CINTA DALAM BAYANGAN
dupan sehari-hari. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mulai sering bertemu. Terkadang mereka makan siang bersama di sekitar kantor Arman, kadang hanya dud
jak Arman untuk sejenak keluar dari rutinitasnya. Sambil duduk di bangku taman
kayak dulu, Man?" tany
sih sekarang. Pekerjaan makin sibuk, dan kayaknya keban
n buku itu kepadanya. "Membaca bisa mengalih
n penuh syukur. "Terima kasih, Ran. Kamu benar-
nggak cuma tentang kerja dan rumah tangga. Kita but
di dirinya sendiri tanpa harus memasang topeng. Apakah ini salah? tanyanya dalam h
i rumah sakit, Arman memutuskan untuk bertemu dengan Rania di kafe tempat mereka pertama k
k ketemu di sini," sap
ma kita nggak ngobrol panjang
l-hal kecil, dan berbagi cerita lucu dari masa lalu. Kafe yang semula dipenuhi
aku tahu kamu sedang merasa berat dengan kondisi di rumah. Tapi,
luar jendela, merenungi kalimat itu. "Aku nggak tahu, Ran. Kadang aku merasa... kita
nada yang lembut namun tegas. "Jangan biarkan hubungan kalian terus
ali aku membicarakannya, selalu saja berakhir dengan janji yang akhirnya tak pe
gan Arman di atas meja. "Masih ada waktu untuk memperbaikinya, Arman. A
hatinya, ia tahu apa yang ia rasakan untuk Rania bukan sekadar kenyamanan. Ia mulai merasakan
uh cinta padanya? ta
kebingungan di wajah Arman. "Aku nggak mau memak
gerogoti dirinya. "Ran, aku juga nggak mau membuat semuanya
n. "Aku paham, Man. Aku nggak akan memaksamu. Tapi aku tetap a
pengertian, namun di sisi lain, ia mulai takut pada perasaan yang kian tumbuh untuknya. Ia tahu, kehadiran Rania bis
salah terus menghantui, tapi di sisi lain, ia merasa ada sesuatu yang tumbuh dalam dirinya terhadap Rania.
. Teleponnya berdering, dan ia melihat nama Rania di lay
o, R
h?" Rania bertanya dengan na
k kok. Aku juga lagi nggak n
ntar. Kalau nggak sibuk, ya. Ada tempat ya
dari kegelisahan yang menghantuinya. Ia segera bersiap dan menjemput Rania di apartemennya.
terang di bawah mereka, menciptakan pemandangan yang indah. Angin malam berhemb
Ran," ujar Arman sambil meman
favoritku buat menenangkan pikira
eka. Perlahan-lahan, Arman merasakan tangan Rania menggenggam tangannya. Ia tak menol
u nggak tahu harus bilang apa. Aku takut pera
Man. Aku nggak ingin menyakiti kamu atau siapa pu
mbuh lebih dalam daripada sekadar persahabatan. Namun, ia masih t
bahagia, tapi aku juga nggak mau menyakiti Sarah.
Aku juga nggak mau jadi orang yang mempersulit hidupmu. Tapi kamu
nggak tahu, Ran. Tapi di dekatmu, aku
m perasaan ini semakin dalam. Di satu sisi, ia mencintai Sarah dan ingin mempertahankan pernikahannya,
samu, Man. Kalau kamu memang ingin tetap bersama Sarah, aku akan mengh
asa terbagi antara cinta dan tanggung jawab. Setelah
Sarah," ujar Arman pelan. "Tapi... aku juga
a luka yang tersirat di wajahnya. "Aku paham,
man tahu bahwa perasaan terhadap Rania tidak akan hilang begitu saja. Ia pulang dengan hati yang semakin gundah, sa
ambu