CINTA YANG SALAH
egang cangkir teh hangat di tangannya, namun tidak ada rasa nyaman yang bisa ia rasakan. Suas
jarak tak kasat mata yang membentang di antara mereka. Ia tahu perasaan itu tidak adil bagi Arif-suami yang penyayang dan selalu ada untukny
mbali menghantui-senyumannya yang mempesona, kebersamaan yang penuh gairah, dan cara Dimas memandangnya dengan penuh perhatian,
ada dirinya sendiri untuk melanjutkan hidup bersama Arif, untuk membangun masa depan bersama pria yang telah menjadi suaminya. Kenapa pe
luar kamar. "Maya, kamu sudah makan malam?
yang memegang cangkir teh terasa berat. "Ya, Arif. Aku akan kel
Maya merasa sedikit bersalah melihat ketulusan dalam setiap gerak Arif. Ia tahu Arif sudah m
datang. "Kamu terlihat seperti sedang berpikir
ngungannya. "Tidak ada, aku hanya sedikit le
rannya terbang jauh, melayang kembali pada kenangan bersama Dimas. Setiap senyuman Arif, setiap kata lembut yang ia
hat. Arif duduk di sampingnya, mencoba memulai percakapan ringan. "Maya, apa yan
u baik-baik saja, Arif. Hanya saja... terkadang, a
pa maksudmu? Kalau ada yang mengganggu pik
tanya pada Arif seakan bersaing, membuatnya merasa bingung dan bersalah. "Aku hanya... merasa seperti ada bagian dari
an lembut, "Maya, aku tahu hidup kita berdua tidak selalu sempurna. Tapi aku ingin kamu tahu, a
tetap bergolak. Kenapa ia merasa seolah terjerat dalam keb
an itu menghancurkan kebahagiaan kita. Aku ingin kita membangun masa depan bersama. Jika k
meskipun ia merasa dihargai dan dicintai, hati kecilnya masih terus dipenuhi dengan bayang
uk lemah. "Aku akan men
agi dengan Dimas tidak akan pernah benar-benar hilang, meskipun ia mencoba menutupi semuanya den
makin menyesakkan dadanya. Bagaimana bisa ia memilih antara dua pria yang sama-sama ia cintai dengan
rapat, namun pikirannya masih terjaga. Ia merasak
terasa semakin berat untuk dijalani, dan Maya merasa sepert
emperburuk perasaan Maya. Ia tahu Arif tidak akan pernah tahu kegelisahan yang melanda dirinya, tidak akan pernah tahu betapa sesak hatinya
lalu, senyum Dimas yang hangat, kata-kata yang ia ucapkan seakan kembali membangkitkan per
k di meja makan, mempersiapkan sarapan mereka. Wajah Arif yang cerah dan penuh kasih membuat Maya semakin merasa bersalah.
apa dengan senyum hangat. "Maya,
gi, Arif. Aku tidur cukup
kamu baik-baik saja? Aku merasa kamu
an Arif. Betapa ia ingin berbagi segala kegelisahan yang ada di dalam
sedikit tertekan dengan pekerjaan dan rutin
elasan itu. "Aku mengerti, Maya. Kalau a
n, namun kenyataan bahwa perasaannya kini terbagi antara masa depan dan masa lal
sa terdorong untuk kembali ke tempat itu, mungkin karena kenangan yang masih sangat kuat. Begitu ia masuk, ia melihat Dimas s
akrab membuat Maya tertegun sesaat. "Maya," ucapnya pelan, suara
atu, tapi kata-kata itu terasa sulit keluar. "A
Maya, kamu tahu aku masih memikirkanmu. Kita punya kenangan yang tidak akan perna
ncang. "Dimas, aku... aku baru saja menikah. Aku
r lebih rapuh dar
tidak mengubah kenyataan bahwa aku masih ada di sini, dan aku m
a ada perasaan yang tak pernah bisa ia lepaskan. "Dimas, aku tidak bisa begitu saja mengabaikan semuanya. Arif... di
tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. "Aku tidak pernah meminta kamu untuk melupakan
oleh air mata yang ia tahan. "Aku tidak tahu apa yan
ang samar di matanya. "Aku paham. Aku tidak ingin menjadi orang yang memak
inya sebelum beranjak. "Aku perlu waktu
a meninggalkan kafe itu.
erasaan yang tak pernah ia lupakan bersama Dimas? Di mana hati yang sebenarny
nunda keputusan, semakin dala
ambu