SEKEPING CINTA YANG TAK PUDAR
egar yang membuatnya merasa lebih tenang. Namun, meskipun cuaca di luar begitu damai, perasaannya tak kunjung reda. Semenjak Arm
ya, yang selalu memberikan perhatian dan pengertian, bahkan lebih dari yang Dewa lakukan akhir-akhir ini. Maya tahu, perasaan itu bukan h
ata-kata itu terngiang
ia sudah terlalu lama terjebak dalam kenangan yang semakin memudar? Sementara Dewa semakin jau
Arman. Hatinya sedikit berdebar saat meli
esai meeting. Makan siang bersa
nyaman, bagaimana membuatnya tertawa di tengah keheningan yang menyelimuti hidupnya. Tapi apakah itu cuku
li, Arman. Aku ada ban
dian, Arman m
rbicara, aku di sini. Aku ingin kamu tahu, ak
perasaannya seperti ini? Ia tidak tahu harus menjawab apa. Dia s
tidak bisa dibohongi. Maya merasa sesuatu mulai berubah di dalam d
nyaman, sebuah tempat yang selalu memberi ketenangan setiap kali ia merasa cemas atau ragu. Ketika ia masuk, matanya
membalas senyum itu meskipun ada rasa tidak nyaman ya
n berkata, meletakkan cangkir ko
i." Maya terkekeh pelan, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Namun
tahu kamu sibuk. Tapi aku ingin kamu tahu, Maya, ak
ering kali terikat pada pekerjaannya, tidak seperti Dewa yang selalu merasa jauh meskipun
p enteng. Aku tidak bisa... Maya berusaha meyakinkan dirinya. Ia menatap
aranya lembut namun penuh ketegasan, "Tapi aku masih
ar di wajahnya. "Aku tahu," jawabnya, "Aku tidak akan memaksa
uatnya merasa diperhatikan, bagaimana ia merasa istimewa, sesuatu yang hampir tak pernah ia rasak
ebingungannya sendiri, Maya tahu bahwa janji itu adalah sesuatu yang harus i
. Ia merasa seperti berada di persimpangan jalan, di mana satu langkah saja bisa mengubah arah hidu
duduk di sofa. Hatinya masih berkecamuk antara dua dunia yang berbeda-satu yang penuh de
l di layar. Suaranya yang familiar membuat Maya merasa
baru selesai meetin
a pada kenyataan yang harus dihadapinya. "Aku mer
u akan segera pulang. Aku tak
itu tetap ada meskipun mereka terpisah begitu
aku terus menunggu? Seiring waktu, cinta dan kesetiaan Maya diuji oleh waktu, dan ia tahu
gatakan itu, ada rasa yang semakin hilang dari dalam dirinya. Waktu yang terus berjalan membuat Maya merasa seolah dirinya terperangkap dalam sebuah rutinitas
a kerjakan. Namun, seperti yang selalu terjadi belakangan ini, pikirannya tak bisa sepenuhnya terfokus pada pekerj
pesan-pesan yang masuk. Salah satunya dari Arman. "Maya, bagaimana kalau kita makan siang
an dalam hidupnya. Ada perhatian di setiap kata yang diucapkan Arman, sebuah perhatian yang semakin sulit ia abaikan. Namun, di sisi lain, Maya tahu bahwa m
bimbang, Maya m
a hari ini. Banyak pekerjaa
dan mungkin juga rindu-semuanya bercampur aduk. Ia tahu, Arman tidak sekadar sahabat. Ada ketertarikan yang tumbuh, meskipun tidak pernah diungkap
ngkap antara dua dunia: satu yang penuh dengan kenangan indah bersama Dewa, dan satu lagi yang dipenuhi oleh kenyamanan dan kehangatan yang diberikan Arman. Maya
bisa mengalihkan pikirannya. Namun, tidak lama setelah itu, ponselnya berdering, memecah ke
mengajakmu keluar malam ini. Aku ingin kita berbic
a ia rasakan kini mulai bergeser menjadi dorongan untuk bertemu. Bagaimana jika, untuk se
dalam hati. Apakah aku cukup kuat untuk tetap setia pada Dewa, a
mutuskan untuk me
u akan ikut. Terima ka
skipun ia tahu ia baru saja mengambil langkah yang bisa mengubah banyak hal. Ia men
yang tenang dengan cahaya temaram yang memberikan suasana intim. Begit
embuka kursi untuk Maya. "Aku tahu kamu pasti sibuk,
ita-cerita lucu yang hanya mereka berdua tahu. Suasana itu terasa begitu akrab, seolah tidak ada jarak antara mereka. Namun, Maya ta
engan suara pelan. "Aku selalu menunggu Dewa, tapi semakin lama, aku merasa sema
tahu kamu berusaha untuk tetap setia, tapi kadang-kadang hidup juga perlu perubahan. Kamu pantas me
menemukan pelabuhan di tengah badai. Arman tahu bagaimana membuatnya merasa penting, bagaimana menunjukkan bahwa dirinya d
tidak bisa begitu saja melupakan Dewa. Tapi kadang-kadang, aku merasa... s
rtian yang dalam. "Aku mengerti, Maya. Aku tidak akan memaksamu. Tapi aku
genang. Aku tidak tahu apa yang harus aku pilih, pikirnya,
tinya semakin ragu. Apakah aku akan terus menunggu Dewa, a
bahwa jejak cinta yang ia tinggalkan akan m
ambu