TANTE SISKA
sekarang terhampar bebas bisa dinikmati matanya, Panca justru tak mau bergerak. Lebih tepatnya t
ian tubuh Panca yang lain. Kaos manset pendek Tante Siska mencetak jelas lekuk tubuhnya. Sepasang yang h
tadi diam berterika. Erik berdiri, berkacak
s berpaling. Seperti diaba-aba, kedu
yang dapat terus?! Ter
, memandang Erik dan Panca bergan
tidak paham, lebih pilih membenarkan posisi kepalanya di tempat yang leb
g. Menuding kepala Panca yang sengaja ia ges
ng dimaksud Erik. "Oalah .... Hahaha .
embali sedikit menjauh dari Panca. Dengan wajah bersungut-sung
nca. Menirukan gaya anak kecil yang ia ingat. Menarik-narik l
sayang .....," sergah Tante
memanggilnya dengan panggilan sayang. Degup di jantungnya seperti berpacu
l Erik balik. Menekuk wajah, memb
te Siska meraih telapak tangan Erik. Kehangatan dan kelembutan telapa
lagi," bujuk T
, akhirnya Erik menyerah. Tubuhnya seperti kerbau yang ditarik empunya masuk kan
manis yang pernah dilihat Erik dan Panca. "Kan tadi makanya Tante Siska tanya kali
R ....
ari luar rumah terdengar
k yang masih dirundung rasa tak adil buru-buru menyerbu lengan Tante Sis
. kenapa anak satu ini jadi manja deh. Untung aja jidat gue lagi
wan si bos toko. Hahahaha ... masa' sama pe
h, Tan!" Panca tak bisa menahan ka
n deh!" umpat Erik sambil menendang kaki Panca tanpa mengge
au maksain pulang?" Pertanyaan Tante Siska pada Erik disusul telapak tangannya mengu
lebih dalam di antara lengan dan ketiak bersih Tante Siska
Tante Siska ganti menatap Panca. "Kamu
pa kubilang. Batu banget emang itu anak satu tante! Aku pilihannya sama kayak ta
a l
pa
nyo
nyolot d
ah sih udah," pot
ng mulai Tante
au pulang, giliran udah dapet ketek aja
gi kalimatnya dengan lebih tegas. Menggeser tubuhnya, melepaskan Erik dari
berdiri lalu pergi begitu saja. Pergi ke arah dapur dan kamar mandi
.... St
mau semarah apa pun dia dengan Erik,
edikit tidak terima karena mo
mana?" Pertanyaan yang lebih terdengar seperti desisan. Masih lebih keras hujan yang ad
ambu