Rara Series - Intimate Partner
hku tetap hangat-mungkin karena Jo duduk begitu dekat. Tangannya masih ada di vaginaku, sediki
gaja menahan diri agar tidak terlihat. Sentuhan itu tidak ke mana-m
jari Jo jadi lebih menusuk tanpa sengaja. Aku mengeluarkan suara kecil, tidak keras, tapi
mu
gangguk
. cuma
tenang. Tapi tangannya tetap di tempat yang sama, memberi ke
mau aku berh
ggeleng
ku cuma...
, bukan menggoda-le
Aku
erlahan, seolah membiarkan tubuhku menyesuaikan kehadirannya. Dari luar hampir tidak te
suaraku
in dalem... padahal ka
kenapa tawa itu membuat sel
mu lagi se
dongkan wa
aku. Itu bikin semuanya terasa lebi
nunduk
g percaya sam
ar, seolah ingin m
katany
in jarang. Rasanya seperti dunia di luar memudar, menyisakan hanya ka
enal. Kami sudah dekat dengan tujuan. Rasanya seperti dunia kecil ya
Tapi kehangatannya membuatku sulit bernapas normal. Rasanya aku hampir tenggelam dalam suasana ini- sampa
noleh
ia
ihat la
am
ah memberiku ruang. Tubuhku langsung kehilangan kehangatan itu, dan
jawab dengan suara bi
r agak berisik, mun
ke stasiun ya. Kamu ud
pas supaya ter
agi otw. Diki
kut campur. Dia tetap tenang, seper
lu mela
ini. Dia bilang ada acara di gereja. Jadi kalau kamu pulan
rsenyu
a-apa. Rara nanti
ngan lupa kunci pagar. Mama hubun
e,
tapannya terasa jelas-hangat dan membuatku susah untuk menatap ke arah lain. Beberapa detik berlalu, suasana di an
ua o
engan
berangkat. Terus... Sena pul
tapi cukup membuatku merasakan kehangatannya mengalir lagi. Suasana di dalam mobil tiba-tiba kemba
amu sen
engan
ya
sempit. Lampu-lampu melewati wajah Jo, membuat ekspresinya terlihat
temenin kamu n
cara Jo mengatakannya. Tenang. Tidak memaksa. Seolah itu
... y
ul-tipis, tapi
harus sendirian kal
a, tegang, semuanya bercampur
akasi
ubuhnya sedikit,
a. Dari tadi...
ursi belakang ini justru semakin intens-bukan karena sentuhan... tapi karena kata-kata
. Lampu-lampu jalan dari kejauhan membuat kabin mobil remang, tapi
rambutku yang jat
a pelan, "si
an, dia mengumpulkannya ke belakang, seperti sedang menata rambut seseorang yang benar-benar ia
bisikku, lebih ma
rsenyu
di balik rambutmu. Kamu cantik
Rasanya lebih terbuka daripada biasanya, tapi aku hanya bisa diam. A
r, ya. Tunai. Tujuh
ung menol
Kenapa
ahu sambil ters
kit buat pe
ormal setelah semua yang terjadi sepanjang perjalanan. Dengan napas yang masih belum stabil, aku
noleh le
ak, suda
AC tadi. Dengan rambut tertarik ke belakang dan pakaian ketat yang k
epan sambil membawa uang
liannya nggak perlu
. Supir itu menatapku sebentar. Tatapannya bukan menilai, tapi jel
h, Mbak... cantik
panas s
. makas
kan sambil t
untung ya, punya cew
kecil, pipik
.. buk
l sendiri. Driv
n muda, ya kan? Asik banget masih
in malu. Dia menerima ua
i. Malem-malem gini ditemenin pac
eh ke Jo yang berd
m Minggu. Enak banget bisa berduaan
pi jelas membuatku makin p
iya, Pak.
