Zombie in my life
seperti suatu kamp penampungan. Ada juga puluhan pasukan militer lengkap dengan senjatanya. Ada apa ini?. Kami di cegat oleh beberapa tentara, motor kami di arahka
am medis, dan satu orang berompi bertuliskan "National rescue team" sedang mencatat dan mengama
a?!", bilang tentara yang duduk di depan kami, posturnya agak pendek, gempal
keras," hei!!!, jawab!! kalian dari mana??!!". Bager memberanikan diri bicara," emm.. anu pa
mau.. mau pulang pak ke Boyo city", jawab kami serentak. Letkol terdiam mende
h kok pak, jangan di hukum tolong pak", Ragol merengek. "sudah-sudaah!, kalian ini di suruh siapa ke sini mana surat jalan dan surat vaksin kalian??!",
ng bau menusuk hidung. Dia melotot dan berkata," kamu jangan main-main!!, kam
ty sudah tidak ada orang!, Boyo city sudah mati!!, sekarang mana surat jalan dan surat tes kesehatan
memeriksa kami dan mengumpulkan ktp kami. " bawa mereka ke ruang cek medis!", perintah si letkol ke 4 orang bawahan
dan Mo. ku bertanya pada bapak bapak di depan saya,"maaf pak, ini ada apa ya?", dia menjawab, " pemeriksaan mas ikuti prosedur ya". Firasatku benar tentang
naknya. Anaknya positif terinfeksi dan terpaksa harus di pisah. "aku mauuu anakkuu!!, " teriak ibu itu sambil meronta-ronta dan berusa
k..pak kami ini bersih pak, ga sakit apa-apa, tolong lepaskan kami pak.
depanku seorang bapak-bapak berkumis, di depannya seorang wanita memakai masker penutup wajah. Ku lihat di bagian pemeri
sker antrian depan di giring oleh tentara masuk ke ruangan di sebelah kiri. Ketika pintu di buka aku nekat maju ingin menginti
gan air liur sedang merangkak ke arah luar ruangan, merangkak pelan ke arahku. tenta
apa yang kulihat tadi barusan. "oi rif, ada apa di dalam sana? " tanya Bager kepad
idak akan minum minum dan main perempuan lagi.." Ragol be
sebelah kanan. Kemudian tibalah giliranku. "tanganny
arum, darahku di ambil sedikit di masukan ke tabung kecil. tabung kecil itu d
ntu besi sebelah kanan. Pintu di buka di dalam juga terdapat puluhan orang namun kali ini tidak menyeramkan s
rdapat jejeran kasur tingkat. Ruangan begitu panas karena penuh sesak dengan tumpukan manusia. "Hai mas, sini mas!", aku di panggil oleh seseorang. Terny
g bertubuh kecil, kurus."oh, iya pak, namaku Syarif", aku memperkenalkan diri sambil berjabat tangan. D
reka tidak apa-apa, bersih dari virus. Aku mengenalkan mereka ke pada Pak Boy dan Ismail. Kami bercerita ka
ujar Pak Boy", kemudian Pak Boy menjelaskan perkembangan COIT 20 dan men
, jaringan satelit lumpuh, korban yang terjangkit virus hampir 85 % dari penduduk kota", bilan
asib keluarga kami di sana?. "terus pak, bagaimana dengan warga warga di
i dalam jumlah besar. Isunya tentara militer kewalahan, pemerintah sudah angkat tangan, lalu mere
asi kemana", penjelasan Pak Boy yang mengerikan, membuat kami ternganga. rasa bingung
lah boyo city virus sudah nyebar ke kota-kota sekitar Boyo city. Dari kemaren-kemaren sudah ada p
han tanpa mengetahui kelanjutan nasib mereka. Ruangan bertambah sesak da
nyata dia letkol yang tadi menginterogasi kami. "baiklah semua sudah di kumpulkan, kalian semua yang berada di sini kalian semua bersih, kalian akan menjad
ar dari ruangan ini kecua
k ruangan ini, Kalian akan tetap di sini di bunker karantin
ni lebih aman daripada di luar sana, kalian dalam pengawasan kami, kalian tetap di s
bersenjata. "grek, cklek", pintu ruangan ini di kunci, pintu yang terbuat dari besi yang mengurung aku dan teman-tem
arena berebut kasur, maklum jumlah orang di sini hampir ratusan, namun kasur tingkat cuman ada 50. Aku melihat Ragol yang menangis b
tidak mungkin, aku gak percaya!". "udah wi sabar dulu kita ikuti
semua pun mejawab iya. "Memangnya bisa?", tanyaku. Pak Boy tersenyum dan bilang, "tunggu saja
dur. aku sama sekali tidak bisa tidur, aku belum bisa tenang. Sinyal handphone sudah tidak bisa di pakai. Aku tidak bisa menghubungi kel
ika di jalanan tadi begitu sepi dan di SPBU yang kosong", aku menjelaskan kepada Bager, Nizar,
anggal pada potongan koran tersebut. Tapi aku dapat menyimpulkan dari urutan potongan clipping koran dan beritanya, yang memuat pada awal-awal munculnya virus. Kir
memblokade kota dan mengisolisir dari dunia luar. Fuck, aku tak terima
. "kita baru seminggu keluar kota, terakhir di sana masih terbilang aman cuman berl
marah marah. "ini semua cuman akal bulus pemerintah korup. kita semua tidak seharusnya di kurung di sini ki
bukan di kurung tapi ini proses karantina untuk keselamatan kita sendiri". "Eh pak aku ini justru kasihan sama orang orang di ruangan i
wi gampang panik, ceroboh, selalu bertindak atau berkata tanpa ber
bisa kena hukuman", ujar Nizar sambil memegang bahu Alwi. "ah biarin!, Aku tidak takut, kalian mau diam aja di sini? Dasar bodoh!", Alwi kemudian menuju pintu bunker
n Bager berusaha menarik Alwi. Sebagian orang juga kesal dengan Alwi dan mulai
gkan situasi, namun tambah parah, banyak orang yang sudah terlanjur marah mengeroyok kami. Tiba tiba Pak Boy, ismail dan beb
kawannya. Akibat terjadi keributan dan kegaduhan yang tak terkontrol. Dua penjaga militer masuk dan menembak
Alwi, Nizar, Bager, Mo, Ragol, Fadil, dan aku. "iya pak mereka pengacau!", "dasar pemberontak!", "usir mereka!", suara hiruk pikuk orang-orang yang menyudutkan kami. "diaaaam!"
