MAIN HATI
a Wi
gku, tanpa mengatakan apa pun. Bahkan tidak menatapku sama sekali.
di bawah pundaknya. Padahal, aku tidak begit
f karena sudah membuatku t
mengusap-usap punggungku
dia membuatku
mun
ayah dan para pamanku. Untuk Ray, bahka
a. Aku sungguh-sungguh saat memperingatimu." Dia
oba dia te
tong lehernya! Bawa
h ketika mendengar suara penuh
a ini mungkin memprediksi bahwa aku pasti ak
dip. Hanya tampak seperti sedang sangat b
a. Malah bisa jadi, dia sudah sering m
s sebagai gantinya!" Teriakan dengan suara
npa ekspresi. Aku yakin begitu. Tidak perlu berlatih atau berpura-pura, aklai ke tanah, jika tidak kuperingatkan mel
egitu ribut awalnya,
sat
apa yang a
pergi dari sini. Lindungi dirimu sendiri bagaimana pun caranya." Dia bicara di depa
kan diriku pada keadaan yang
akin mereka tidak punya waktu untuk bermain pe
memperingati diri? Bahwa ini adalah k
api tidak dengan suara yang ker
atuh. Kakiku lemas,
ngan tergesa. Kaki-kaki panjangnya melangk
n. Itu suara orang-lebih dari s
il dengan hati-hati, kurasa s
spresiku terpantau datar skali terperanjat saat mendengar
p dan tertembak mati?Seka
kulihat barusan. Selama hidupku, aku belum pernah berteriak terlalu
mpat si pria tadi duduk, pecah kare
laras panjangnya begitu cepat mengarah ke
bagaimana kacaunya diriku, meski ekspresiku tidak bisa kuatur agar menjadi ketak
apa langkah. Namun sudah jelas, pria itu menangka
lamu dengan peluru jika berani melawanku.
mematahkan tulang-tulangku jika lebih lama la
bih dari tiga orang yang tergeletak begitu saja di tanah. En
ana
retku tadi, terlepas begitu saja. Aku bahkan tidak berani menoleh, tapi kakikua
apan laras panjangnya itu kini terl
da
ba
rhe
u berbalik badan secara otomatis d
nganku. Dengan kening mengernyit, dia terlihat menahan kesakitan. Gari
Rautku pastilah sedatar biasanya, apa pun yang terjadi. Memang
ndengar ucapanku dengan baik. Jangan keras kepala.
rbuat salah. Tidak mendenga
u d
yeberangi sungai dangkal di depan sana. Berteriak dal
e dalam
Berlari sendirian diiringi sua
u. Peduli setan! Biarkan sa
kakiku berhenti dengan sendirinya. Kepalaku menoleh k
nannya
duli dengan isyarat tangannya ya
pat menepis bantuanku yang ingin mengambil lengannya agar bersandar pad
penyesalan, andai meninggalk
tan yang mulai gelap, lembab dan mencekam-kuperhatikan seti
ngan. Aku membantunya ke arah dalam pohon, agar dia bisa duduk ber
ak u
antuan. Kaki
n suaram
ni jarak yang berbahaya. Aku mengalihkannya. Menunduk untuk memastikan, bahwa
n gaun hitamku yang lembab, lalu merobeknya tanpa pikir pan
Mengikatkan kain dari gaunku yang sengaja kurobek. Aku berusaha tidak menyakiti
begitu." Suaranya terdengar p
sudah melibatkan orang yang tidak
an kenapa bisa menggerutu s
uh maaf
" Aku mengge
au mengatakan h
Dan selebihnya hany
riku. Tidak lagi mempertany
aan dalam keadaan seperti ini. Maksudku, b
u juga pasti
pikir akan reda. Setidaknya, tidak ak
a meninggalkanku s
apa yang kulakukan. Dengan gerakan pelan, aku memayunginya agar ti
ingin kukatakan. Melihatnya yan
n apa pun. Aku hanya tidak ingin terlihat tidak melakuka
cara bal
tidak membiasakan
memahami banyak hal, ayahku yang membiasakan untuk
h dan sengaja memujiku atau adikku di depan ayah. Bahkan juga, tidak segan memuji secar
Lagi-lagi dia menga
dari mana
cingkan matanya ke sekel
yang berani masu
as karena ucapann
pat tinggalnya
memanjat ke wajahku. Ekspresiku justru makin g
i terkejut. Aku m
akan mati bersam
hanya akal-akalannya saja. Yang kedua, bisa jadi memang ada binatang buas di hutan in
. Kapan pun itu, ti
tidak berencana untuk m
an pernyataannya barusan. Pria i
segala penjuru arah. Berharap bahwa pria ini mun
a, mus
a. Jangan melakukan ge
i mendekat. Dan ... jantungku berdebar kencang, sangat. Seekor macan-bukan. Itu harimau. Jenis hew
cang tanpa henti. Sudah pasti. Aku akan mapangkuan
terlalu tegang
kan perlahan. Jangan
endatangkan banyak hal berbahaya untukku. Bahkan dia menyeretku
pria ini mulai mengulurkan tangannya ke arah
tang. Jadi kurasa aku tidak perlu repot-repot ikut membelai k
h untuk bantuanmu.
ng. Terlalu
an mainanmu, tapi main
s saja aku
h pergi,"
di lehernya, aku ketakutan sampai ke ujung kakiku. Bahkan mungkin, aku
k gaunmu," k
al jangan cabik-cabik tubuhku. Keinginan hidu
a?" Suara lain. Suara ya
samping kanan kami. Aku masih tetap tidak ingi
di kakiku. Biar d
k, T
gu. Mungkin efek ketakutan tingkat tinggi masih mempengaruhiku.
gkuku ini. Ada kotak obat dan entah apalagi di samping tempatnya berjongkok. Aku tidak peduli dan kembali menata
aman. Jadi, jangan harap aku menikmatinya. Aku