Setelah Malam Pengantin
n yang T
h ini akan diselesaikan dengan bijak, setelah menanyakan langsung kepada kami-aku dan Regina. Tanpa perlawanan berarti, para warga akhirnya mulai beringsut
tampak begitu tenang dan berwibawa, mengisyaratkan aku untuk duduk di kursi di teras rumah. Sementara itu, Regi
penuh dengan kontrol diri yang luar biasa. "Aku akan mendengarkan semuanya
endengar kebenaran dari pihakku. Meskipun jantungku masih berdebar kencang, ak
terfokus padaku, tapi aku terus melanjutkan, menceritakan siapa diriku dengan jujur dan terbuka. "Saya tidak pernah tahu siapa ayah saya. Ibu saya, menurut cerita yang saya dengar dari
atakan. Ia tidak memotong ceritaku, hanya duduk tenang dengan tanga
ering memberikan saya makan sewaktu saya masih bersekolah di sana. Ketika saya keluar dari panti asuhan, dia mengajak saya tingga
a tatapannya yang tetap fokus, seolah mencoba m
akutan, Pak. Ada kecelakaan yang melibatkan dia dan sahabatnya. Orang-orang mulai mengejar
s perlahan di sekitar kami. Aku bisa merasakan beratnya situasi ini. Di hadapanku bukan hanya seorang ayah yang p
ak-jejak kelelahan di wajahnya. Dia berjalan mendekat, lalu berdiri di sebelah ayahnya. Ada ketegangan dalam setiap
t, tanpa basa-basi, Pak Sutomo langsung menatapnya dalam-dala
kan sebelum Regina sempat merespons, aku tertegun di tempatku, mencoba memahami a
a dengan tatapan yang campur aduk antara keterkejutan dan ketidakpe
baik keluarga kita sudah menjadi pembicaraan. Orang-orang sudah membuat cerita sendiri tentang apa yang terjadi antara kamu dan Arga. S
lam konteks ini. Bagaimana mungkin aku bisa menikahi Regina, seorang gadis yang selama ini hanya bisa aku ka
t, bingung, dan frustasi. Dia mencoba memprotes, tetapi tatapan tegas
ebih tenang namun tetap tegas. "Kamu tahu betapa pentingnya menjaga nama baik di kampung ini. Jika kalian meni
berat, baik bagi putrinya maupun bagi diriku, tetapi dalam pandangannya, ini adalah satu-satunya jalan.
anya berkaca-kaca. "Kalau ini yang terba
t bahwa ini bukanlah keputusan yang ia inginkan? Aku sendiri terjebak dalam dilema besar. Aku memang selalu mengagumi Regina, t
juga harus setuju. Ini bukan hanya soal Regina, tapi juga soal tanggung jawabmu. Ka
kini hanya diam dengan air mata yang jatuh perlahan di pipinya. Pada saat itu, ak
n dengan suara pelan namun mantap