No Hearts Available
ar dengan tenang. Kembali ke tempat pertama kali mereka bertemu dengan situasi berbeda. Sungai lebih tenang, angin lebih lembut, dan pepohonan hanya
at Lobelia's Garden. Sebagai taman paling digandrungi masyarakat, Alfa memilih waktu paling tepat melihat ta
ukkan kedua tangannya pada saku celana, sedikit berupaya menghangatkan diri. Namun, tampaknya Thea tak terlalu terusik den
mempercepat langkah. Thea mengerjap dari
a heran. Itu yang dimaksud adalah motor
-takut orang lain mendengar celetukan gadis yang mulai c
aja nan
dengan lumut hijau di sekitarnya. Beberapa pondok kayu tersebar berjauhan dengan ukiran berbeda. Akan sangat menyenangkan jika Alfa setidaknya melakukan piknik be
uk mengenai apapun. Sayangnya, detik berikutnya dia berlarian seperti orang gila. Bahkan, nekat naik ke pohon, m
ke segala arah, sayangnya tak ada apa-apa selain warna hijau. Apa gadis itu telah sampai di tujuan mereka? Dia menggeleng, mana mungkin. Dia saja masih buta arah, apalagi Thea. De
dengan gaun familiar duduk diam di sana. Gaun milik Nia sewaktu muda, tak salah lagi! Alfa ingin sekali menjedotkan kepalanya ke dinding, men
n menggaruk-garuk tanah dan mengaum saja, "kalau d
*
r. "Bagus banget. Bagai
ipis. "Cukup pa
," lanjutnya dengan suar
arka
menjak tiba di bumi. Perempuan itu memandang lekat tas rajut jingga berbentuk bundar dalam genggaman. Hatinya ingin meledak
, lantas menatap Ho riang seray
erus-menerus mengucapkan terima kasih tak terhingga sampai Ho mengibaskan tangan, menyuruhnya berhenti. Ho meraih tongkat kayunya
o berganti menatapnya penuh hara
Thea bisa mendengarnya, meski respons gadis itu hanya terdiam,
tak lagi muda, Thea dapat melihat secantik apa Ho ketika masih mud
ihat mereka berniat membantu, hanya saja Ho malah menggoyangkan tongkatnya-menolak bantuan. Dia percaya, tenaganya masih cukup kuat untuk sekadar jalan kaki. Thea terus menatap mer
uang upilnya ke sembarang arah dan menggosokkan jari kelingkingnya pada celana. Setelah memasti
mana asalnya karena sudah melihat semuanya. Gadis itu cocok dengan jingga. Di
Dia menghambur ke pelukan pria i
helaiannya menari-nari di udara membuat Alfa meneguk ludah. Dia buru-buru melepas tangan Thea yang m
da awalnya. Pemuda itu berdeham, berupaya meredakan gelisah yang menjalar. Dia memandang tautan tangan me
atinnya menguatkan d
ahu kenapa, berharap taman t
*
edikit menjaga jarak dengan gadis itu. Tautan mereka telah
embuat Alfa menghentikan langkah. Gadis itu tu
pohon dan ber-auwo saja daripada berbicara dengan gadis ini, "jangan ngomong s
n itu. "Aku kenal, kok,
k. "Oke. Sekarepm
ejar Alfa yang pergi tiba
tan agar segera sampai ke tujuan. Dia baru menyadari kalau mereka sempat salah berbelok. Pantas saja jarang gazebo dan oran
lf
menyeru nama pemuda itu, Alfa tetap kukuh tak berbalik atau menungg
uh. Ho tersenyum dari kejauhan, memandang mereka dengan geli, lalu
. Apa saya perlu melapork
lalu mengangguk. "Kita