Ibu Mertuaku Penuh Drama
t s
ntuk pengajian dulu di rumah Ibu Mia!" Ketus Ibu mertuaku sambil
kan setiap dua hari sekali. Ini belum
ayur bayam sama tempe, tahu. Terserah kamu mau masak apa yang p
, menantu yang satu, Farah tak pernah sekalipun d
, Suami mu tuh bangunin jangan malas-malas, suruh cari kerj
uk membangunkan suamiku yang masih tertid
, Mas Didik masih bergerak malas. Setelahnya, Aku lanjut meny
rthur yang berumur 3 bulan pasti bangun dan musti menyusu. Cucian piring sejak semalam sudah ku
kaian dan memotong sayuran sambil menggoreng tempe tahu yang sudah aku potong kotak-kot
ama setahun ini karena PHK di perusahaan tempatnya bekerja dulu dan sampai sekarang belum ada permohonan lamaran kerjanya yang membuatnya
an pakaian dan makanan yang enak-enak." Janji Mas Didik kala itu menenangkan, aku yang hanya
agus sehingga tak heran aku yang hidupnya pas-pasan ditambah suami yang pengangguran membuat Ibu me
k ke kamar untuk menidurkan Arthur kembali. Sebelum masuk kamar,
ih berjibaku dengan anakku dan pekerjaan rumah yang tak ada habis-habisnya dengan baju yang masih berbau asam. Pu
pemalas. Disuruh kerja malah enak-enakan tidur." Kepalaku me
ke tong sampah kalau hanya kamu lihatin, Coba lihat sampah berhamburan dan tai ayam dimana-mana
ntu dapur dengan menguncinya. Tadi saat membersihkan, semua sampah sudah kumasukkan ke dalam karung dan rencananya akan kubakar pada
daan membuat kami harus hidup menumpang dan bertahan dengan apapun perlakua
bukanya, dia menoleh dengan pandangan tak senang. Begitu kuhampiri, aku kaget karena semua piring yang tadi
ni pasti kamu berdua sama Didik yang habiskan makanan. T
asak, Mayang menyusui Arthur di kamar sementara Mas Didik mu
a orang yang ada di rumah ini, sudah menganggur bikin beban keluarga aja, Capek
karena Mas Didik masih menganggur, meski kami berdua selalu mengerjakan pekerjaan rumah sekalipun, tak pern
rtuaku ini. Dulu, saat Mas Didik bekerja dan kami sering membelikan kebutuhan di rumah ini. Perlaku
pasti ibu anggap sebagai anak sendiri, ya kan, Pak?" Bapak mertuaku t
k sekalipun mau ia gendong. Alasannya klise, hanya karena sudah terbiasa punya anak laki-laki maka cucu laki-laki membuatnya malas.
" Aku hanya mengusap dada mendengarnya waktu itu. Aku pikir itu hanya perkataannya sementara
a aku meminta bantuannya menggendong Arth
aknya sana," Akhirnya aku menggendong Arthur sambil menyelesaikan
ka tidak segera dikerjakan maka omelan dan caci maki ibu mertua akan terden
n bebersih rumah sampai memasak diserahkan sepenuhnya kepadaku. Sementara menantu satun
erja sebagai mandor di peternakan. Sedangkan adik iparnya yang terak
catat apa saja bahan yang harus ibu beli di pasar," Aku yang memang pandai mema
ke tempat Bu Ida dulu nanti Ibu kembali." Ibu menyerahkan semua belanjaan s
0 orang di pengajian, membantuku menggelar ambal, menyusun minuman gelas dan me
Dia memperhatikan dengan senyum karena semua lontong sayur sudah lengkap, di
r. Setelah lima belas menit, dia ke luar dan masuk ke dalam kamar. Tak lama diapun siap menyam
dapur. Aku dan suami saling berpandangan, kami masih sibuk memotong lontong. Kami berdua Mas Didik stan
ai sekali memasak dan bikin kuenya, ini yang berbungkus daun
a bukan nogosari. Isinya kue bebongko, seketika wajah Ibu pias karena malu
kue bebongko, itu loh kue khas Banjarmasin." Ibu cengege
sendiri tapi lupa namanya." Ibu tersenyum kecut saa