DUA HATI YANG TERSESAT
memikirkan Nia. Hubungannya dengan Nia seharusnya menjadi tempat yang aman, tempat yang sudah mereka bangun bersama. Tetapi entah mengapa, semakin lama ia merasa
pun. Ia sudah membalas pesan Nia pagi tadi, tetapi setelah itu, komunikasi mereka seperti berhenti be
ekadar teman, tetapi lebih dari itu. Perasaan yang muncul adalah sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ada sesuatu yang memikat tentang Sarah
n sejenak di luar kantor. Ia merasa membutuhkan waktu untuk be
gimana? Kita bisa ngobrol lebih santai. Aku tah
nta banyak, selalu memberi ruang, namun sekaligus memancing ras
Aku pikir kita memang per
titik balik, tetapi ia juga sadar bahwa semakin banyak waktu yang
asa sedikit lebih santai. Mereka duduk di sudut, jauh dari keramaian. Sarah memesan hidangan yang su
enyum, "Aku tahu kamu pasti banyak hal yang dipikirkan,
a itu. "Aku rasa aku malah yang harus berterima kasih. Rasanya sep
ma ingin kamu tahu. Aku nggak ingin membuat hubungan kita jadi lebih rumit, dan aku juga nggak ingin men
ah. Tapi... aku nggak tahu lagi bagaimana harus
sana, dan aku nggak akan pernah mendesak kamu untuk memilih. Tapi aku juga nggak bisa mengabaik
sesuatu yang lebih dalam. Ardi masih mencintai Nia, itu pasti. Namun, ada bagian dalam dirinya yang terus merasa tertarik pada Sarah,
Aku... aku sayang Nia. Aku selalu merasa bahwa kami akan melewati semuanya bersama. Tapi kenapa a
alu lama menahan apa yang kita rasakan. Kamu merasa terjebak dalam hubungan yang sudah lama, dan kamu tidak tahu apakah itu masih yang ter
Sarah, tetapi hatinya berperang. Di satu sisi, ia merasa bersalah karena menyadari bahwa hatinya tidak sepe
tetapi Ardi merasa hatinya semakin terbelah. Ada perasaan yang harus ia
kota yang diterangi lampu-lampu jalan. Ardi merasa langkahnya s
uh waktu untuk berpikir," kata Ardi,
u ada untuk kamu, apapun yang kamu pilih nanti," jaw
rngiang. Perasaan yang tidak bisa ia ungkapkan begitu saja. Apakah ia akan mampu bertahan dengan hubungan
hi oleh percakapan dengan Sarah, dan meskipun hatinya penuh dengan kebingungan, ada satu hal yang tidak bisa ia pungkiri: rasa nyam
biasanya menunggu dengan pesan-pesan manis atau hanya sekadar memberi kabar lewat t
salah mulai menggerogoti hatinya. Setiap detik bersama Sarah terasa seperti pelarian yang
ar, dan ia melihat na
kit cemas, tapi ia langsu
dari ujung sana, lembut dan familiar, meskipun
sana yang tiba-tiba berubah. "Aku baik-baik saja.
ara meskipun mereka hanya terhubung lewat telepon. "Kamu sema
rubahan dalam dirinya. "Kenapa aku merasa semakin terjauh dari Nia?" pikir Ardi. Tetapi, ada suara lain dalam di
b Ardi, berusaha menenangkan. "Aku hanya.
hanya ingin kita tetap terhubung, meski kita terpisah jar
bingung. "Aku juga rindu, Nia... Tapi, k
kita kembali seperti dulu. Sebel
bisa kembali ke hubungan ini?" Ia berpikir sejenak sebelum akhirnya
h mengapa, malah membuat Ardi merasa semakin terperangkap. Ia menutup tel
un, terus hadir dalam pikirannya. Setiap kali bertemu dengannya, Ardi merasa seperti ia bisa berbicara dengan bebas, tanp
ghubungi Sarah. Ia merasa perlu berbicara lagi dengan wani
rtinya butuh bicara," kata Sar
ng. "Aku cuma ingin ngobrol.
pelan. "Bing
suatu." Ardi menghela napas berat. "Aku merasa ada
, Ardi," kata Sarah dengan lembut. "Mungkin kamu takut mengakui apa yan
uka. "Aku masih mencintai Nia, Sarah. Tapi aku...
sakannya, Ardi," jawabnya akhirnya. "Tapi, aku tidak ingin kamu merasa tertek
ncari jawaban di tengah malam yang gela
kamu meluangkan waktu untuk diri sendiri dulu. Jangan terburu-buru
menyelesaikan perasaan ini." Tetapi, di sisi lain, ia juga tahu bahw
nya, suaranya penuh rasa terima kasih.
asaan yang saling bertarung-satu untuk Nia, dan satu lagi untuk Sarah. Ardi tahu, suatu h
e depan, tak tahu apa yan
ambu