Menyerah atau bertahan
b
ena sejak pulang kerja, ku lihat wajah Bang Beni kusut terus, seperti baju yang belum di setrika. Terakhir bertemu
ang tivi. Kelihatan wajahnya sudah lebih rileks di
ita jenguk Ibu yuk! Aku kangen
t matanya fokus ke acara tivi. K
iang lah kita perg
. Aku pun berlalu dari ruang tivi menuju kamar anak-anak. Ku beritahu kan niat ini. Alan
yang paling berharga untuknya, ya anak-anaknya ini. Duh .
**
bersama anak-anak ya!" Aku memberit
," jawab
n ke rumah neneknya. Karena Ivan, oom nya suka nga
e rumah nenek," sor
ngatkanku untuk tak lupa membawa kebutu
ai mengurus diri sendiri. Si sulung Sinta sudah duduk di bangku SMP, sudah bisa di ajak curh
ah pikiran, tak jadi pergi. Aku sangat kecewa dengan sikapnya. Entah apa yang ada di dalam pikiran. Suka sekali memutu
aja yang pergi, naik taksi online.
aja yang pergi ke rumah Ibu. Sepanjang perjalanan, aku lebih banyak diam. Hanya mendengarkan celoteh mereka, yang bergantian saling meledek. Hmm ... dasar ana
ksi, kami pun turun. Hampir saja tertinggal barang bawaan ku, gegara sibuk menurunkan bocil-bocil yang ceriwis ini. Raka dan Ni
**
kami. Padahal tadi pagi sudah ku beritahu ke Ivan. Kok perasaan ku jadi tak enak ya. Sambil mengetuk pintu, aku mengucapkan salam. T
kenapa tak kelih
m kabar, Nay
ana?" t
ah mertuanya," jawa
an menuju
ya menerawang ke atas langit kamar.
g bersama anak-a
kejutnya aku, Ibu sudah tak bisa melihat dan berbicara lagi. Matanya sudah rabun, terlihat putih
menjenguk Ibu. Hingga tak t
n. Alasan adikku, karena istrinya sering ribut dengan Ibu ketika ia sedang bekerja. Jadi istrinya meminta pulang ke rumah
tifitas sehari-hari di lakukan di atas tempat tidur, kecuali mandi. Ibuku sangat sayang dengan Ivan. Sehari saja tak melihat
u!" ajak Ivan. Kami pun men
memandikannya. Sepertinya Ibu menggigil , air di bak mandi, terasa dingin di tubuhnya. Kami pun segera menyuda
membawakan bubur ayam kesukaan Ibu. Mudah-mudahan Ibu berselera unt
rnya," jelasku. Lalu Ibu menganggukan kepala. Perlahan ku suap kan
**
i ruang tamu. Pengasuh Ibu berbaik hati mel
ak kelihatan?" ta
n tempat untuk menginap juga. Ia lebih memilih tinggal di sana,
uk Ibu, dan membelikan apa yang di
k manis," ucapku. Ibu memberi isyarat dengan sebelah tangannya, melamb
si bungsu Nina." Sambil
ini lagi ya Bu!" kali
minta datang lagi ke sini,
im?" kali ini Ivan membuat
es krim!" sorak mereka. Hmm, kalau
l membuat Ibu tersenyum, b
etika berpamitan pulang pada Ibu dan Ivan. Aku ber
meluknya dengan erat. Tak terasa Mataku pun berembun. Tak lama anak-anak pun iku
mbung