengiran lebar mengh
eletakkan gitarnya di sofa dan b
an?" tan
ok ke dalam pintu. "Gue pinjem Rallin b
memberi izin. "Bawa aja.
ndengar ucapan Gandi. "Lo p
lah. Taman yang sangat jarang di kunjungi. Padahal kalau dilihat, taman ini suasananya sangat t
ng dibentuk panjang. Disusul
ergerak merapikan anak rambutnya ya
engalihkan pandangannya lagi ke depan. "Lo yang n
enar ada. "Menurut lo, mungkin gak kalo gue biarin moo
kan cintanya. Dia benar-benar tulus mencintai sahabatnya. Didan bahkan sampai geram sendiri dengan Nad
mau Nadiv dihukum. Kalau saja Didan yang diperjuangkan oleh Rallin, ia tak aka
ue ada ulangan?" tanya Didan sam
adiv gue tau," ucapnya sombong kemudian menatap Didan. Pikiranny
Mengingat jam pulang sekolah sudah berbunyi setengah jam yang lalu. Ia juga terlambat pulang karena ada
mereka adalah anggota basket. Dilihat dari kostumnya. Ah iya! Dia baru ingat kalau sekarang hari rabu. Hari rab
as Nadiv dan Rallin cukup akrab dengan lelak
akinya di luruskan. Keringat tampak mengucur di pelipis lelaki itu. Nafasnya juga te
i keras. "Woi!" teriakny
Rallin yang sudah memasang cengiran tan
ndi. Kakinya ikut diluruskan. Tangannya dile
ulang? Mau nebe
palanya. "Nggak. Gue ba
k lagi. Terus ntah kenapa gue ngerasa kayak dika
tap Sendi cengo. "Wan
esok bu Meta bakal minta ngum
m. Sendi tiba-tiba bangkit. Dia members
i sambil menepuk kepala Rallin kemudian pergi ke tengah
itu sudah seperti penjaganya di sekolah. Dia itu sebelas dua belas dengan Nadiv. Sama-sam
elas Nadiv. Harapannya kelas itu belum dikunci oleh satpam. Dan benar saja,
k!" teri
mudian menatap Rallin
pulang?" tanya satpam y
at Rallin bertanya alasannya, pak Juri dengan polosnya menjawab kalau nama Tasha leb
uku temen, Pak
i pintu kelas itu. "Yaudah, Neng
kalau Nadiv tidak pernah membawa pulang bukunya. Maka dari itu ia langsung menilik laci meja lelaki itu. Da
n buku sejarah pada sampul depan. Kemudian ia tersenyum mendapatkan apa yang ia cari. Buku dengan samp
buku Nadiv ke dalam tas bermotif volkadot. Ia menya
ngkan kepalanya melihat betapa bersihnya buku Nadiv. Bahkan lembaran kertasnya sa
gal. Matanya sudah sangat sayu tanda ia mengantuk berat. Namun hatinya terus memberi semangat agar bisa menyelesaikan
mnya ia tersenyum. Setidaknya beginilah cara dia mencintai Nadiv. Tidak akan membiarkan lelaki itu kesusahan selagi ia mampu. Ya walaupun nantinya catat
ari ayahnya semasa ia ulang tahun. Perlahan gadis berambut panjang dengan sentuhan war
an wajah Rallin. Rallin terlonja
sar. Bukannya apa, hanya saja air liur Didan ada ya
pinta Didan sambil menggoyangkan lengan Rallin.
in sambil mengibaskan rambut ungunya itu ke waj
arkonah!"
*
mbosankan. Apalagi jika diberi tugas, dan biasanya tugas yang belum terselesaikan akan dilanjutkan dirumah. Dan itu mer
m tas ranselnya. Kemudian menyatukan rambutnya yang tergerai menjadi satu. Dan menggulungnya ke atas lalu di kunci dengan jepitan ramb
apnya. Kemudian menyamp
Maudi sambil memasang jepit
uan. Bye!" Rallin langsung mela
alu mengejar Rallin. Ia menyamakan
h jemput tuh," ucap Maudi sa
n, ayah Maudi. Rallin tersenyum saat Hermawan melambaik
h bilang mau balik sama
an ya," pamit Maudi sambil menarik pela
ak Rallin yang hanya dita
Nadiv. Tampak didepan kelas ada Didan dan Rangga.
sambil merangkul ba
ni?" tanya Rangga sambi
sisir rapi. Prinsipnya kalau mau ketemu Nadiv harus tampil cantik. Sudah cantik saja tidak di
lin hendak melongokkan kepalanya ke pintu. Namun buru-buru tasnya
li melongokkan kepalanya. Namun lagi-lag
h?" tanya Rallin kesal karena
u Rallin. Membawanya berjalan. "Nadiv udah ba
sanya lelaki itu akan pulang paling terakhir. Rallin menepis pelan tangan
tuduhnya sambil m
ah," lanjutnya sambil menarik tangan R
Matanya memanas. Dadanya sesak. Entah kenapa ia merasa pasokan oksigen disini sangat menipis. Hatin
al gila yang membuat Rallin harus kembal