HATI YANG TERBELAH
uskan untuk singgah di sebuah kafe kecil di sudut kota yang baru dibuka. Tempat itu tampak tenang, sempurna untuk melarikan diri sejenak d
yang menguasai hatinya. Maya semakin sulit dijangkau, sementara Alya... Alya terus menghantui setiap ruang kosong di
orang yang baru saja masuk adalah seseorang yang sudah memenuhi pikirannya selama berm
ak terkejut saat mata mereka bertemu. Sejenak, waktu seperti berhe
nuh keraguan. "Arman?" suaranya pelan, hamp
Alya... ini tak terduga," katanya, berusaha terdengar biasa saja meskipun di dala
duk di kursi di seberangnya. "Aku... tidak
mendingin. Ia mencoba terlihat tenang, tetapi setiap detik yang
untuk pergi. Mereka sama-sama tahu bahwa pertemuan ini bukan kebetulan, setidaknya dalam hati ke
lembut, namun tatapan matanya menunjukkan bahwa ia
anyak yang berubah." Ia menggigit bibirnya, merasa
gi setelah sekian lama. Dan sekarang... begini." Ada jeda, dan Alya
lam ke arah Alya, mencari jawaban yang tak pernah ia temukan di dalam dirinya. Ada beg
sekeliling kafe. "Dulu, waktu kita masih sekolah, di sudut jalan
gat. Kita selalu pesan rasa yang sama setiap
itu seolah membawa kehangatan ke dalam ruangan
manisnya masa lalu, tetapi juga rasa pahit karena mereka tahu bahwa masa-masa itu sudah lama berlalu. Dan kini, mere
ingan yang mulai terasa terlalu bera
g selama ini ia rasakan. Alya menatapnya dalam-dalam, seolah mencari jawaban
Alya dengan jujur. "Tapi... aku tahu
eskipun tampak biasa dari luar, membawa ketegangan yang tak bisa diabaikan lagi. Perasaan lama yan
nya, sementara Arman hanya duduk diam, tenggelam dalam perasaannya yang kacau. Bagaimana mungkin masa lalu begi
h. Namun, di dalam hatinya, ia tahu ini bukanlah akhir dari cerita mereka. Pertemuan tak terduga in
komitmen yang rumit. Dulu, bersama Alya, ia merasa bebas. Namun, hidup tak pernah memberi mereka kesempatan untuk menyelesaikan cerita
bali? Seolah-olah perasaan yang pernah ia simpan rapat-rapat di dalam
suk, singkat, seperti biasa: "Aku akan pulang terlam
gitu jauh dari hangatnya kebersamaan seperti dulu. Maya semakin tenggelam dalam pekerjaannya, dan ia semakin merasa terisolasi di rumahnya sendi
temu lagi? Ada hal yang
. Jawaban Alya singkat, namun penuh dengan makn
begitu, Arman. Ka
am dilema yang tak kunjung reda-di satu sisi, ada Maya, istrinya, yang meskipun semakin menjauh, masih menjadi bagian dari hidupnya. Di sisi lain, ada
Maya tak pernah lagi bertanya tentang hari-hari Arman, atau mendengarkan keluh kesahnya. Semua pembicaraan mereka hanya sebatas rutinit
asing di dalam r
n kepada perasaan yang selama ini ia pendam. Mereka memilih bertemu di tempat yang lebih privat kali ini, di sebuah restoran kecil yang
i percakapan mereka lebih dalam. Tak hanya soal kenangan lam
" Alya mengaku dengan suara pelan. "Sej
. Tapi aku bingung. Aku sudah menikah, tapi mengapa rasany
yang tak bisa disembunyikan. "Mungkin karena memang ada, Arman
yang selama ini ia coba lupakan. Namun sekarang, dengan Alya di hadapannya, ia tahu ba
uh dunia berhenti, hanya ada mereka berdua di dalam ruangan itu. Ia tahu apa yang ia rasakan unt
pi aku tahu satu hal-aku tak bisa terus menjalani hidupku dengan perasaan sepe
ama. Mereka sama-sama tahu bahwa apa pun keputusan yang akan diambil Arm
eka berdua tahu bahwa mereka sedang mendekati sebuah titik yang tak terhindarkan-sebuah momen di man
lagi menghindari kenyataan. Hidupnya akan segera berubah, dan
ambu