SEBERKAS ASA YANG PUDAR
ambil sesekali tersenyum pada kerabat yang lewat. Ia merasa sedikit asing di tengah keramaian, meskipun ini adalah keluarga is
nita berpenampilan rapi, dengan rambut panjang hitam dan senyum yang hangat. Ia mengenali sosok itu-Rani, sahabat dekat Maya sejak ku
erisi kue. "Halo, Ardi. Tumben duduk sendiri? Biasanya kamu ya
. "Ah, sedang nggak terlalu mood ngobrol banyak, Rani. Mungkin ha
ja kecil di depan mereka. "Pesta seperti ini memang b
elah beberapa saat, suasana mulai terasa lebih akrab dan percakapan mereka beralih ke topik yang
agu. "Dulu, setiap acara seperti ini aku selalu antusias, tapi sekarang r
erasa begitu, Ardi. Terkadang, hidup membawa kita ke fase-fase yang... berbeda dari
rbukaan Rani. "Benarkah? Kamu kel
itu. Semua orang punya bagian hidup yang mungkin nggak diketahui orang lain." Rani terdiam se
ya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa
kenapa, tapi rasanya seperti ada yang hilang dalam diriku belakangan ini. Seperti
a pernah ada di titik itu. Kadang, kita cuma perlu seseorang yang bisa me
mana, kehadiran Rani malam itu terasa berbeda, seperti ia men
a, aku ada di sini, Ardi. Mungkin aku nggak bi
ndukan. "Terima kasih, Rani. Entah kenapa, hanya mend
a berdua. "Wah, kalian berdua serius banget ngobrolnya. Tentang ap
n ringan. "Ah, cuma ngobrol soal acara aja, May. Ter
rik Ardi. "Kapan lagi kump
aya kembali ke tengah kerumunan, Rani memberi senyum terakhir sebelum be
esuatu yang berdesir di dalam dirinya. Bukan sekadar kelegaan, tetapi jug
diri Ardi terasa sedikit terisi, meski ia belum tahu a
duk. Ia tak pernah mengira bahwa sebuah percakapan sederhana bisa membuatnya merasa sedekat ini dengan seseorang. Entah kenapa,
gan raut wajah ceria sambil menggandengnya. "Ayo, ikut! Semua orang mau
, memperlihatkan kebahagiaan di hadapan orang-orang. Saat kamera menyorot mereka, Ardi mencoba tersenyum, tapi jauh di da
ementara Ardi memilih untuk menyendiri lagi di sudut ruangan. Ia teringat percakapann
pirinya sekali lagi, kali ini dengan senyuman
i?" tanya Rani sambil meli
"Ah, nggak ada apa-apa, Rani. Cuma... ya, suasana rama
engah keramaian." Lalu, ia menambahkan sambil berbisik, "Aku ada ide, kalau kamu mau sebentar k
Boleh juga, ya. Rasanya aku benar-benar b
temani, ya? Lagipula, aku
tu mereka sampai di taman, keheningan dan suasana malam yang tenang langsung menyelimuti mereka. Lampu taman yang re
ada percakapan. Hanya suara angin malam dan desiran dedaunan
song, Ardi?" tanyanya pelan, de
nggak tahu apa yang terjadi. Sepertinya hidupku berjalan begitu saja
arena terlalu lama menahan diri. Menekan perasaan dan berharap semuanya akan membaik dengan sendiri
Aku sering berpikir tentang itu, Ran. Tapi jujur, aku takut menghadap
ra dengannya?" t
setiap kali mau bicara, suasananya selalu jadi tegang. Seola
an lembut, "Ardi, setiap hubungan pasti ada tantangannya. Tapi, yang terpenting adalah kita punya keberanian untuk
nuh terima kasih. "Kamu benar, Rani.
a, tapi aku juga temanmu. Kalau kamu butuh
memberikan Ardi sebuah kelegaan yang ia butuhkan. Di tengah malam itu, Rani menjadi sosok ya
k bahu Ardi dengan lembut. "Ingat, Ardi. Terkadang, kita hanya perl
un ia belum tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya, malam ini mem
uatu yang lebih dalam di hatinya. Sesuatu yang samar dan tak terdug
ambu