icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

DUA HATI SATU PENGKHIANATAN

Bab 2 Perkenalan dengan Laras

Jumlah Kata:1708    |    Dirilis Pada: 13/11/2024

usahaan itu bukan kali pertama ia hadiri, tetapi entah kenapa kali ini ia merasa begitu lelah. Pekerjaan yang menumpuk, per

rang kolega, Danang, mendekat dan memberi tepukan ringan di bahunya.

nanti, Danang," jawabnya, meski perasaan di da

rang wanita muda yang baru saja melangkah masuk ke ruang konferensi. Dengan rambut panjang tergerai, mengena

Saat itu, entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang memancar dari Laras-sebuah energi yang membu

Danang dengan nada menggoda, meny

annya. "Tidak... itu hanya kebetulan," jawabnya, m

temu dengan mata Arman. Sesaat terjadi kontak pandang yang intens, dan Arman mera

ngan cuma diam saja, ayo kenalan dengan wanita it

ndekat, Danang segera membuka percakapan dengan Laras. "Hai, Laras! Senang akhi

Arman, kan? Kami pernah bicara tentang proyek yang akan datang, ya? Senang

bnya, mencoba terdengar biasa. Namun, suaranya agak serak, dan ia tahu

ngar tentang kamu dari Danang. Kamu selalu berhasil dengan setiap proyek, kan? It

g mulai terbangun-sesuatu yang sudah lama terkubur. "Ah, teri

bar nanti, Arman? Aku dengar kamu suka minum whis

um whiskey... dengan Laras. Suaranya terdengar seperti tawaran yang mengg

hat perubahan sikap Arman, tersenyum lebar dan mengangguk penuh arti. Ia tahu betul bahwa Arman ja

yak, tentang pekerjaan, kehidupan, dan hal-hal yang lebih pribadi. Setiap kata dari Laras terdengar seperti angin segar bagi Arma

amu pilih? Maksudku, pekerjaan ini. Semua orang bilang kamu cuku

ri yang ia kira. "Saya rasa... kadang kita memilih jalan bukan karena kita benar-benar ingin,

ng merasa seperti... terperangkap dalam rutinitas juga. Tapi, aku selalu mencari cara u

ertemu dengan orang seperti kamu?" godanya, mesk

Mungkin," jawabnya dengan sedikit menggo

ingatkan pada rutinitas yang membosankan. Ia merasa seperti hidup kembali, seolah semua yang t

yang terus mengganggu pikirannya-Maya. Perasaan bersalah itu semakin me

dalam, Arman mulai menyadari bahwa pertemuan ini bukan hanya sekadar pertemuan biasa. Laras tel

menatap mata Laras yang penuh percaya diri itu, Arman t

dari perjalanan yang ta

nyaman di sisi Laras, jauh dari keheningan dan ketegangan yang biasa ia rasakan di rumah bersama Maya. Setiap tawa Laras, setiap pertanyaan yang dilo

ambil menatap kosong ke arah langit malam di luar jendela, "aku selalu percaya bahwa hidup ini lebih dari sekadar rutinitas dan pekerjaan

lam dirinya. Ia merasa Laras sedang berbicara tentang dirinya, tentang kehidupan yang selama

dikit lebih rendah. "Tapi... aku juga merasa bertanggung jawab atas segalanya, terutama

ng... kita lupa untuk bertanggung jawab terhadap diri kita sendiri, kan?" Laras mengambil gelas minumannya, menyandarkan punggungnya di kursi dan tersenyum kec

okannya. Ada perasaan bersalah yang semakin mendalam, tetapi di saat yang sama, ada perasaan lega yang membuncah. Apa yang Laras katakan... terdengar benar. Di

rat. "Dia sudah banyak mengorbankan dirinya untuk aku. Kami sudah bersama lebih dari se

an yang ada. "Arman," katanya lembut, "kamu harus melihat dirimu sendiri. Terkadang kita ter

n energi yang berbeda, yang semakin mengikat dirinya dengan Laras. "Aku... aku tidak tahu apa yang sebe

a semua pernah merasakannya, Arman. Aku juga pernah merasa seperti itu

erasa seperti sebuah beban besar terangkat sedikit demi sedikit dari pundaknya. Setiap kali Laras berbicara, s

tahu sesuatu. Aku tidak di sini untuk mengubah hidupmu atau memaksa kamu memilih jalan yang sulit. A

ari. "Aku... aku tidak tahu bagaimana melakukannya," jawabnya, suara Arman hampir serak, penuh keraguan. "Aku takut, Lar

ba-tiba mengalir dalam dirinya. "Arman," katanya dengan suara yang lebih lembut, "hidupmu adalah milikmu s

il langkah lebih jauh, untuk memulai sesuatu yang baru, meskipun ia tahu bahwa itu mungki

api ingat, hidup ini terlalu singkat untuk hanya menunggu kebahagiaan datang tanpa kita mengejarnya." Dengan

duduk. Kata-kata Laras bergema dalam pikirannya, membuatnya semaki

dalah titik awal dari sesuatu yang lebih be

ju mobilnya, satu hal yang pasti dalam piki

ambu

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka