Tidak Percaya Cinta
itu terasa begitu panjang. Dia duduk di ruang kerjanya, memutar-mutar kartu nama itu di antara jari-j
ngan lincah mengetik nama Lia di mesin pencarian. Hasil pencarian segera mem
"Cerita di Balik Hati yang Terkunci." Blog itu dipenuhi tulisan-tulisan mendalam ya
k perhatiannya berjudul "Cinta
setiap kata
annya, cinta adalah sesuatu yang sederhana, seperti senyuman di pagi hari atau pelukan hangat s
onalnya yang jarang ia akui ada. Wanita ini jelas berbeda dari yang
o-fotonya. Tidak banyak yang diunggah, hanya beberapa potret sederhana. Salah satunya adalah fo
i sini adalah tempat di mana ide
da foto itu: Café Loka. Sebuah tempat kecil
gumam Fahri sambil menya
ri di C
a, berharap bisa bertemu Lia. Café itu ternyata sederhana, dengan dekorasi kayu dan nua
ulai memperhatikan sekeliling. Tidak ada tanda-tanda Lia. Na
pelayan menyadark
ya, berdiri di depannya dengan tatapan bing
atnya nyaman," jawab Dina sambil tersen
Fahri singkat, tak ing
opan sebelum kembali ke mejanya. Fahri melanjutkan me
menunjukkan foto Lia dari media sosialnya.
bak Lia. Dia memang sering ke sini, biasanya pagi a
beri tahu saya," kata Fahri s
meskipun sedikit bingu
an Tak
k kembali ke bar tempat dia pertama kali bertemu Lia. Tempat itu rama
menit, dia melihat sosok yang membuat napasnya tertahan. Lia baru saja masuk, men
enghampirinya ta
ihat sedikit terk
" tanyanya, meskipun
an senyuman tipis. "Apa yang
cara," kata Fahri. "Bisak
hirnya mengangguk. Mereka duduk di
arakan?" tanya Lia setel
Fahri dengan jujur. "Ada sesuatu tentangmu ya
terdengar seperti sesu
sambil tersenyum tip
k Fahri, saya tidak tahu apa yang Anda cari, tapi saya bukan tipe
buatmu istimewa,"
but. Ada sesuatu dalam suara Fahri yang membuatny