gku dengan alis terangkat-jelas ia mendengar sebagian. Begitu aku kembal
beruntung,
p wajah de
angan ul
ukan mengejek, hany
sama Bapaknya,
ntung? Bisa nemenin ka
i-bukan hanya malu, tapi
nya serius tapi ter
'. Jadi tugas aku malam ini ya... nemenin cewek cantik yang
ia maksud bukan sekadar menemani. Aku sudah bisa menangkap maksudnya bahkan sebelum dia menyelesaikan ka
erjalanan tadi terasa semakin nyata. Aku meraih gembok pagar dengan tangan yang masih sedikit gemetar. Jo berdiri di samp
e teras yang tak kalah hening. Jantungku masih belum stabil ketika aku berhenti tepat di depan pintu rumah. Jo berdiri di sisi ki
epan pintu rumah-sunyi, hanya diter
R
noleh
ang Sena pulan
engan
ya
seperti sedang mempertimbangka
anyain dia pula
rkedip
Seka
jawab J
m berapa. Supaya kita bisa ngatu
kan memaksa-lebih seperti mema
sebentar, lal
k.
t aku mulai mencari kontak Sena, J
linga, mencoba fokus pada nada sambungan. Angin malam terasa menipis ketika Jo menyentuhku dar
a Sena muncu
. pulang jam b
marinya mengelus perlahan, membuatku tersipu. Aku ber
jam 11, Mbak Ra,
anitia. Masih harus beresin temp
. oke." suaraku
pir menyentuh pundakku. Lengan kirinya melingkar ringan ke de
enapa? Napasmu a
ik. Jo tersenyum kecil di belakangku-aku tak melihatnya, tapi
cuma capek,"
t ke sisi kepalaku, dan aku langsu
pa Mbak? Per
pa. Cuma nanya. Kamu hati-h
rlu bilang ya. Mbak k
kan. Aku cuma c
kabarin kalau u
asih saja memelukku dari belakang, bahkan tak mencoba melepaskan.
adi. Dia pikir aku ada pe
amping dengan ekspresi po
edengarannya... be
ara-gara kamu, Jo," bi
gkan pelukannya-masih lembut, tapi
rendah, hangat d
ulang j
ngangguk pelan, dagunya
il sebelum melanjutkan dengan nad
irian samp
gangguk
ya
suaranya sedik
u git
bih dekat lagi,
mu. Sampai sebe
langsung
gilku dengan
as. Takut ada
g, matanya masih penuh ke
i dalam enggak a
bibir, wajahku
egitu ma
pelukannya satu detik sebelum melepaskannya perlahan-cukup
atanya
mau... buk
t sekaligus. Jantungku berdegup tidak karuan. Dan ketika pintunya terbuka pelan, aku tahu sa
tku merasa aman-ruang tamu yang rapi, dinding putih, sofa abu-abu yang selalu jadi tempat kami
pi tegas-dan sebelum aku sempat berpikir, lengannya melingkari pinggangku dari belakang-seolah dia su
, hampir seperti bisika
enciumku- bukan yang terburu-buru, tapi cukup lama dan cukup dalam untuk membuat lutut
si yang sulit kuhindari. Hangat, fokus, dan penuh sesuatu ya
sudah tidak terasa sama. Selama ini rumahku selalu terasa "aman"-tempat yang tidak ada u
n itu masuk. Dengan Jo. Dengan apa yang mungkin terjadi ma
, campur malu, campur perasaan baru yang membuat dadaku terasa sempit sekaligus hangat. Jo mengan
Setelah itu, tangannya bergerak ke bahuku dan dengan gerakan perlahan, dia membalik tubuhku agar ak
ya, Jo akhirnya bertanya deng
tapi matanya tajam, seper
nelan
rasanya beda
Ia mendekat,
rik napa
arena kamu ada di sini. Dan-
senyum mengejek. Senyum yang me
mau, aku bisa perg
ng menggel
nga
raknya nyaris membua
ke
ggangku pelan, gerakann
n aja rumah ini punya
yakin-tapi tetap terkendali, tidak berlebihan. Hanya c
h udara yang lebih berat dan hangat. Dan untuk pertama kalinya se
i sama kamu," bis
g bakal ganggu
mulai malam ini, rumah ini akan terasa berbeda-dengan kenangan yang begitu intens antar