icara. "maaf pak kami cuma anak muda yang kebingungan dan kami sedang panik, kam
ar pun membela diri, " kami ga ada maksut apa-apa, apalagi mau kabur!". "bohong!", usir pak, hukum saja para berandalan ini", teriak orang-orang menyudutkan kami lag
a yang ujung-ujungnya memancing emosi masing-masing, tapi sebetulnya yang salah itu saya, saya yang bikin mereka panik. Mereka kan gak tau apa-apa, gak tau keadaan
g dengan suara Ismail . "ini teman saya pak, maaf bicaranya emang ga jelas, tapi dia dan saya saksinya", kata salah satu teman Pak Boy. Di susul 13 orang ka
smail tidak ikut di tahan, mungkin karena penjaga itu iba di karenakan fisik Ismail yang memang pendek kecil, kurus
napa anak-anak muda pengacau itu tidak di bawa juga?", protes bapak bertubuh gempal yang t
. "hei, kamu jangan nuduh saya ya!, jelas anak -anak ini yang mengacau!", bapak itu tidak terima, dia mence
a. Kami agak lega bapak gempal itu juga di tahan karena memang dia provokator. Entah bagaimana kalau di
. Orang-orang menatap kami dengan sinis. Akibat pertikaian tadi, tampaknya orang-orang di sini seperti termakan hasutan ba
ambil tertawa cengir. Waktu sudah menunjukan pukul tiga dini hari. Bager, Nizar, Alwi, Ragol, dan Mo mereka semua tidur. Aku masih belum bisa tidur, masih belum bis
h 15 menit berlalu Ismail belum datang juga. Ruangan tampak sunyi karena hampir semua orang tidur.
luar. Aku membangunkan teman teman. "hei, mau kemana? Mana penjaga nya?", tanyaku. "Ikut saya", bilang kawan Pak Boy.
Ismail dan kawannya tidak menjawab dan mengisyaratkan kami untuk mengikutinya. Setelah keluar dari bunker, kawan Pak Boy mengisyaratkan kami untuk kabur lewat hu
posko. Setelah melawati posko, kami melihat puluhan tentara terlibat s
dari para tentara. Saat kami sudah hampir melewati wilayah belakang posko tiba-tiba, "hei, kalian mau kemana?!!, " teriak penjaga. Shit, kami ketahuan. "LARI GUYS!!", teriak Niza
lwi juga sekuat tenaga berlari. Aku tidak melihat Mo, Fadil, dan Ragol. "Mana yang lain?", tanyaku sambil berlari. "jangan berhenti Rif!, Tetap lari, yang lain menyusu
engan berhati-berhati di belakang mobil-mobil yang terparkir. Terlintas dua orang tentara berlari mele
angan. Sungguh suasana yang menegangkan, jantun
ya ternyata pak Boy dan kawanannya yang memicu kericuhan ini. Mereka bersenjata. Saling tembak-menembak dengan tentara. Suatu pemandangan yang mencenga
u untuk bersembunyi ke balik tumpukan kayu-kayu dan rerongsokan besi. "kamu sudah di beri instruksi oleh anak buahku kan untuk lar
unyi mengikuti Ismail sampai di wilayah belakang posko ini dan akhirnya kami ketahuan para p
berlari ke arah sisi lapangan ,aku mengikutinya sambil menjaga jarak. Pak Boy mendatangi seorang anak buahnya yang menembaki tentara, dari spot yang tidak ter
rapa benda sebesar buah mangga, aku tidak terlalu jelas melihatnya karena aku berada agak jauh di belakang pak Boy, dan juga suasana saat itu agak gel
ebu dan pasir terhempas kemana-mana akibat ledakan granat tersebut. Aku berusaha membuka mata, walaupun sedikit
Kulepaskan tangan pak Boy yang membopongku, dan berhenti. "tunggu dulu, aku tidak akan kemana mana sebelum aku bertemu ti
dan pak Boy berlari, pak Boy menarikku bersembunyi di balik mobil SUV. "Diam di sini dan jangan bersuara!", kata pak Boy. Dia menarik sebu
mulai membidik. "dor!,dor!,dor!", tiga tembakan tepat ke arah dada, tiga tentara itu langsung tewas. Aku tercen
get. Rasa penasaranku membuatku bertanya kepada pak Boy, "pak, si.. siapa kamu sebenarnya?". Pak
ang
pastikan keselamatan Mo, Fadil, dan Ragol. "Pak!!", terdengar panggilan seseorang dari belakang, dia lari men
ana tidak ketiga orang temanku di tangkap. "kamu diam saja, biar saya yang urus", ujar pak Boy. Aku tidak te