DUA HATI YANG TERSESAT
Ia berusaha mengalihkan perhatiannya dengan bekerja keras di kantor. Meski hubungan jarak jauh dengan
oran ketika seorang wanita dengan langkah ceria masuk ke ruang kerjanya. Wanita itu menge
!" sapa wanita itu
tersenyum kecil. "Selamat pa
ah Ardi. "Iya, baru aja mulai kerja di sini. Aku baru dipindah
angat percaya diri dan mudah bergaul. Senyum yang selalu terukir di wajahnya membuat suasana di
" tanya Ardi, berusaha unt
iasa. Banyak yang harus aku pelajari, tapi aku menikmati tan
komputernya. "Iya, aku memang banyak kerjaa
ya Sarah, matanya t
seseorang yang baru dikenalnya, tapi ada sesuatu dalam diri Sarah yang membua
Ardi akhirnya, dengan suara pelan. "Tapi... akh
ak memang bisa membuat hubungan terasa
ering muncul. Ardi merasa semakin nyaman. Meskipun topiknya cukup pribadi, S
lkan. Mereka mulai berbicara lebih banyak, tidak hanya soal pekerjaan, tetapi juga kehidupan pribadi masing-masing. Ardi merasa seolah-olah ia mene
enyadari bahwa Ardi tampak sedikit lebih ringan dari sebelumnya. "Kamu keliha
Aku cuma merasa lebih santai akhir-akhir ini. Terim
, jangan sebut terima kasih terus, nanti aku jadi merasa
an menghargai waktumu. Kamu tuh... mudah banget diajak ng
ikit serius. "Mungkin karena aku nggak banyak mikir, sih. Kalau aku suka sesuatu
lalu banyak memendam perasaan, terutama tentang hubungannya dengan Nia. Namun, dengan Sarah, semuany
takut dan khawatir. Tentang banyak hal," jawab
idak memaksa untuk mendapatkan lebih banyak cerita. Dia tahu bahwa k
"Kamu pasti punya banyak pikiran. Tapi ingat, nggak ad
angan, sesuatu yang sangat dibutuhkannya akhir-akhir ini. "Terima kas
n," jawab Sarah, dengan senyum ya
ketika hubungan jarak jauh dengan Nia mulai terasa semakin menekan. Tanpa disadari, Ardi merasa lebih sering berbicara dengan Sarah da
jelas oleh Ardi. Ia masih terjebak dalam kebingungannya
ncin tunangannya, berpikir tentang semua yang telah direncanakan. Setiap detail seolah telah disusun dengan sempurna-tempat, catering, gaun,
u di bawah sinar bulan, di mana mereka berbicara tentang ketakutan Ardi dan keraguannya, Nadia merasa ada sesuatu yang tak terucapkan antara mereka. Ardi lebih banyak mengha
Aku pulang agak malam, ya. Ada pekerjaan yang
ski ia berusaha untuk tetap tenang. "Ardi, kitar belakang. "Aku juga rindu, Nadia. Tapi ada banyak y
ubungi hatinya. "Aku hanya ingin kita bisa bersama, sebelum
banget," jawab Ardi terburu-buru, lalu
ambarkan betapa jauh jarak yang mulai tumbuh di antara mereka. Ia tahu Ardi bukan tipe or
ngan, tamu, dan detil pernikahan lainnya. Tidak ada lagi percakapan intim yang mereka miliki, tidak ada tanya jawab tentang perasaan at
gkan waktu bersama, meskipun hanya beberapa menit. Ia melangkah dengan hati penuh harapan, namun sa
lewati bersama. Setiap sudut kota seakan mengingatkannya pada kenangan
tiap piring, setiap sendok garpu, seakan menjadi simbol dari ketidakpastian yang ia rasakan. Waktu terus berja
a langsung menuju ke ruang kerja tanpa menyapa. Nadia menatapnya dengan tatapan kosong, merasakan
il, mencoba menahan s
anpa ekspresi. "Nadia, aku sedang ada uru
Kapan, Ardi? Kapan kamu akan kembali padaku? Aku
k. Ada banyak yang harus diselesaikan." Ia mengangkat tasnya dan berjal
dalam kebingungannya. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya, apakah ia masih cukup berarti bagi
mpur menjadi satu, dan Nadia merasa semakin tenggelam dalam penantian yang tak kunjung berakhir. Ia berusah
semakin nyata. Apakah mereka benar-benar akan menikah, a
a Nadia yang menunggu dan pekerjaan yang semakin memakan waktunya. Sejak beberapa minggu terakhir, Ardi mulai merasa cemas, bukan hanya ten
a, namun perasaan itu tidak lagi sekencang dulu. Semakin lama, perasaan it
pi, di dalam hatinya, ia tahu bahwa setiap detik yang berlalu tanpa Ardi di
ambu